Reformasi di internal parpol masih berjalan lambat. Padahal, parpol menjadi keniscayaan dalam sistem demokrasi. Tiada demokrasi tanpa parpol
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Di tengah pandemi Covid-19 muncul pernyataan dari Partai Demokrat tentang adanya pihak yang ingin mengambil alih kepemimpinan di partai itu.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk minta klarifikasi tentang adanya pejabat di lingkungan Istana yang diduga ingin mengambil alih parpolnya. Sejumlah kader Demokrat lalu menjelaskan, pejabat yang dimaksud adalah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Tudingan ini segera dibantah Moeldoko. Ia mengaku memang bertemu dengan kader dan mantan kader Demokrat serta mendengarkan keluhan mereka. Namun, ia menegaskan tidak memiliki niat, apalagi kekuatan, untuk mengambil alih kepemimpinan di Partai Demokrat.
Dalam sejarah politik Indonesia, konflik dan khususnya upaya pengambilalihan kepengurusan parpol bukanlah barang baru. Di era reformasi, hal itu biasanya berawal dari ketidakpuasan sejumlah anggota parpol dan terjadi menjelang atau setelah pergantian pengurus. Di sejumlah kasus sering terlihat peran dari pihak di luar parpol dalam peristiwa itu.
Di era keterbukaan informasi seperti saat ini, tidak sulit mencari tahu yang sebenarnya terjadi di Partai Demokrat. Informasi tentang hal itu melimpah di berbagai media dengan berbagai versinya.
Sejumlah konflik yang terjadi di parpol mengindikasikan bahwa demokrasi belum sepenuhnya disepakati dan dipraktikkan sebagai satu-satunya aturan main di kalangan internal mereka. Kondisi yang diperparah oleh mahalnya biaya politik ini turut membuat sejumlah parpol masih kesulitan melepaskan diri dari bayang-bayang tokoh atau pendirinya. Keadaan ini juga menghambat kaderisasi parpol.
Fenomena itu dapat dilihat di DPR. Hasil kajian Litbang Kompas, hanya 72 dari 575 anggota DPR periode 2019-2024, atau 12,5 persen, yang berusia di bawah 40 tahun. Persentase ini turun dibandingkan pada periode 2014-2019 yang mencapai 92 orang dari 560 anggota DPR atau 16,4 persen. Selain itu, dari 72 anggota DPR yang berusia muda itu, sebanyak 50 persen atau 36 orang diduga merupakan bagian dari politik kekerabatan. (Kompas, 12/8/2019)
Reformasi internal parpol masih berjalan lambat.
Hal ini menunjukkan, reformasi internal parpol masih berjalan lambat. Padahal, parpol menjadi keniscayaan dalam sistem demokrasi. Tiada demokrasi tanpa parpol. Parpol mempunyai peran sangat penting, antara lain menjadi salah satu sumber utama kepemimpinan publik dan agregasi kepentingan. Parpol yang inklusif dan menerapkan nilai-nilai demokrasi akan menghasilkan calon pemimpin berkualitas yang sangat dibutuhkan dalam menjaga demokrasi.
Parpol yang telah bereformasi dan kuat juga tak akan terlalu dipusingkan dengan persoalan seperti konflik kepengurusan. Ini karena para kadernya sadar mesti tunduk pada aturan main yang disepakati. Di era pandemi seperti saat ini, parpol yang bertanggung jawab juga akan disibukkan oleh bagaimana membantu rakyat mengatasi Covid-19.