Kita Sering Mengeluh
Selama masa pandemi, bisa jadi kehidupan Anda makin berat karena harus berkumpul dengan orang-orang yang sering mengeluh. Tulisan ini memberi alternatif sikap dan cara menghadapi para pengeluh.
Menjelang akhir 2020, tahun yang sangat istimewa bagi hampir semua orang karena adanya pandemi Covid-19, ada baiknya merefleksikan suatu hal yang mungkin makin sering kita lakukan, yaitu mengeluh.
Mengeluh adalah ucapan verbal yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah atau tidak memuaskan (Cambridge English Dictionary). Mengeluh adalah ekspresi ketidakpuasan atau kekesalan terhadap sesuatu. Meskipun mengeluh dapat berguna untuk melepaskan stres, namun lebih seringnya orang mengeluh karena emosi yang tinggi atau untuk menghindari menyelesaikan masalah secara aktif.
Will Bowen (2007) menemukan ternyata rata-rata orang mengeluh hampir 15-30 kali sehari. Ini dalam kondisi sebelum pandemi. Jadi ternyata kita memang sering mengeluh, walaupun mungkin sebagian tidak menyadarinya.
Tiga jenis keluhan
Robert Biswas-Diener (2017) menguraikannya secara psikologis. Pertama, mengeluh hanyalah mengungkapkan ketidakpuasan. Mengeluh biasanya terjadi secara lisan dan setelah terjadi situasi negatif. Misalnya lalu lintas lebih buruk dari yang diharapkan, film mengecewakan, atau kontraktor melakukan pekerjaan yang buruk.
Tentu keluhan terjadi bukan hanya disebabkan oleh situasi, tetapi juga oleh faktor pribadi yang terlibat. Ada orang yang cenderung cepat mengeluh sementara yang lain tetap menahan diri. Ada semacam ”ambang keluhan” yang harus dicapai sebelum seseorang memutuskan untuk mengeluh/mengomel.
Ambang batas ini masih dieksplorasi tetapi kemungkinan memiliki banyak aspek. Salah satunya adalah locus of control atau seberapa besar kendali yang dirasakan seseorang dalam suatu situasi.
Mungkin ada faktor pribadi lain yang juga terlibat, seperti toleransi terhadap konflik, usia, dan keinginan untuk menampilkan diri secara positif. Ada beberapa orang yang sepertinya tidak pernah puas, mereka dikenal sebagai pengeluh kronis. Mereka memiliki kecenderungan untuk terus merenungkan masalah dan fokus pada kemunduran daripada kemajuan.
Jenis keluhan kedua adalah melampiaskan, mengeluarkan. Ventilasi mengekspresikan ketidakpuasan emosional. Pengeluh jenis ini cenderung berfokus pada diri dan pengalaman mereka sendiri saja yang mungkin negatif.
Dengan menunjukkan kemarahan, frustrasi, atau kekecewaannya, mereka meminta perhatian dari orang lain. Mereka bisa merasa divalidasi dengan mendapat perhatian dan simpati. Pengeluh sangat mungkin mengabaikan saran dan solusi yang diusulkan untuk masalahnya. Mereka tidak ingin menyelesaikan apa pun, hanya menginginkan validasi atau pembenaran.
Salah satu kelemahan yang tidak menguntungkan, baik dari melampiaskan maupun mengeluh kronis adalah bahwa hal ini dapat mengganggu suasana hati orang. Dalam satu rangkaian studi, Robert Biswas-Diener melacak suasana hati orang-orang sebelum dan sesudah mendengar keluhan. Seperti yang diperkirakan, mendengarkan keluhan membuat orang merasa lebih buruk. Terlebih lagi, pengeluh juga merasa makin buruk.
Jenis keluhan ketiga dikenal sebagai ”keluhan instrumental”. Keluhan jenis ini adalah tentang menyelesaikan masalah. Ketika Anda mengonfrontasi pasangan tentang pengeluarannya yang berlebihan untuk kartu kredit, ini bisa jadi keluhan yang penting. Apalagi jika Anda fokus pada dampak masalah, pentingnya berubah, dan bekerja sama untuk membuat rencana perubahan.
Hanya saja, sebuah penelitian menunjukkan bahwa jenis keluhan ini berjumlah kurang dari 25 persen dari semua keluhan. Jadi lebih banyak keluhan yang tidak berorientasi pada solusi.
Mari kita berefleksi, masuk ke jenis pengeluh manakah kita selama ini?
