”Persahabatan” Tsitsipas dan Monte Carlo
Dua tahun tanpa gelar ajang besar, Stefanos Tsitsipas menjuarai Monte Carlo Masters. Ini jadi gelar ketiganya di sana.
MONTE CARLO, MINGGU — Stefanos Tsitsipas bersaing dalam turnamen tenis ATP Masters 1000 Monte Carlo sebagai petenis ranking ke-12 dunia, posisi terendah yang ditempatinya sejak awal 2019, serta tanpa gelar juara ajang besar selama dua tahun. Namun, dia dan ayah yang juga pelatihnya, Apostolos Tsitsipas, tak pernah kehilangan keyakinan akan kembali pada performa terbaik.
Keyakinan itu ditunjukkan Tsitsipas selama sepekan tampil di Monte Carlo Country Club, Monako, pada 7-14 April. Tsitsipas menjadi juara setelah mengalahkan Casper Ruud dengan skor 6-1, 6-4 pada final yang berlangsung pada Minggu (14/4/2024).
Ini menjadi gelar pertama petenis Yunani tersebut pada panggung besar setelah menjadi juara di turnamen yang sama dua tahun lalu. Kemenangan atas Alejandro Davidovich Fokina pada final Monte Carlo Masters 2022 membuat Tsitsipas mempertahankan gelar pertamanya dari level ATP Masters 1000.
Setelah menjuarai Monte Carlo Masters 2022, performanya menurun. Dia hanya menjuarai satu turnamen kecil, yaitu ATP 250 Los Cabos, Meksiko, pada Juli 2023.
Baca juga: Transisi Mulus Jannik Sinner
Namun, ketika kembali ke Monte Carlo pada pekan ini, Tsitsipas bagaikan mendapat energi baru. Sebelum bertemu Ruud di final, dia menyingkirkan petenis terbaik pada 2024, Jannik Sinner. Tsitsipas berada di ambang kekalahan dari juara Grand Slam Australia Terbuka tersebut, tetapi dia bisa bangkit dan menang dengan skor 6-4, 3-6, 6-4 setelah bertanding selama dua jam 40 menit.
”Saya tak pernah ragu bahwa dia akan kembali bermain pada level ini. Stefanos adalah pemimpi. Kami bangun setiap pagi dengan energi yang positif,” ujar Apostolos tentang putranya yang berusia 25 tahun tersebut.
Tsitsipas adalah salah satu petenis NextGen yang mulai bersinar pada 2018. Pada masa itu, para pesaing yang berada dalam satu generasi dengannya adalah Alexander Zverev, Andrey Rublev, dan Daniil Medvedev yang dua tahun lebih tua.
Dia mulai menjadi ancaman bagi trio Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic pada 2021 ketika menjuarai Monte Carlo Masters, dilanjutkan dengan lolos ke final Perancis Terbuka. Tsitsipas hampir meraih gelar juara Grand Slam untuk pertama kalinya ketika merebut dua set pertama saat melawan Djokovic di final. Namun, level ketangguhan mentalnya untuk bersaing di final Grand Slam masih berada di bawah sang senior, hingga Tsitsipas pun kalah lima set.
Baca juga: Lapangan Tanah Liat Menantang bagi Jannik Sinner
Tsitsipas mempertahankan performa tersebut pada musim berikutnya, tetapi kalah bersaing dengan generasi baru, seperti Sinner dan Carlos Alcaraz, pada 2023. Memasuki persaingan di Monte Carlo pada tahun ini, statistik penampilannya tak begitu meyakinkan, yaitu 11 kali menang dari 17 pertandingan.
Namun, atmosfer Monte Carlo County Club rupanya membuat Tsitsipas nyaman. Tampil di lapangan tanah liat dengan cuaca panas, serta dukungan komunitas Yunani di stadion membuatnya teringat pada masa-masa latihan saat kecil di negaranya.
”Bermain di Eropa dalam kondisi seperti ini sama seperti yang saya alami saat anak-anak. Saya terbiasa bermain berjam-jam dalam situasi seperti ini pada masa itu,” katanya dalam laman resmi ATP.
Gelar juara Monte Carlo Masters 2024 membuat Tsitsipas menjadi petenis kelima yang memenangi turnamen tersebut sebanyak tiga kali atau lebih. Dia bergabung dengan Rafael Nadal yang 11 kali menjadi juara, Bjorn Borg (3), Thomas Muster (3), dan Ilie Nastase (3).
Baca juga: Djokovic Atasi Momen Sulit di Monte Carlo
Stefanos adalah pemimpi. Kami bangun setiap pagi dengan energi yang positif.
”Saya melalui masa sulit. Ketika pada akhirnya bisa menjuarai lagi turnamen dan kembali ke podium, rasanya sangat luar biasa. Saya sangat berterima kasih pada keluarga, teman-teman, dan tim. Momen ini terasa lebih spesial dibandingkan yang pertama dan kedua,” tuturnya dalam laman resmi ATP.
