Apabila RUU Cipta Kerja akhirnya berlaku, kita harus memiliki peraturan pelaksanaan yang sungguh menjamin ketersediaan pangan serta memastikan petani dan nelayan kita tak terlempar dari lahannya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja rumpun pangan dan pertanian apabila disahkan memerlukan peraturan turunan menjamin kesejahteraan petani.
Harian Kompas, Kamis (8/10/2020), menurunkan laporan mengenai sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja yang mengubah sejumlah pasal dalam UU yang berhubungan dengan pangan, pertanian, serta perlindungan petani. RUU Cipta Kerja mempermudah impor pangan. Salah satunya terlihat pada Pasal 64 RUU yang menjadikan impor sebagai sumber pangan setara dengan dua sumber lainnya, yaitu produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan, sumber pangan berasal dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional dan mengutamakan produksi pangan dalam negeri.
Isi Pasal 64 RUU yang menyebutkan sumber penyediaan pangan dalam negeri dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha pangan mikro dan kecil melalui pengaturan tarif dan nontarif memperlihatkan, pasal-pasal ini dibuat untuk kepentingan perdagangan internasional.
RUU Cipta Kerja bertujuan mendorong investasi dan meningkatkan lapangan kerja yang seharusnya berkualitas. Dengan meyakini RUU ini adalah baik dan dibuat dengan niat dan tujuan baik, kita juga perlu memastikan RUU ini dibuat dengan cara baik agar pada akhirnya RUU ini memberi hasil yang juga baik bagi mayoritas rakyat.
Dalam penyediaan pangan, Indonesia dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa, luas, dan berbentuk kepulauan sudah seharusnya membangun ketahanan pangan dalam negeri. Apalagi, dunia menghadapi ancaman nyata perubahan iklim. Ancaman tak terduga juga selalu ada, seperti pandemi Covid-19 yang memengaruhi produksi dan distribusi pangan dunia, selain stabilitas geopolitik kawasan.
Indonesia perlu menghormati perjanjian perdagangan global melalui Organisasi Perdagangan Dunia dan multilateral.
Kepentingan dalam negeri tetap harus diutamakan. Petani, nelayan, peternak, dan pekebun, jumlahnya hampir separuh penduduk. Sebagian besar mereka tidak miskin, tetapi juga belum sejahtera seperti yang kita cita-citakan sebagai warga negara sebesar dan sekaya Indonesia.
Hampir semua negara memproteksi petani dan nelayannya dengan segala cara, termasuk membeli mahal produk petani, seperti di Jepang dan Uni Eropa. Impor pangan dihambat dengan bermacam aturan higienitas dan keamanan pangan. Tujuannya hanya satu, melindungi petani dan sumber produksi dalam negeri.
Apabila RUU Cipta Kerja akhirnya berlaku, kita harus memiliki peraturan pelaksanaan yang sungguh menjamin ketersediaan pangan serta memastikan petani dan nelayan kita tak terlempar dari lahannya karena terdesak produk impor. Peraturan pelaksanaan juga harus menjamin tidak terjadi ekonomi rente impor, ekspor, dan agrobisnis yang menguntungkan segelintir orang dan kelompok. Ketahanan pangan harus dimulai dari kesejahteraan petani dan nelayan.