Nurul Akmal, Harapan Terakhir Lifter Putri Lolos Olimpiade Paris 2024
Nurul Akmal menjadi harapan terakhir Indonesia menjaga agar tradisi meloloskan lifter putri ke Olimpiade tidak terputus.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
PHUKET, MINGGU - Sejak nomor putri dilombakan di Olimpiade Sydney 2000, Indonesia tak pernah absen mengirim lifter putri dan meraih medali. Kini, harapan lifter putri Indonesia untuk menjaga tradisi itu tersisa di pundak Nurul Akmal. Lima lifter putri Indonesia lainnya juga sudah hampir dipastikan gagal lolos ke Olimpiade Paris 2024.
Nurul Akmal baru akan tampil Piala Dunia Angkat Besi 2024 di Phuket, Thailand, pada Rabu (10/4/2024). Nurul menjadi wakil Indonesia terakhir yang berlaga dalam ajang kualifikasi terakhir Olimpiade Paris 2024. Nurul turun di kelas +87 kilogram Grup A.
“Walaupun pasti deg-degan karena ini kualifikasi terakhir, saya mencoba menyingkirkannya. Saya sudah berusaha di latihan, nanti tinggal berusaha di perlombaan,” ucap Nurul yang biasa disapa Amel ini.
Indonesia mengirim 11 atlet ke Phuket yang enam di antaranya merupakan lifter putri. Lima lifter putri yang tampil lebih dulu sudah hampir dipastikan gagal lolos ke Olimpiade Paris 2024.
Pada kelas 71 kg, Tsabitha Alfiah Ramadani gagal menambah total angkatan saat tampil di Grup C, Sabtu (6/4/2024). Tsabitha mencatatkan total angkatan seberat 220 kg dengan snatch (mengangkat beban tanpa jeda dari lantai hingga di atas kepala) seberat 100 kg dan clean and jerk (mengangkat beban dalam dua tahap) 120 kg.
Tsabitha membuka peluang medali dengan menduduki peringkat kedua Grup C pada jenis angkatan snatch dan total angkatan. Namun, perolehan medali baru dapat dipastikan setelah semua lifter kelas 71 kg tampil pada Minggu (7/4/2024) malam.
Adapun jumlah 220 kg itu masih bawah total angkatan terbaik Tsabitha selama kualifikasi seberat 221 kg yang dicatatkan di Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2023 di Riyadh, Arab Saudi. Hasil itu juga memastikan lifter berusia 23 tahun ini tidak berhasil menembus 10 besar daftar peringkat kualifikasi yang menjadi syarat kelolosan ke Paris.
Tsabitha membutuhkan sedikitnya total angkatan 242 kg jika ingin masuk ke 10 besar. Sebab, lifter peringkat ke-10 kelas tersebut memiliki total angkatan 241 kg. Itu bukan pekerjaan yang mudah karena Tsabitha berarti harus menambah hingga lebih dari 20 kg dari total angkatan terbaiknya.
Sebelumnya, di kelas 49 kg, Windy Cantika Aisah juga harus menambah minimal 15 kg dari total angkatan terbaiknya seberat 176 kg. Di Phuket, Windy sukses mencatatkan total angkatan terbaik yang baru seberat 184 kg. Namun, jumlah itu belum cukup untuk mengantarnya tampil untuk kali kedua di Olimpiade.
Selain Windy, lifter Indonesia lain di kelas 49 kg putri, Juliana Klarisa, juga nyaris dipastikan tidak lolos ke Paris. Klarisa belum mampu menambah total angkatan terbaiknya seberat 175 kg.
Dari kelas 59 kg, Natasya Beteyob dan Sarah juga gagal menembus 10 besar setelah tidak mencapai minimal total angkatan 224 kg. Natasya menorehkan total angkatan 213 kg, sedangkan Sarah 209 kg.
Tambahan enam kilogram
Di antara enam lifter putri yang berlaga di Phuket, Nurul Akmal memiliki lebih sedikit total angkatan yang harus dikejar. Berdasarkan peringkat per 4 Maret 2024, Nurul menempati peringkat ke-12 dengan total angkatan 260 kg.
