Kasus buron Joko S Tjandra diyakini melibatkan banyak pihak dalam tubuh institusi penegak hukum. Rakyat kecewa dengan skandal yang memalukan Republik.
Oleh
Editor
·2 menit baca
Kasus buron Joko S Tjandra diyakini melibatkan banyak pihak dalam tubuh institusi penegak hukum. Rakyat kecewa dengan skandal yang memalukan Republik.
Kita memberikan apresiasi atas langkah cepat Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis. Tiga jenderal polisi dilepas dari jabatannya terkait dengan kasus Joko Tjandra sesuai dengan derajat pelanggarannya. Ketiga jenderal itu adalah Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo (Kepala Biro di Bareskrim), Brigjen (Pol) Nugroho Wibowo (Sekjen NCB Internasional Indonesia), dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte (Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri). Dari jajaran pemerintahan, Lurah Grogol Selatan Asep Subahan telah dinonaktifkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Apakah hanya orang itu yang terlibat? Kita meyakini masih ada institusi lain yang juga terlibat dalam proses gotong royong untuk ”menyelamatkan” Joko Tjandra. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana penyelidikan kasus Joko Tjandra bisa dilakukan secara transparan, akuntabel, independen, dan kredibel. Penyelidikan di lingkungan Mabes Polri berpotensi terjadi konflik kepentingan.
Sebagai wakil rakyat, DPR sebenarnya bisa mengambil inisiatif melakukan pengawasan politik. Langkah Komisi III DPR sebenarnya tepat untuk mengundang rapat gabungan dengan semua pemimpin lembaga penegak hukum terkait untuk mendapat peta permasalahan kasus Joko Tjandra. Permintaan untuk mengundang penegak hukum minimal bisa memperjelas duduknya soal di balik kasus Joko Tjandra.
Namun, sayangnya, langkah Komisi III DPR itu terkendala masalah birokratik dan formalistik DPR. Pimpinan DPR, melalui Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, melarang menggelar rapat pada masa-masa reses. Azis, Wakil Ketua DPR dari Golkar, seperti dikutip Kompas, mengatakan, dirinya tidak ingin melanggar Tata Tertib DPR. Pandangan Azis dibantah anggota DPR lain, seperti Amir Uskara dari Fraksi Persatuan Pembangunan dan Willy Aditya dari Partai Nasdem (Kompas, 20 Juli 2020). Kepekaan politik hilang!
Sesuai dengan fungsinya melakukan pengawasan politik, DPR sebenarnya punya ruang dan peluang untuk mengawasi skandal besar Joko Tjandra yang memalukan Republik dan rakyatnya. Jika mengikuti logika DPR pada masa reses tidak boleh rapat, berarti DPR akan ”mandul” sejak reses sampai sidang lagi pada 13 Agustus 2020. Isu politik liar yang berkembang sebenarnya bisa dimoderasi jika DPR mengambil peran pengawasan. Namun, jika memang itu pilihan politik pimpinan DPR, rakyat tak bisa apa-apa.
Kita mendorong masyarakat sipil untuk terus mengawasi pengungkapan skandal besar Joko Tjandra. Mengawasi penyelidikan yang dilakukan polisi, mendorong langkah pengawasan di lingkungan kejaksaan, mendorong pengungkapan di lingkungan imigrasi, dan mendorong organisasi advokat untuk juga mendudukkan persoalan posisi advokat dalam pembelaan kasus Joko Tjandra. Inisiatif masyarakat sipil ini perlu untuk memberi kesempatan ”yang terhormat” anggota DPR reses.