Menghadapi pengeluh
Dalam situasi sekarang, ketika kita harus lebih banyak berada di rumah dengan jumlah anggota keluarga terbatas, berurusan dengan orang yang sering mengeluh bisa jadi sulit, menjengkelkan, bahkan bisa menguras mental dan emosional. Trudi Griffin dalam https://www.wikihow.com (referensi Mei, 2020) memberi berbagai cara konstruktif. Berikut beberapa di antaranya:
1. Ubah topik pembicaraan. Mendengarkan keluhan sebaya atau pasangan bisa melelahkan dan membuat percakapan menjadi canggung. Saat mengalihkan fokus, tunjukkan bahwa Anda ingin membicarakan hal lain. Pastikan saja untuk mengubah topik pembicaraan menjadi sesuatu yang lebih netral.
Hindari topik yang berpotensi negatif. Misalnya, jika Anda memiliki pasangan yang selalu mengeluh tentang pekerjaan, jangan membahasnya. Sebaliknya, bicarakan keberhasilan prestasi anak yang baru saja disampaikan guru.
2. Tetapkan batasan. Mungkin teman Anda terus-menerus menelpon untuk ”curhat”. Jika orang sering mengeluh kepada Anda, itu artinya mereka melihat Anda sebagai orang yang bisa dipercaya, namun bisa melelahkan secara emosional bagi Anda. Coba katakan, ”Titi, aku selalu ada untukmu. Tapi terkadang aku ingin cerita tentang hidupku sendiri juga.”
Mungkin teman Anda memiliki masalah yang membuat Anda terganggu, misalnya sering mengeluh tentang kehidupan seksnya yang mengecewakan. Coba katakan, ”Maaf, maukah kamu mengubah topik pembicaraan? Detail pribadi seperti itu membuatku tidak nyaman.”
3. Lakukan ”Pesan Saya”. Penting untuk menjelaskan kepada pengeluh bahwa Anda merasa terganggu jika dia terus mengeluh. Anda dapat menggunakan cara ini untuk mengungkapkan perasaan Anda dan juga dapat meminta orang yang mengeluh untuk mengungkapkan perasaannya menggunakan cara yang sama. ”Pesan Saya” lebih berfokus pada perasaan atau ide orang yang berbicara, daripada orang yang mendengarkan.
Cara ini dapat membantu Anda untuk mengurangi stres karena keluhan yang Anda dengar. Misalnya, Jika Anda tinggal bersama seseorang yang terus-menerus mengeluh, hal itu bisa membuat Anda merasa dia menyalahkan Anda atas segala sesuatu yang salah di rumah. Daripada menyatakan, ”Saya muak mendengar kamu berkeluh kesah terus,” coba katakan, ”Rasanya saya disalahkan atas segala sesuatu yang tidak beres di rumah.”
4. Menghadapi warga lansia yang sering mengeluh. Luangkan waktu sebentar untuk mendengarkan. Para warga lansia sering kali merasa kesepian dan sebenarnya hanya ingin diajak bicara. Cobalah mengubah topik menjadi sesuatu yang ceria dan nikmati obrolan.
Tawarkan bantuan, jika sang lansia sudah tidak mampu menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Misalnya jika nenek mengeluh sakit untuk berjalan ke dapur, tawarkan solusi bahwa Anda bisa mengambilkan makanan yang dibutuhkannya.
5. Menghadapi anak yang banyak mengeluh. Anak pra-remaja dan remaja khususnya sering banyak mengeluh. Anda dapat memilih bagaimana menanggapi keluhan yang dibuat oleh mereka. Cobalah brainstorming dengan anak remaja yang mengeluh bosan, minta dia untuk membuat daftar beberapa hal yang ingin dia lakukan. Ini akan membantunya belajar menemukan solusinya sendiri.
Tetaplah bersabar dengan mengingat bahwa anak-anak sedang mengalami banyak perubahan. Sering kali, keluhan seorang anak didasari oleh rasa cemas, bahkan kelelahan. Berhati-hatilah untuk menemukan akar masalahnya.
Bersikap tidak menghakimi dan mencoba untuk tidak mengeritik anak Anda karena dia mengeluh. Jika ini dilakukan, Anda justru bisa menjadi semacam ”perhatian” yang didapat anak. Jika dengan mengeluh anak tidak mendapat banyak ”perhatian”, dia akan belajar menemukan hal-hal positif untuk dikatakan dan mengurangi keluhannya.
Selamat berakhir tahun.