Ruang Fiskal untuk Stimulus
Indonesia punya sumber daya yang dibutuhkan untuk membantu masyarakat kurang mampu melalui masa sulit ini serta memiliki cara-cara untuk memberi bantuan tersebut. Sekaranglah saatnya bertindak.
Indonesia masih mampu mengucurkan tambahan 10 persen dari produk domestik bruto untuk membantu mereka yang telah kehilangan pekerjaan dan penghasilan karena pandemi Covid-19.
Tambahan stimulus ini akan mengakibatkan defisit fiskal pemerintah melebar menjadi 15 persen atau di atas target saat ini, yakni 5 persen, tanpa harus mengakibatkan terjadinya inflasi atau depresiasi nilai tukar rupiah atau utang menumpuk yang sulit untuk dikelola.
Baca juga : Tekanan Covid-19 pada APBN
Dengan defisit yang lebih besar ini, akan tersedia dana darurat yang dibutuhkan untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kami menyimpulkan hal tersebut selagi menulis buku baru yang akan diterbitkan tahun ini oleh Anthem Press yang berjudul Jalur yang Menyempit Menuju Kemakmuran dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia.
Alasan moral
Lebih dari 5 juta pekerja telah kehilangan pekerjaan mereka di sektor formal karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang memaksa banyak usaha gulung tikar. Penghasilan mereka berkurang separuhnya atau bahkan habis sama sekali.
Dua juta pekerja lainnya bergabung masuk ke angkatan kerja. Tujuh juta orang ini menghadapi kenyataan pahit yang disebabkan oleh virus Covid-19 dan perlambatan ekonomi yang ditimbulkannya.
Karena alasan moral, ekonomi, dan politik, sudah seharusnya pemerintah meredam pukulan yang diderita masayarakat kurang mampu.
Karena alasan moral, ekonomi, dan politik, sudah seharusnya pemerintah meredam pukulan yang diderita masyarakat kurang mampu. Namun, pendapatan pemerintah juga berkurang dan selama berpuluh-puluh tahun defisit produk domestik bruto (PDB) telah dibatasi paling tinggi di angka 3 persen.
Salah satu alasan terbesar pembatasan defisit adalah ketakutan akan terjadinya inflasi. Namun, langkah-langkah yang diambil untuk mengendalikan virus korona telah menyebabkan resesi. Masalahnya adalah kurangnya permintaan, bukan permintaan yang berlebih. Peningkatan permintaan akan menaikkan persediaan, bukan inflasi harga.
Model kami menunjukkan bahwa PSBB menimbulkan adanya ”penghematan yang terpaksa”, sesuatu yang tidak dipertimbangkan dalam model-model lainnya. Banyak orang terkungkung dalam rumah mereka. Tidak dapat menghabiskan sebanyak biasanya untuk makan di luar, menonton di bioskop, bepergian, atau bahkan menempuh perjalanan ke tempat kerja.
Baca juga : Tahun 2021: Antara Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
Para pengusaha dan pemerintah tidak dapat menjalankan rencana investasi mereka. Penghasilan ini dihemat sehingga mengakibatkan berkurangnya permintaan sekaligus menciptakan kumpulan sumber daya yang dapat membiayai defisit pemerintah yang lebih besar.
Sumber pembiayaan defisit yang kedua adalah pertumbuhan penerimaan pemerintah dari meningkatnya PDB yang dihasilkan subsidi. Para keluarga yang mendapatkan bantuan pemerintah akan menghabiskannya sebagian besar untuk makanan dan kebutuhan pokok lain. Ini akan meningkatkan penghasilan perusahaan dan individu yang memproduksi serta memperjualbelikan barang-barang tersebut.
Perusahaan dan individu tersebut, pada gilirannya, menghabiskan uang untuk barang dan jasa sehingga menghasilkan lagi putaran penghasilan serta pengeluaran.
Kami memperkirakan efek tidak langsung, atau pengali, ini akan memengaruhi pembelanjaan pemerintah pada titik 1,6 hingga 1,8 kali pembelanjaan awalnya. Seiring berlangsungnya hal ini, pemerintah memungut pajak terhadap kegiatan ekonomi tambahan tersebut.
Dr M Chatib Basri, Menteri Keuangan Republik Indonesia periode 2013-2014, menyoroti di harian ini sumber ketiga dari ”ruang fiskal,” yakni bahwa pandemi ini telah mengurangi pengeluaran pemerintah lain yang sudah dianggarkan, seperti perjalanan internasional dan investasi publik.
Baca juga : Keluar dari Stimulus Ekonomi
Model kami mengindikasikan bahwa defisit pembiayaan pemerintah dapat mencapai 23 persen sebelum muncul tekanan inflasi dan neraca pembayaran berubah menjadi negatif. Bahkan, strategi PSBB yang minimal saja, seperti yang saat ini dilakukan pemerintah, dapat menurunkan pendapatan dan konsumsi nasional.
