Sinyal Pemulihan Mulai Terlihat
Jika jumlah kasus penularan Covid-19 terus meningkat meski kondisi ekonomi semakin membaik, itu hal percuma karena yang menjadi prioritas utama adalah menyelamatkan jiwa manusia Indonesia sebanyak-banyaknya.
Beberapa hari lalu, Badan Pusat Statistik mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2020 masih mengalami kontraksi (pertumbuhan minus) 2,19 persen (yoy).
Walaupun masih mengalami kontraksi, perekonomian sudah menunjukkan indikasi menuju perbaikan dan pemulihan, mengingat pada triwulan II-2020 perekonomian mengalami kontraksi 5,32 persen (yoy) dan pada triwulan III-2020 kontraksi menurun menjadi 3,49 persen (yoy).
Dengan demikian, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 2020 mengalami kontraksi 2,07 persen.
Baca juga: Mengapa Harus Pulih Lebih Cepat
Walaupun masih dalam zona resesi, tren angkanya telah memperlihatkan penurunan secara berkelanjutan sehingga kita sangat berharap pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021 nantinya sudah memasuki zona pertumbuhan positif.
Dengan melihat angka-angka di atas, terbukti bahwa bauran kebijakan makroekonomi yang selama ini telah dijalankan oleh pemerintah telah memperlihatkan hasil yang menjanjikan.
Kita harus memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada pemerintah atas berbagai upaya yang telah mereka lakukan. Bauran kebijakan yang bersifat counter cyclical, terkoordinasi, dan komprehensif, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun mikro prudensial, tidak hanya mampu meredam kejatuhan pertumbuhan ekonomi ke jurang lebih dalam, tetapi juga memberikan harapan pemulihan yang lebih baik ke depan.
Ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) memperlihatkan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,8 persen pada 2021 ini, sementara Bank Dunia memprediksi pertumbuhan sekitar 4,4 persen. Pemerintah sendiri dalam APBN 2021 telah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,5-5,0 persen. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menuju ke arah tren positif itu bukanlah tanpa alasan fundamental yang kuat.
Baca juga: Banyak Ruang untuk Tumbuh
Program vaksinasi Covid-19 yang sudah dimulai sejak 13 Januari 2021 akan menambah keyakinan investor dan optimisme masyarakat mengenai masa depan pemulihan ekonomi. Di samping itu, beberapa indikator ekonomi lain juga menunjukkan angka yang lebih baik di awal 2021 ini sehingga tak berlebihan jika disimpulkan bahwa sinyal ke arah perbaikan dan pemulihan ekonomi menjadi semakin nyata.
Keyakinan konsumen
Indeks keyakinan konsumen (IKK) sering digunakan sebagai indikator guna menggambarkan ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan, apakah mereka merasa optimistis atau pesimistis. Sebelum pandemi terjadi, IKK pada Februari 2020 masih menunjukkan angka 117,5 yang berarti masih berada di zona optimistis (lebih besar dari 100).
Indeks IKK terus mengalami penurunan semenjak pandemi berlangsung sehingga pada Oktober 2020 mencapai angka 79,0 yang mengindikasikan adanya pesimisme konsumen terhadap keadaan ekonomi. Pada Desember 2020, IKK sudah mulai bergerak membaik di angka 96,5. Meskipun masih dalam zona pesimistis, kenaikan angka IKK tersebut secara perlahan sudah mulai mendekati batas zona optimistis sehingga memberikan gambaran mengenai optimisme pemulihan ekonomi ke depan.
Baca juga : Faktor Pendukung Pemulihan Ekonomi Dipacu
Membaiknya IKK tersebut mencerminkan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ke depan, yang dapat dilihat dari beberapa komponen, antara lain penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang berjalan lancar.
Gairah mesin pabrik
Gairah mesin-mesin pabrik di industri manufaktur dan pengolahan dalam beberapa bulan terakhir secara pelan-pelan memperlihatkan suatu pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan prompt manufacturing index (PMI) yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
PMI yang pada triwulan II-2020 berada pada titik terendah 28,55 persen mengalami peningkatan menjadi 44,19 persen pada triwulan III-2020 dan 47,29 persen pada triwulan IV-2020. Menurut perkiraan, PMI pada triwulan I-2021 akan terus meningkat dan mencapai 51,14 persen.
Kenaikan secara bertahap PMI memberikan gambaran bahwa telah terjadi ekspansi produksi berbagai barang sejalan dengan kenaikan permintaan dan konsumsi masyarakat.
Kinerja korporasi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memberikan potret riil mengenai kinerja korporasi yang selama ini menjadi tulang punggung produksi dan juga investasi di sektor ekonomi. Pesimisme dari investor yang membeli saham di bursa saham meningkat saat pandemi diumumkan sehingga sebagian dari mereka terpaksa melepas saham-saham yang tak memiliki prospek bagus ke depan.
