Seperti biasa, dua tahun setelah pemilu, partai-partai politik mulai bersiap merevisi Undang-Undang Pemilu. Yang tidak biasa, kini kita sedang bertarung melawan virus.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dalam rapat di Badan Legislasi, fraksi-fraksi di DPR bersama perwakilan pemerintah telah menyepakati revisi Undang-Undang Pemilu masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021. Namun, kini, sembilan partai politik yang memiliki kursi di DPR tengah mempertimbangkan ulang. Ada yang menganggap perlu merevisinya, ada pula yang sebaliknya.
Pandemi Covid-19 tergolong kondisi luar biasa. Semua manusia di planet Bumi terkena dampaknya. Krisis kesehatan ini menimbulkan krisis ekonomi yang tingkat keparahannya belum pernah terjadi sepanjang sejarah. Tatanan kehidupan sosial porak-poranda.
Dalam konteks itu pula hendaknya keputusan merevisi atau tidak merevisi UU Pemilu dipertimbangkan. Terlebih, hingga kini, RI belum mampu mengendalikan serangan SARS-CoV-2. Virus ini telah menginfeksi lebih dari sejuta warga. Dalam sepekan terakhir, 295 jiwa direnggut per hari. Vaksinasi masih perlu waktu 15 bulan. Akhir pandemi belum terprediksi.
Krisis kesehatan ini menimbulkan krisis ekonomi yang tingkat keparahannya belum pernah terjadi sepanjang sejarah.
Sejak reformasi, UU kepemiluan, yaitu pemilu presiden-wapres, ataupun pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, termasuk yang kerap direvisi, baik melalui UU maupun peraturan pemerintah pengganti UU (perppu). Sejak diundangkan tahun 1999, revisi dilakukan pada tahun 2000; 2003 dan 2004; 2007 dan 2008; 2010 dan 2012; serta 2017.
Terkait Pemilu 2019, memang ada beberapa pengaturan yang perlu dievaluasi. Keserentakan pemilu presiden, DPR, DPD, dan DPRD, misalnya, dinilai membuat beban kerja penyelenggara sangat berat. Persoalan lain, pemilu yang menimbulkan polarisasi masyarakat. Pengelompokan pemilu nasional dan lokal juga menjadi perhatian.
Namun, terlepas dari hal-hal substansial itu, pragmatisme politik juga kerap mencuat. Setiap partai politik mencoba menyisipkan pasal-pasal sebagai upaya memenangi pemilu sebelum perhelatan. Akibatnya, upaya melanggengkan posisi terasa lebih kuat ketimbang upaya penguatan demokrasi. Kita tentu berharap kepada 10 parpol yang memiliki kursi di DPR, kalaupun tetap merevisi, bukan atas dasar pragmatisme politik jangka pendek.
Organisasi parlemen internasional, Inter-Parliamentary Union, mengingatkan peran parlemen di saat pandemi, yang terutama justru menerbitkan regulasi kedaruratan guna melindungi rakyat, terlebih yang rentan terdampak Covid-19. Parlemen juga perlu maksimal mendukung pemerintah menangani krisis dan memastikan prosesnya demokratis.
Anggota parlemen juga semaksimal mungkin menjangkau konstituen untuk mengampanyekan tindakan hidup sehat. Banyak anggota parlemen di dunia bahkan mendonasikan gajinya untuk masyarakat rentan. Tidak ada waktu untuk pragmatisme sempit. Semua tenaga, pikiran, perhatian, bahkan penghasilan sepatutnya dicurahkan untuk penyelamatan warga dari serangan pandemi Covid-19.