PDB Indonesia berkisar pada angka satu triliun dollar AS per tahun atau 250 juta dollar AS per triwulan. Kami memperkirakan terdapat 140 juta orang yang kini kurang mampu atau membutuhkan uluran tangan. Jumlah ini asumsi yang wajar, mengingat runtuhnya industri perhotelan, penurunan ekspor, dan resesi ekonomi secara umum.
Kami memperkirakan terdapat 140 juta orang yang kini kurang mampu atau membutuhkan uluran tangan.
Di angka subsidi 10 persen, setiap orang yang memerlukan bantuan dapat memperoleh setara dengan 1,94 dollar AS per hari. Subsidi di angka 10 persen dapat dibiayai secara penuh dari penghematan terpaksa yang disebabkan oleh PSBB, bersama dengan naiknya PDB karena subsidi itu sendiri. Model kami juga menunjukkan bahwa hal ini akan terjadi sekaligus masih dapat meningkatkan tingkat cadangan devisa.
Jutaan orang kehilangan pekerjaan sembilan bulan lalu. Artinya, sangat penting agar subsidi ini bisa dicairkan sesegera mungkin.
Dukungan tekfin
Teknologi finansial/tekfin menyediakan jalan untuk mewujudkan ini. Ada lebih dari 193 juta ponsel di Indonesia, setara dengan satu ponsel untuk setiap orang dewasa. Semuanya dapat menerima uang.
Cara tercepat bagi pemerintah untuk memberikan subsidi tersebut adalah dengan membuka rekening bank digital di Bank Rakyat Indonesia bagi semua pemilik ponsel. Kemudian, pemerintah dapat menyetorkan subsidi ini ke dalam rekening bank digital tersebut dengan mengeluarkan biaya yang sangat kecil dan keterlambatan yang minimal.
Baca juga : Reformasi Sistem Pembayaran Perluas Inovasi dan Meminimalisasi Risiko
Karena sebagian besar warga Indonesia mempunyai ponsel, mereka dapat saling melakukan pembayaran tanpa perlu banyak titik untuk mengeluarkan uang tunai.
Cara tercepat bagi pemerintah untuk memberikan subsidi tersebut adalah dengan membuka rekening bank digital di Bank Rakyat Indonesia bagi semua pemilik ponsel.
Teknologi dapat digunakan untuk menentukan di mana ”keberadaan” ponsel dengan memanfaatkan data pemakaian menara ponsel yang dikumpulkan oleh perusahaan telekomunikasi. Informasi ini dapat dipakai untuk mencocokkan pemilik ponsel dengan alamat mereka, bahkan jika pemilik ponsel yang terdaftar tinggal di tempat lain.
Oleh karena itu, subsidi tersebut dapat diarahkan ke pengguna ponsel yang tinggal di wilayah yang banyak didiami masyarakat kurang mampu.
Kemudian subsidi kecil, misalnya bantuan untuk empat hari, akan dikirim ke alamat tersebut. Untuk memperoleh pencairan lanjutan, para penerima diharuskan memasukkan nomor kartu tanda penduduk (KTP) ke ponsel mereka agar tidak ada duplikasi pembayaran.
Untuk menghindari pencurian identitas, kita akan membutuhkan informasi tambahan yang hanya diketahui pemegang KTP tersebut, seperti tanggal lahir dan tanggal dikeluarkannya KTP. Ini berarti, pemerintah perlu meluncurkan program darurat untuk menerbitkan KTP kepada banyak masyarakat miskin yang belum memilikinya.
Di kisaran angka 2 dollar AS per orang per hari, satu keluarga tipikal beranggotakan dua orang dewasa yang memiliki ponsel akan menerima sekira 120 dollar AS per bulan. Ini masih di bawah garis kemiskinan di Indonesia, yakni 150 dollar AS per keluarga per bulan.
Beberapa penyempurnaan dapat dilakukan terkait pemakaian kecerdasan buatan seperti dijelaskan di atas, seperti frekuensi dan jam pemakaian, koneksi ke menara di wilayah masyarakat berpenghasilan rendah, serta korelasi dengan informasi tentang masyarakat miskin yang sudah ada, termasuk data dari survei rumah tangga.
Bahkan, dengan cara ini pun, sebagian masyarakat miskin tidak akan menerima subsidi dan beberapa yang tidak miskin akan menerimanya. Meskipun demikian, keuntungan besar dalam hal administrasi serta kecepatan dengan menerapkan teknologi finansial dan big data lebih dari cukup untuk mengompensasi kekeliruan penyasaran ini.
Indonesia memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk membantu masyarakat kurang mampu melalui masa sulit ini serta memiliki cara-cara untuk memberikan bantuan tersebut. Semua orang, bahkan mereka yang tidak miskin, akan memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat. Sekaranglah saatnya bertindak.
GUSTAV PAPANEK
Profesor Emeritus Ekonomi, Boston University; Presiden BIDE