Saya sangat gembira menyambut kebijakan pemerintah terkait pengangkatan guru honorer menjadi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Dalam penjelasan disebutkan, meski anggaran berasal dari pusat, daerah yang akan mengusulkan.
Saya melihat jika penempatannya masih menggunakan sistem CPNS, banyak sekolah, terutama sekolah asal guru bersangkutan, yang akan mengalami kekurangan tenaga pengajar. Hal ini juga merugikan sekolah karena selama ini mereka terdaftar di data pokok pendidikan (dapodik) sekolah tersebut dan kini, ketika lulus, mereka akan dipindahkan sesuai dengan pengusulan daerah.
Kepala sekolah pasti akan kesulitan mencari guru baru lagi untuk menggantikan guru tersebut, apalagi jika itu terjadi pada pertengahan tahun pelajaran. Hal ini jelas-jelas merugikan siswa.
Ada beberapa usul yang saya sampaikan terkait hal ini. Pertama, guru honorer, baik yang berada di sekolah negeri maupun sekolah swasta—yang selama ini mengabdi di satu sekolah dan terdaftar dapodik sekolah tersebut—apabila lulus seleksi sebaiknya ditempatkan kembali di sekolah yang bersangkutan. Statusnya tentu saja bukan lagi sebagai guru honorer, tetapi menjadi guru PPPK.
Kedua, kekurangan formasi guru pada sekolah-sekolah lain sebaiknya diisi oleh mereka yang baru mendaftar sebagai guru, bukan guru yang sudah terdaftar di dapodik suatu sekolah.
Pemerintah kiranya memperhatikan serius hal ini agar jangan sampai terjadi mutasi besar-besaran guru pada tahun ini. Kita perlu berhati-hati karena kebijakan PPPK akan mengganggu stabilitas sekolah, apalagi saat ini dalam masa pandemi.
Johannes Tnomel
Jl Mega Mendung, Maulafa, Kota Kupang, NTT
Haiti
Artikel Andre Rahardian (Kompas, 27/11/2020) tentang ”Memurnikan Jiwa Relawan” menarik, terutama di pungkasannya (kolom 7). Namun, di awal (kolom 3, alinea 2), ada yang tidak pas. Ditulis Haiti, Amerika Utara.
Seingat saya (dari pelajaran Ilmu Bumi di SMP) Haiti itu di Karibia, Amerika Tengah, berjiran—dekat dan berbagi pulau—dengan Dominika.
Saya sendiri tidak tahu secara pasti, apakah itu di Amerika Utara atau di Amerika Tengah. Tak apalah.
Di media sosial, katanya Presiden Donald J Trump mengira Haiti di Afrika!
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas penjelasan yang Anda sampaikan.
Waspadai Covid-19
Memasuki Desember 2020, pertambahan kasus positif melonjak tinggi. Pemerintah dan masyarakat harus waspada karena ada pilkada serentak dan libur akhir tahun.
Butuh keseriusan dalam penanganan Covid-19. Pelaksanaan protokol kesehatan tidak boleh mengendur. Seyogianya penerapan testing, tracing, treatment (3T) dimaksimalkan untuk memutus rantai penyebaran. Kaji kembali pelbagai kebijakan yang menimbulkan kerumunan.
Wening Cahyani
Klaten, Jawa Tengah
Tagihan Air Naik
Saya merasa dirugikan oleh PDAM Kota Bogor karena tagihan yang tidak masuk akal. Biasanya pemakaian air berkisar 13–15 meter kubik tiap bulan, berdasarkan data September 2019-Mei 2020.
Namun, sejak Juni 2020 tagihan mulai tidak wajar. Juni menjadi 119 meter kubik, Juli 48 meter kubik, Agustus 102 meter kubik, dan Oktober 83 meter kubik. Pemakaian air relatif tak berubah dan tak ada kebocoran.
Keluhan sudah ditindaklanjuti pihak PDAM dengan mengirim petugas untuk memeriksa kemungkinan kebocoran di instalasi rumah pada 10/11/2020. Hasilnya tak ada kebocoran. Selanjutnya memeriksa meter air pada 25/11/2020 dengan hasil akurat (deviasi 0,4 persen).
Dengan hasil tersebut, saya tetap harus membayar sesuai tagihan. Tentu saja saya merasa tidak puas karena jumlah tagihan tidak masuk akal.
Rasa kecewa saya bertambah ketika pihak PDAM seolah tidak berupaya mencari tahu kenapa masalah itu terjadi karena ternyata masalah yang sama juga dialami beberapa pelanggan yang saya temui ketika kami sama-sama melapor ke kantor PDAM.
Selaku pelanggan, kami berharap pihak PDAM membuat kajian teknis lebih lanjut sehingga masalah ini tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Indrayana
Jl Gumilang, Vila Duta, Baranangsiang, Bogor