Di awal 2020, angka IHSG masih di level 6.300-an, kemudian anjlok sampai level 3.900-an, dan di awal 2021 di level 6.000-an. Meskipun masih perlu waktu untuk kembali ke level 6.300-an, setidaknya kenaikan IHSG tersebut sudah memberikan bukti bahwa investor memiliki keyakinan dengan prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.
Pertumbuhan kredit
Kredit perbankan selama ini menjadi salah satu sumber pembiayaan sektor riil sehingga pertumbuhan kredit yang melaju kencang mengindikasikan ekonomi berjalan dengan baik. Selama 2020, kucuran kredit perbankan mengalami kontraksi 2,41 persen sebagai akibat dari lemahnya permintaan kredit dan masih tingginya faktor risiko.
Meskipun demikian, ekspansi kredit pada 2021 diramalkan mulai menggeliat kembali. Hal ini terlihat dari mulai melandainya permintaan restrukturisasi kredit sehingga debitor tidak lagi mengalami kesulitan dalam membayar angsuran mereka. Penyaluran kredit baru bank-bank BUMN pada Desember juga memperlihatkan tren yang membaik, yang mengindikasikan pelaku usaha sudah mulai menggerakkan mesin-mesin pabriknya.
Optimisme ini didukung alasan yang kuat.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Ketua OJK memproyeksikan kredit perbankan berpotensi untuk tumbuh pada kisaran angka 7,5 persen plus minus 1 persen (yoy) pada 2021. Proyeksi dari ekspansi kredit yang positif tersebut menggambarkan adanya optimisme dan keyakinan bahwa kegiatan usaha di sektor riil mulai berjalan ke arah pemulihan. Optimisme ini didukung alasan kuat.
Baca juga: Prioritas Pemulihan Ekonomi
Pertama, BI masih melanjutkan kebijakan moneter yang ekspansif dengan suku bunga rendah dan sudah melonggarkan giro wajib bank-bank sehingga likuiditas mengalir cukup deras ke pasar.
Kedua, kebijakan mikro prudensial dari OJK dalam bentuk pelonggaran bobot risiko untuk penyaluran kredit di sektor properti, kendaraan bermotor, dan kesehatan diharapkan memacu permintaan kredit. Sektor properti dan kendaraan bermotor memiliki mata rantai produksi yang luas dengan berbagai sektor usaha lainnya sehingga kebangkitan kedua sektor tersebut akan memicu kebangkitan sektor-sektor lain.
Ekonomi China
China sebagai salah satu pusat ekonomi global sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di kawasan regional. Kebangkitan ekonomi China tentunya akan membawa dampak positif bagi negara-negara di kawasan Asia Timur, termasuk Indonesia.
Pulihnya perekonomian China akan menguntungkan Indonesia, mengingat China menjadi pasar utama dari berbagai produk komoditas Indonesia, seperti batubara, besi dan baja, minyak kelapa sawit (CPO), dan karet.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi di Era Asia Makin Mandiri dan Berkualitas
Selama ini China menjadi negara tujuan ekspor terbesar Indonesia dengan pangsa hampir 20 persen dari seluruh total ekspor. Membaiknya ekonomi China akan memberikan peluang ekspor yang lebih besar atas produk-produk komoditas dan bahan mentah dari Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi China pada triwulan III-2020 telah menunjukkan angka positif 4,9 persen (yoy) dan triwulan IV-2020 sebesar 6,5 persen sehingga pertumbuhan ekonomi selama 2020 sebesar 2,3 persen. Ini sebuah pencapaian sangat menakjubkan setelah mengalami badai yang sangat dahsyat akibat dari Covid-19.
Upaya untuk memperbaiki dan memulihkan ekonomi ke depan belum tentu bisa berjalan mulus dan tanpa hambatan.
Potensi ancaman
Upaya untuk memperbaiki dan memulihkan ekonomi ke depan belum tentu bisa berjalan mulus dan tanpa hambatan. Ancaman munculnya varian baru dari virus Covid-19, yang disebut-sebut 10 kali lebih mematikan dari virus yang ada sekarang, dapat mengganggu efektivitas dan kemanjuran vaksin Covid-19 yang telah disuntikkan ke manusia.
Akibatnya, pemulihan ekonomi bisa berpotensi terganggu lagi dengan munculnya varian baru dari virus korona tersebut. Selain itu, kegagalan untuk mengerem laju penularan Covid-19 yang semakin menggila menyebabkan pemulihan ekonomi tak akan berjalan mulus dan berkelanjutan. Penularan Covid-19 semakin banyak dan sudah di atas 1,1 juta jiwa sehingga peningkatan jumlah korban akan mengganggu konsentrasi pemerintah dalam menangani pemulihan ekonomi.
Percuma saja kondisi ekonomi semakin membaik jika jumlah kasus terus meningkat karena yang menjadi prioritas utama adalah menyelamatkan jiwa manusia Indonesia sebanyak-banyaknya.
Agus Sugiarto, Kepala OJK Institute.