Tsitsipas menilai, gelar juara tahun ini lebih spesial berdasarkan perbandingan petenis yang dihadapinya. Zverev, Sinner, dan Ruud, beberapa lawan yang dihadapinya pada sepekan ke belakang mendorongnya harus tampil sebaik mungkin.
”Mungkin ada yang mengatakan, bukankah yang pertama lebih spesial karena saya juara tanpa kehilangan set. Bagi saya, tidak seperti itu. Bisa menang atas petenis terbaik pada semifinal, lalu di final, memperlihatkan konsistensi permainan saya. Saya berusaha untuk terus berkembang,” katanya.
Berkat keyakinan dan upayanya untuk tetap berkembang, Tsitsipas akan meninggalkan Monte Carlo dengan status sebagai petenis peringkat sepuluh besar kembali, tepatnya di ranking ketujuh. Dia pun mendapat suntikan motivasi untuk menghadapi puncak persaingan di lapangan tanah liat, yaitu Perancis Terbuka pada 26 Mei-9 Juni.
Baca juga: Kerja Ekstrakeras Para Juara Grand Slam
Kemenangan Tsitsipas menunda pengejaran Ruud untuk mendapatkan gelar pertama dari turnamen besar setelah kalah di final Miami Masters 2022 dan tiga kali di final Grand Slam. Sama seperti Tsitsipas, petenis Norwegia itu memiliki sepuluh gelar juara dari ATP World Tour sebelum bersaing di final Monte Carlo, tetapi Ruud memperolehnya dari level rendah, yaitu ATP 250. Dari sepuluh gelar tersebut, sembilan di antaranya didapat dari turnamen lapangan tanah liat.
Meski dominasi Ruud dan Tsitsipas di lapangan tanah liat belum mencapai tahap seperti Rafael Nadal (dengan persentase kemenangan 91 persen), kedua petenis itu memiliki penampilan lebih baik di lapangan berkarakter lambat tersebut. Persentase kemenangan mereka di tanah liat (Ruud 73 persen, Tsitsipas 76 persen) lebih tinggi dibandingkan di lapangan keras dan rumput.
”Stefanos adalah petenis fantastis di semua lapangan, tetapi di tanah liat, performa dia lebih baik. Sebelumnya, dia dua kali juara di sini, jadi, bisa terlihat dia bermain dengan nyaman di sini,” komentar Ruud.
Ruud termotivasi oleh kemenangan atas Djokovic di semifinal dengan skor 6-4, 1-6, 6-4. Itu menjadi kemenangan pertama Ruud atas petenis nomor satu dunia tersebut dalam enam pertemuan. ”Tentu saja, saya sangat senang dengan kemenangan tersebut. Momen itu akan saya ingat untuk waktu yang lama,” katanya.
Ruud juga bercerita, pada satu momen, dia berdoa agar Djokovic melakukan double fault. Ternyata, doa itu terkabul dan itu terjadi pada momen penting yang memberikan poin terakhir bagi Ruud.
Baca juga: Nadal Kembali Bertanding di Barcelona
Sisi positif Djokovic
Kekalahan selalu membuat kecewa bagi setiap atlet, termasuk Djokovic. Namun, dia tetap melihat sisi positif dari kekalahannya pada semifinal. ”Setelah kehilangan set pertama, saya bisa menemukan kekuatan kembali dan bangkit. Tentu saja, set terakhir mengecewakan karena unforced error, tetapi, setidaknya ada hal positif yang bisa saya ambil dari turnamen ini untuk berikutnya,” kata petenis Serbia itu.
Dengan kekalahan tersebut, Djokovic belum juga mendapatkan gelar juara pada 2024. Dia bahkan belum menembus final dari tiga turnamen. Selain Monte Carlo Masters, Djokovic juga tersingkir pada semifinal Australia Terbuka dan babak ketiga Indian Wells Masters.
Bagi petenis lain, menembus empat besar dalam level Masters 1000 dan Grand Slam bisa saja menjadi pencapaian baik, tetapi tidak bagi Djokovic yang memegang berbagai macam rekor. Dia adalah petenis dengan gelar Grand Slam terbanyak, yaitu 24, dan petenis terlama di puncak peringkat dunia dengan total 420 pekan hingga pekan lalu.
Seandainya menjuarai Monte Carlo Masters, Djokovic bisa menambah daftar rekornya, yaitu menjadi petenis pertama yang menjuarai setiap turnamen Masters 1000 sebanyak tiga kali. Selain dia, tak ada satu petenis pun yang bisa menjuarai setiap Masters 1000 lebih dari sekali.
”Saya memang punya standar tinggi dalam menetapkan hasil. Jadi, belum punya gelar juara pada saat ini, jika dibandingkan 15 tahun terakhir, bukanlah hasil yang bagus pada awal musim. Berangkat dari sini, semoga saya bisa membangun permainan saya dengan lebih baik karena sebenarnya saya bermain baik,” ujar Djokovic. (AFP/REUTERS)