Membangun Papua berarti juga membangun manusianya. Generasi muda Papua harus diberi banyak kesempatan berkembang dan berkarya di berbagai bidang kehidupan.
Oleh
Rangga Eka Sakti
·5 menit baca
Meski pembangunan gencar dilakukan, Papua masih belum mampu beriringan kondisi sosial ekonominya dengan daerah lain. Di tengah serba terbatas itu dan bahkan masih didera kekerasan, generasi mudanya tak mau menyerah. Ada harapan tinggi dan optimisme di benak mereka untuk melangkah ke depan.
Gambaran ini tercermin dari survei Litbang Kompas yang dilakukan pada Maret 2022. Besarnya harapan generasi muda Papua ini disuarakan mayoritas responden (81,5 persen) baik asli Papua maupun dari keluarga non Papua. Mereka tidak lagi memandang sekat-sekat perbedaan latar belakang budaya dan sosial.
Selain itu, survei juga menunjukkan sebagian besar responden (89 persen) generasi muda Papua dan Papua Barat merasakan rukunnya hubungan antar umat beragama.
Kerukunan antar masyarakat ini pun melebar, tak hanya berhenti dalam tenggang rasa beragama. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari responden mengaku merasa bahwa hubungan masyarakat antar suku di Papua dan Papua Barat penuh dengan kerukunan.
Namun, aspek kerukunan generasi muda ini justru memudar ketika bercampur dengan kepentingan politik. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kerukunan antar para pendukung partai politik yang relatif rendah di angka 55 persen.
Kohesivitas sosial di generasi muda Papua ini tidak hanya terjadi di level meso, melainkan juga di tingkat mikro. Keeratan hubungan antar masyarakat muda ini terkonversi menjadi kepercayaan, bahkan melebihi ikatan kesukuan.
Hal tersebut dibuktikan dari hasil survei yang menunjukkan bahwa tetangga menjadi pilihan dari 52,9 persen responden ketika sedang mmebutuhkan bantuan. Angka tersebut lebih tinggi dari orang sesama suku yang dipilih oleh 28,9 persen responden.
Hal ini juga diperkuat dengan potensi ancaman gesekan sosial diantara generasi muda. Bagi mereka, ancaman terjadinya gesekan bukan berasal dari persoalan ideologis atau identitas. Justru, mereka khawatir jika konflik muncul akibat kebiasaan buruk seperti konsumsi minuman beralkohol.
Adil dan bahagia
Eratnya relasi antar pemuda di Papua ini bisa jadi terbentuk karena adanya rasa keadilan. Hasil survei menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi soal perlakuan yang adil berdasar berbagai latar belakang. Sebesar 60,8 persen dari generasi muda merasa bahwa perlakuan yang diterima masyarakat berdasar suku sudah adil. Sedikit lebih tinggi, sekitar 62 persen dari responden juga menyatakan bahwa perlakuan kepada OAP dan Bukan OAP sudah relatif setara.
Tak heran, sebagian besar dari pemuda di Papua merasa bahagia dengan hidupnya. Data survei menunjukkan bahwa lebih dari 85 persen dari generasi muda di Papua dan Papua Barat bahagia dengan hidupnya saat ini. Bahkan, jika dibandingkan dengan lima tahun lalu, sekitar 82 persen dari responden mengaku bahwa kehidupan mereka saat ini sudah lebih baik.
Jika dilihat lebih dalam, kebahagiaan ini bersumber dari pemenuhan aspek kehidupan sosial. Sebagai contohnya, 89,4 persen dari generasi muda Papua puas dengan hubungan mereka dengan keluarga. Selanjutnya, aspek lain yang mendapat tingkat kepuasan tertinggi ialah pergaulan sosial dengan angka di kisaran 85 persen.
Selain itu, terdapat juga kesamaan rasa bangga yang kian memupuk eratnya persaudaraan generasi muda Papua. Nyaris 92 persen dari pemuda mengaku bangga menjadi warga Papua. Sedangkan, tak sampai 7 persen dari mereka yang berkata sebaliknya.
Kebanggaan ini pun terkonversi menjadi rasa percaya diri sebagai warga Papua. Di tengah keterbatasan fasilitas pendukung, lebih dari 84 persen dari mereka merasa percaya diri untuk bersaing dengan generasi muda Indonesia lainnya baik di dunia kerja maupun di dunia usaha. Hanya sekitar 12 persen di antara mereka yang merasa masih rendah diri.
Optimis
Tidak berlebihan jika model kohesivitas sosial dan kepercayaan diri ini kemudian berbuah harapan dan optimisime. Hasil survei menunjukkan bahwa 81,5 persen dari generasi muda Papua yakin bahwa lima tahun ke depan, kehidupan mereka akan menjadi lebih baik dibanding saat ini.
Sebagian besar dari generasi muda Papua lebih tertarik untuk menetap di daerahnya ketimbang bermigrasi. Dalam survei lalu, terlihat bahwa nyaris 85 persen dari pemuda memilih untuk tinggal dan menetap di kedua provinsi tersebut.
Tidak hanya tinggal, mereka pun memiliki keinginan untuk membangun daerahnya. Hal ini ditunjukkan dari hasil survei di mana lebih dari 86 persen dari responden mengaku ingin untuk membangun karir maupun usaha di Papua dan Papua Barat.
Mewujudkan percepatan pembangunan Papua tak hanya bisa mengandalkan semangat generasi mudanya saja. Modal sosial ini tidak akan berdampak banyak apabila tidak didukung oleh kebijakan yang mempermudah akses mereka baik untuk pengembangan diri maupun modal untuk berkarir ataupun berusaha.
Hal ini pun selaras dengan kegelisahan yang dirasakan oleh masyarakat muda Papua. Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari 45 persen generasi muda Papua masih merasa belum mendapat akses yang adil dalam hal pendidikan. Patut dimaklumi, lebih dari sepertiga dari mereka masih merasa bahwa kebutuhan pendidikan yang mendasar seperti wajib sekolah 12 tahun dan kualitas guru yang mumpuni masih belum terpenuhi di daerah mereka tinggal.
Selanjutnya, mereka juga merasa belum cukup mendapat akses kepada modal ekonomi. Buktinya, tema ekonomi dirasa menjadi ganjalan generasi muda untuk mengembangkan potensi. Dalam survei, mereka menyatakan bahwa hambatan utama untuk mewujudkan cita-cita mereka ialah soal keuangan (35,8 persen), modal usaha (17,3 persen) dan ekonomi (11,3 persen). Terlebih lagi, keuangan menjadi aspek kehidupan yang paling rendah mendapat kepuasan di benak generasi muda Papua (62 persen).
Namun, keterbatasan ini nyatanya tidak membuat mereka menyerah. Demi masa depan Tanah Papua yang lebih baik, seperempat dari generasi muda di kedua provinsi ini mau berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tak hanya itu, lebih dari 18 persen lainnya ingin bergerak untuk bisa terus membuka lapangan pekerjaan bagi warga Papua untuk bisa berkarya.
Tentu, harapan dan optimisme ini perlu untuk disambut semua pihak. Masih ada generasi Papua yang memandang ke depan dengan nada positif. Torang bisa! (LITBANG KOMPAS)