ASEAN sebagai organisasi kawasan di Asia Tenggara harus mengambil peran sentral dalam upaya mengakhiri kekerasan di Myanmar. Nasib rakyat negara itu bergantung pada ASEAN serta kekuatan besar seperti China dan AS.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pertemuan pemimpin ASEAN untuk membahas masalah Myanmar ikut menentukan nasib negara itu. Kekerasan di Myanmar mengancam nasib kawasan.
Kekerasan di Myanmar sudah melampaui batas. Ada lebih dari 700 warga sipil, termasuk anak-anak, yang tewas akibat kekerasan militer. Demonstrasi damai menentang kudeta militer pada 1 Februari 2021 direspons oleh junta dengan berondongan senapan. Kekerasan aparat tak menyurutkan aktivis prodemokrasi. Ancaman peluru tak membuat mereka takut. Pengunjuk rasa yang sebagian besar di antaranya kaum muda terus menggalang demonstrasi. Pemogokan sebagai perlawanan terhadap kudeta tetap terjadi.
Gerakan antikudeta juga didukung sejumlah milisi etnis bersenjata di kawasan perbatasan. Mereka bersimpati terhadap kelompok tersebut.
Berbagai kalangan khawatir Myanmar bisa menjadi seperti Suriah. Perang saudara berlangsung berlarut-larut dengan korban tewas yang terus meningkat dan jumlah pengungsi sangat besar. Untuk menggambarkan potensi kebrutalan di Myanmar, Sam Zarifi, Sekretaris Jenderal International Commission of Jurists (LSM hak asasi manusia), menyebut jumlah 500 korban tewas di Myanmar tercapai lebih cepat ketimbang Suriah pada awal pemberontakan di negara itu.
Myanmar kini sudah termasuk satu dari lima sumber pengungsi terbesar di dunia. Menurut Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada 1,9 juta pengungsi dari Myanmar dengan porsi terbanyak beretnis Rohingya. Adapun Suriah menempati posisi teratas dengan 6,6 juta pengungsi pada 2019.
Dengan kondisi yang sangat buruk di Myanmar, tak ada pilihan bagi komunitas internasional, termasuk organisasi kawasan ASEAN, untuk bertindak terencana, terarah, dan tegas. Amerika Serikat serta Uni Eropa memang telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap tokoh ataupun perusahaan yang terkait kudeta. Dilaporkan Nikkei Asia, Pemerintah AS, antara lain, menahan upaya Bank Sentral Myanmar untuk mentransfer 1 miliar dollar AS di New York. Sejumlah anggota ASEAN, termasuk Indonesia, sebelum ini mengupayakan pula dialog bagi junta guna menemukan solusi di Myanmar.
Akan tetapi, mengingat kekerasan yang tak berkesudahan serta junta yang sama sekali enggan mengurangi represi, dunia perlu menyusun rencana lebih tegas serta matang. ASEAN sebagai organisasi kawasan di Asia Tenggara harus mengambil peran sentral dalam upaya itu, sementara Indonesia berkewajiban memberikan kontribusi besar.
Kabar mengenai kesediaan pemimpin junta Min Aung Hlaing untuk menghadiri KTT ASEAN mengenai krisis Myanmar pada 24 April perlu direspons secara tepat. Berkomunikasi dengan pemimpin junta hanya sarana untuk mencapai solusi krisis. Hal paling penting ialah kesediaan ASEAN bersama negara besar lainnya, seperti China dan AS, untuk merumuskan kebijakan terkoordinasi serta terarah agar junta berhenti membunuh rakyat Myanmar.