Tradisi Meloloskan Lifter Putri ke Olimpiade Terancam Terputus
Masih ada harapan agar tradisi angkat besi Indonesia selalu meloloskan lifter putri sejak 24 tahun lalu tidak terputus.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
PHUKET, RABU — Hasil yang diraih lifter putri Indonesia, Nurul Akmal, di kualifikasi terakhir Olimpiade Paris 2024 membuat tim angkat Indonesia berada di ambang tidak akan punya wakil nomor putri untuk kali perdana di Olimpiade. Tradisi meloloskan lifter putri yang terjaga sejak Olimpiade Sydney 2000 itu terancam terputus. Namun, harapan untuk kelolosan Nurul tetap ada.
Sebagai lifter yang tampil paling akhir di Piala Dunia Angkat Besi 2024, Nurul Akmal menjadi tumpuan pamungkas nomor putri untuk menempatkan wakilnya di Olimpiade Paris 2024. Namun, Nurul gagal menambah total angkatan dalam ajang kualifikasi terakhir yang digelar di Phuket, Thailand, Rabu (10/4/2024) sore itu.
Berlomba di kelas +87 kg, Nurul ”hanya” menuntaskan angkatan snatch (mengangkat beban tanpa jeda dari lantai hingga di atas kepala) seberat 107 kg. Lifter asal Aceh ini tidak berhasil pada percobaan kedua dan ketiga seberat 115 kg. Adapun pada angkatan clean and jerk (mengangkat beban dalam dua tahap), dia gagal dalam tiga kali percobaan, masing-masing seberat 145 kg, 147 kg, dan 150 kg.
”Amel (panggilan Nurul) punya kelebihan di snatch sehingga tadi kami berniat kejar di sana. Belum berhasil, tetapi Amel sudah berusaha semaksimal mungkin,” tutur pelatih tim angkat besi, Dirdja Wihardja, saat dihubungi.
Dengan hasil itu, total angkatan terbaik Nurul tetap 260 kg yang dicatatkan pertama kali di Kejuaraan Dunia 2022, Bogota, Kolombia. Dia mengulanginya di Grand Prix I 2023, Havana, Kuba. Pada tiga kualifikasi setelah itu, total angkatan Nurul justru menurun.
Padahal, Nurul membutuhkan total angkatan baru hingga 266 kg agar bisa menembus 10 besar daftar peringkat kualifikasi sebagai syarat lolos Olimpiade. Dalam daftar tersebut per 4 Maret 2024, dia menempati posisi ke-12.
Nurul pun terancam mengikuti jejak Windy Cantika Aisah, lifter kelas 49 putri, yang hampir dipastikan gagal kembali mencicipi Olimpiade pada tahun ini. Nurul dan Windy merupakan wakil Indonesia pada nomor putri di Olimpiade Tokyo 2020.
Selain Windy, empat lifter putri Indonesia lain juga hampir dipastikan gagal lolos ke Olimpiade. Mereka adalah Tsabitha Alfiah Ramadhani (kelas 71 kg), Natasya Beteyob dan Sarah (59 kg), dan Juliana Klarisa (49 kg). Di antara lifter putri lainnya, Nurul memiliki peringkat paling tinggi di kualifikasi Olimpiade ini.
Dengan begitu, Indonesia berada di ambang tak akan memiliki wakil lifter putri di Olimpiade Paris 2024. Tradisi selalu mengirimkan atlet angkat besi putri dan selalu meraih medali di Olimpiade yang terjaga sejak Sydney 2000 pun terancam terputus.
Amel (panggilan Nurul) punya kelebihan di snatch sehingga tadi kami berniat kejar di sana.
Ketika nomor putri dilombakan pertama kali di Olimpiade Sydney 2000, Indonesia mengirimkan tiga wakil, yaitu Raema Lisa Rumbewas, Sri Indriyani, dan Winarni Binti Slamet. Mereka sekaligus memulai tradisi Indonesia punya wakil nomor putri dan pulang membawa medali.
Lisa meraih medali perak dan Sri Indriyani meraih medali perunggu di kelas 48 kg putri. Adapun Winarni meraih medali perunggu di kelas 53 kg putri.
Pada Olimpiade Athena 2004, Lisa Rumbewas kembali meneruskan tradisi itu dengan mewakili Indonesia dan meraih perak di kelas 53 kg. Selain Lisa, Indonesia juga memiliki dua lifter putri lain yang tampil di Athena, yaitu Rosmaniar (48 kg) dan Patmawati Abdul Wahid (58 kg).
Lisa menandai penampilan ketiganya di panggung tertinggi olahraga dunia di Olimpiade Beijing 2008, dan berhasil meraih medali perunggu di kelas 53 kg. Dia menjadi satu-satunya lifter putri Indonesia di ajang tersebut.
Walakin, Dirdja mengatakan, Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) masih menanti Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) mengeluarkan daftar final peringkat dan atlet yang lolos pada Mei 2024. Dirdja pun melihat ada peluang Nurul lolos, tetapi pihaknya masih akan melakukan perhitungan daftar peringkat dan probabilitas tersebut.
Dirdja sebenarnya berkaca pada pengalaman di Olimpiade Tokyo 2020 ketika Nurul bersama Deni dan Rahmat menjadi atlet yang terakhir dinyatakan mendapatkan tiket. Kelolosan itu diumumkan setelah IWF melakukan penyesuaian daftar peringkat kualifikasi setelah penyesuaian poin dan memperhatikan seluruh proses antidoping.
Dari 13 lifter yang lolos ke Tokyo di tiap kelas, delapan lifter diambil dari delapan besar peringkat dunia dan lima lainnya merupakan wakil dari setiap kontinental. Empat lifter Indonesia, yaitu Eko Yuli, Windy Cantika, Deni, dan Nurul Akmal, lolos ke Olimpiade karena masuk peringkat delapan besar dunia.
Adapun Rahmat Erwin berada di peringkat ke-11 dunia. Ia memastikan tiket ke Olimpiade setelah berhasil menjadi lifter berperingkat terbaik dari Asia di luar posisi delapan besar sehingga berhak lolos dari jalur kontinental (Kompas, 13/6/2021).
Aturan kualifikasi Olimpiade Paris 2024 menjelaskan, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh lifter untuk lolos. Selain menembus 10 besar daftar peringkat kualifikasi, atlet juga memiliki kesempatan menjadi perwakilan kontinental. Terdapat lima kuota untuk putra dan putri dari jalur ini.
”Atlet dengan daftar peringkat tertinggi yang memenuhi syarat dari kategori berat badan yang mewakili negara dengan benuanya belum terwakili dalam 10 besar daftar peringkat, akan diberikan kuota ini,” bunyi aturan kualifikasi.
Adapun jika dalam kelas Olimpiade mana pun perwakilan kontinental telah tercapai, kuota yang ada akan dialokasikan kembali melalui realokasi kuota yang tidak terpakai. Kuota ini akan diberikan kepada atlet dengan peringkat tertinggi berikutnya yang memenuhi syarat dari kategori berat yang sama dengan menghormati kuota maksimum per jender dan per negara. Tiap negara hanya boleh mengirimkan maksimal tiga atlet putra dan tiga atlet putri.
Selain itu, ada juga jalur universality places yang menyediakan kuota sebanyak enam tiket, masing-masing tiga untuk putra dan putri.
”Maka dari itu, kami masih akan mencoba mencermati lagi peluang-peluang lain. Semoga ada kabar baik seperti Tokyo 2020,” tutur Dirdja.