”Webinar”
Beberapa bulan lalu saya diminta melakukan sesi berbagi dalam dua webinar oleh dua perusahaan besar. Saya tak akan menceritakan apa yang saya bagikan, tetapi mau menceritakan pengalaman menjalani webinar itu.
Beberapa bulan lalu saya diminta melakukan sesi berbagi dalam dua webinar oleh dua perusahaan besar. Saya tak akan menceritakan apa yang saya bagikan, tetapi mau menceritakan pengalaman menjalani webinar itu.
”Brand positioning”
Saya sangat mengerti sebagai pembicara, kami selalu mendapat arahan dari perusahaan yang mengajak kami untuk berbagi. Arahannya bisa macam-macam, dari yang biasa-biasa saja sampai yang benar menjengkelkan dan mampu mengubah kepribadian saya dalam waktu satu jam. Hal yang terakhir ini yang akan saya ceritakan.
Dalam menjalankan usaha saya, kalau saya hendak mengajak atau mengundang seorang penyanyi, seorang pembicara atau seorang tokoh, saya selalu akan mencari tahu siapa mereka. Bukan soal latar belakang kehidupannya saja, tetapi mencari tahu apakah mereka memiliki brand positioning yang sama dengan usaha saya.
Pada waktu dua perusahaan itu menghubungi saya dan terjadilah peristiwa yang menjengkelkan itu, pertanyaan pertama yang terlintas di kepala adalah apakah mereka tidak mencari tahu tentang siapa saya sesungguhnya?
Bagaimana saya menulis pemikiran-pemikiran saya melalui akun media sosial saya atau tulisan saya di kolom ini yang mudah ditelusuri. Bagaimana orang telah merasakan tajamnya mulut saya kalau berbicara dan berkomentar.
Apakah mengajak saya berbagi itu sudah sesuai dengan brand positioning perusahaan mereka yang mungkin telah dikenal oleh orang kebanyakan sebagai perusahaan yang sangat baik, kalem, konvensional, dan tidak neko-neko?
Karena mengajak saya, itu sama artinya mengajak manusia yang tidak kalem, galak, yang omongannya tajam kadang menyakitkan dan neko-neko dalam arti yang menurut saya bertujuan baik untuk memberi cara pandang yang baru. Itu telah menjadi ciri khas saya yang membedakan dengan para pembicara atau para motivator lainnya.
Mengapa saya bertanya soal kesamaan brand positioning? Karena ketidaksamaan brand positioning telah membuat saya selalu mendapat pesan semacam: ”Mas Samuel, mohon nanti kalau membawakan materi mulutnya dijaga, ya.”
Saya sampai berpikir, kalau pesan itu sampai terjadi, mengapa mereka datang ke pembicara seperti saya? Apakah karena saya murah? Apakah karena saya bisa gratis? Apakah mereka sejatinya tidak mencari tahu siapa saya, tetapi hanya membutuhkan nama saya yang lumayan dikenal?
Menjadi orang lain
Mengapa mereka mengutarakan pesan itu, kalau mulut saya ditakuti dapat mengubah persepsi orang tentang perusahaan mereka? Kalau mereka tidak siap menerima saya, mengapa mereka mencoba mengubah saya menjadi orang lain, hanya karena mereka tak sanggup mendengar apa yang saya keluarkan dari mulut saya itu?
Kalau mereka tak sanggup, sekali lagi saya bertanya, mengapa mereka tak datang atau tak mengundang pembicara lain saja yang cocok dengan mereka yang tidak neko-neko itu? Mengapa mereka mengundang saya untuk membuat saya seperti mereka?
Bukankah kedatangan pembicara dari luar itu sebuah tindakan untuk menyegarkan suasana, dan yang bisa jadi memberi wawasan baru? Apakah sejatinya mereka takut saya memberi wawasan baru yang mengagetkan? Atau sejujurnya mereka mau mengundang saya untuk meminjam mulut saya menyampaikan motivasi perusahaan yang tak lagi dipedulikan oleh para karyawan?
Kalau mulut saya harus dijaga, saya merasa secara tidak langsung saya harus juga menjaga dalam membagi cara pandang saya yang baru. Saya bahkan berpikir secara ekstrem bahwa sejatinya saya tak boleh membagikan cara pandang saya yang baru.
Kemudian teman saya memberi nasihat bahwa cara pandang baru itu bukan tidak boleh disampaikan, tetapi cara menyampaikannya. Justru karena cara penyampaian itu saya dikenal, karena itulah saya memiliki sebuah kepribadian. Karena cara saya menyampaikan itu dengan ciri khas saya yang tidak berputar-putar, yang menyetrum langsung kepada sasaran dan bukan yang halus dan berputar.
Mungkin, hanya mungkin saja, bahwa sebuah perusahaan harus memiliki kesiapan mental dalam mengundang seorang pembicara atau seorang motivator selain memperhatikan kesamaan brand positioning, dan kesamaan imbalan yang tidak berakhir dengan kalimat macam begini. ”Mas, aku enggak ada budget. Mas, budgetku cuma segini.”
Persiapan mental itu diperlukan agar tidak mengubah kepribadian orang lain untuk disamakan seperti kepribadian perusahaan. Oleh karena itu, ketika saya selesai melakukan webinar, dua pengikut saya mengirim pesan mempertanyakan mengapa saya tak menjadi diri saya sendiri? Mengapa komentar pedasmu tak terasa? Mengapa kamu menjadi orang lain?
Semalam setelah webinar itu selesai, saya sungguh tak bisa tidur. Saya sedih sekali karena saya telah menjadi orang lain. Saya sangat sedih karena saya telah menyelamatkan muka mereka dan menghancurkan muka saya sendiri.
Saya belajar malam itu bahwa kalau saya sebagai manusia tak siap menerima kepribadian orang lain yang berbeda sangat, saya tak perlu mengubah mereka hanya agar saya terselamatkan. Saya yang harus menyiapkan mental untuk menghadapi kehidupan dengan manusianya yang ternyata tak memiliki cara pandang seperti seragam suster di rumah sakit.