Intinya, semangat harus ada di dalam diri saya sendiri. Di perlombaan saya sudah pernah mengangkat beban yang dibutuhkan untuk lolos, saya berusaha mencoba mengulanginya.
Dengan lifter peringkat ke-10 memiliki total angkatan 265 kg, maka Nurul sedikitnya harus memiliki total angkatan 266 kg agar bisa menembus 10 besar. Artinya, atlet asal Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, ini perlu menambah total angkatan seberat enam kg.
Di Kejuaraan Asia 2022 di Bahrain, Nurul sebenarnya pernah mencatatkan total angkatan 267 kg dengan snatch 114 kg dan clean and jerk 153 kg. Namun, saat kualifikasi pertama dimulai di Kejuaraan Dunia 2022 di Kolombia, total angkatan Nurul menurun menjadi 260 kg. Pada empat ajang kualifikasi setelahnya, dia belum bisa menambah total angkatan lagi.
Nurul mengatakan, belum bisa mengeluarkan seluruh kemampuannya pada beberapa kualifikasi terakhir lantaran sempat terganggu rasa sakit di bagian lututnya. Pada saat latihan pun, dia sempat berhati-hati karena takut rasa sakit itu kian parah.
Namun, lanjut Nurul, cedera lutut itu kini perlahan pulih. Angkatannya saat latihan pun berangsur normal. Lifter berusia 31 tahun ini pun bertekad untuk kembali bisa tampil di Olimpiade. Saat Olimpiade Tokyo 2020, dia menciptakan sejarah dengan menjadi lifter pertama Indonesia yang berlomba di kelas berat pada panggung olahraga dunia.
“Intinya, semangat harus ada di dalam diri saya sendiri. Di perlombaan saya sudah pernah mengangkat beban yang dibutuhkan untuk lolos, saya berusaha mencoba mengulanginya. Di latihan memang belum tercapai, tetapi saat pertandingan biasanya ada tambahan tenaga karena adrenaline,” ujar Nurul.
Dokter spesialis kedokteran olahraga yang juga Dokter Tim Angkat Besi Indonesia, Andi Kurniawan, memastikan semua atlet yang berangkat Phuket dalam kondisi fit dan siap berlomba. Begitu pula dengan Nurul yang sudah pulih dan tidak mengeluhkan kendala apa pun.
Tradisi lolos
Selain menjadi harapan terakhir lifter putri Indonesia untuk lolos ke Paris, Nurul juga membawa beban untuk menjaga tradisi pada nomor putri. Sejak nomor putri dilombakan di Olimpiade Sydney 2000, Indonesia selalu mengirim lifter putri. Tak hanya memiliki wakil putri di panggung olahraga tertinggi dunia itu, Indonesia juga selalu berhasil meraih medali.
Raema Lisa Rumbewas, Sri Indriyani, dan Winarni Binti Slamet, memulai tradisi itu di Olimpiade Sydney 2000. Mereka juga berhasil membawa pulang medali. Lisa meraih medali perak dan Sri Indriyani meraih medali perunggu di kelas 48 kg putri. Adapun Winarni meraih medali perunggu di kelas 53 kg putri.
Pada Olimpiade Athena 2004, Lisa Rumbewas kembali mewakili Indonesia dan meraih perak di kelas 53 kg. Selain Lisa, Indonesia punya memiliki dua lifter putri lain yang tampil di Athena, yaitu Rosmaniar (48 kg) dan Patmawati Abdul Wahid (58 kg).
Di Olimpiade Beijing 2008, Lisa menandai penampilan ketiganya dan berhasil meraih medali perunggu di kelas 53 kg. Dia menjadi satu-satunya lifter putri Indonesia di ajang tersebut.
Kiprah Lisa dilanjutkan Citra Febrianti di kelas yang sama pada Olimpiade London 2012. Citra meraih perak. Dia juga menjadi satu-satunya lifter putri yang mewakili Indonesia di London.
Pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Sri Wahyuni Agustiani mempersembahkan medali perak di kelas 48 kg. Indonesia juga meloloskan Dewi Safitri yang tampil di kelas 53 kg.
Lalu, Windy Cantika Aisah (49 kg) dan Nurul Akmal (+87 kg) mewakili Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020. Windy meraih medali perunggu.