Menanti Kebangkitan Kembali Timnas Jerman
Dua kemenangan beruntun atas Perancis dan Belanda membangkitan asa timnas Jerman jelang Piala Eropa 2024.
“Sepak bola adalah permainan sederhana, 22 orang mengejar bola selama 90 menit, dan pada akhirnya, Jerman menang.” Itulah pernyataan terkenal mantan striker Inggris Gary Lineker, mengenai mentalitas baja tim nasional Jerman. Namun, hal itu rasanya tidak berlaku lagi.
Tersingkir di fase grup pada dua Piala Dunia berturut-turut, kemudian terlempar pada babak 16 besar Piala Eropa terakhir, julukan sebagai tim spesialis turnamen bagi Jerman tampaknya telah berakhir. Mereka juga bisa dikatakan tak lagi masuk sebagai tim elite dunia karena selama empat tahun terakhir, selalu berada di luar peringkat 10 besar FIFA. Berdasar ranking FIFA per 15 Februari, tim nasional Jerman berada di peringkat ke-16, di bawah tim seperti Kroasia, Uruguay, Meksiko, Maroko, dan Amerika Serikat.
Serangkaian buruk hasil pertandingan, enam kalah dan dua imbang dari 11 laga pada 2023, rekor terburuk sejak 1964, diantaranya dipermalukan Jepang 1-4 pada laga uji coba di kandang sendiri, berujung pada dipecatnya pelatih Hansi Flick pada 11 September 2023. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, seorang pelatih timnas Jerman dipecat.
Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) lantas menunjuk pelatih muda, Julian Nagelsmann untuk menduduki kursi panas yang ditinggalkan Flick. Pelatih berusia 36 tahun itu diharapkan mampu membangkitkan timnas sepak bola Jerman yang tengah terpuruk.
Baca juga : Kroos Versi Lama dalam Jerman yang Baru
Harapan kebangkitan timnas Jerman menunjukkan titik terang dalam dua pertandingan terakhir. Dua kemenangan beruntun menghadapi dua musuh elite memunculkan asa yang sempat hilang.
Setelah menaklukkan tuan rumah Perancis, finalis Piala Dunia 2022, dengan skor 2-0, pada laga uji coba Minggu (24/3/2024) dini hari WIB, Jerman melanjutkannya dengan melibas Belanda, 2-1, Rabu (27/3) dini hari WIB.
Kemenangan itu dirasakan menjadi momentum kebangkitan Jerman yang hanya tinggal kurang dari tiga bulan lagi menjadi tuan rumah Piala Eropa 2024. Euforia kemenangan pun muncul.
Perjalanan Nagelsmann untuk membangun kembali timnas Jerman tidak mulus. Untuk mengangkat performa Jerman, Nagelsmann bahkan harus membujuk gelandang veteran Toni Kroos agar kembali setelah hampir tiga tahun pensiun membela tim nasional.
Kroos berperan penting saat Florian Wirtz mencatatkan sejarah menjadi pencetak gol tercepat timnas Jerman menghadapi Perancis. Wirtz membobol gawang tuan rumah Perancis tujuh detik setelah sepak mula, melalui sebuah sepakan jarak jauh memanfaatkan umpan Kroos. Itu adalah gol pertama pemain Bayer Leverkusen untuk tim nasional.
Pertanyaannya adalah apakah perubahan yang kami lakukan dapat memberi hasil cepat.
Kroos mengungkap, gol itu bukan kebetulan karena mereka berlatih skema terciptanya gol itu saat sesi latihan. DFB menyebut, gol Wirtz mengalahkan rekor Lukas Podolski ke gawang Ekuador pada 2013 yang dicetak saat laga baru berjalan sembilan detik. Kai Havertz melengkapi kemenangan menjadi 2-0.
Nagelsmann sangat menginginkan awal yang baik tahun ini menjelang turnamen di kandang sendiri, dan itulah yang dia dapatkan. Kroos tidak membuang waktu lama untuk menunjukkan kemampuannya.
“Ini akan memberikan banyak manfaat,” kata Direktur Olahraga Timnas Jerman Rudi Voller selepas laga lawan Perancis. “Kami selalu berharap dan mencoba, juga di pertandingan terakhir, untuk memicu sedikit euforia. Saya pikir kami mencapainya dengan pertandingan ini.”
Tonik kepercayaan diri
Kroos menambahkan, kemenangan itu akan memberi mereka tonik kepercayaan diri yang sangat penting. “Itu adalah langkah maju yang penting. Jelas bagi kami, sehubungan dengan Piala Eropa, kami mendapatkan kesempatan terakhir untuk membangun kepercayaan diri, dan kami memanfaatkannya hari ini," jelas pemain Real Madrid ini.
Baca juga : Desakan Nagelsmann Menyulap Era Baru Jerman
Kembalinya Kroos hanyalah salah satu dari beberapa perombakan tim yang dilakukan Nagelsmann menjelang turnamen. “Pertanyaannya adalah apakah perubahan yang kami lakukan dapat memberi hasil cepat," tandas Kroos.
Sepuluh tahun sejak terakhir menjadi juara Piala Dunia 2014, timnas Jerman memang tengah mengalami periode penurunan. Salah satu masalahnya adalah kondisi skuad Jerman saat ini. Tim "Panser" juga sangat bergantung kepada gaya bermain tertentu, sehingga cenderung mudah ditebak.
Formasi 4-2-3-1 yang membawa mereka menjuarai Piala Dunia 2014 dan ke semifinal Piala Eropa 2016, tidak lagi cocok dengan karakter dan kualitas pemain Jerman saat ini, terutama di sisi striker dan bek sayap.
Jerman kesulitan mencari pengganti striker setajam Miroslav Klose yang gantung sepatu pada 2014. Timo Werner dan Kai Havertz pernah dicoba untuk mengisi posisi itu, tetapi tidak ada yang mampu menyamai kesuburan Klose.
Baca juga : Berpaling ke Nike, Timnas Jerman Tinggalkan Adidas
Setelah perginya Klose, tugas utama mencetak gol ditumpukan pada Thomas Muller, yang posisi aslinya adalah gelandang serang. Mario Gomes dan Lucas Podolski juga sempat diandalkan, tetapi keduanya meredup setelah Piala Eropa 2016.
Jerman bahkan seperti sampai pada tahap putus asa, sehingga kemudian menumpukan harapan pada pemain berusia 31 tahun, Niclas Fullkrug, yang merupakan pemain late bloomer, dan bermain di kompetisi kasta kedua Jerman beberapa musim lalu. Ia mencetak dua gol saat Piala Dunia Qatar 2022 dan kini menjadi pemain cadangan karena Nagelsmann lebih memercayai Havertz sebagai ujung tombak.
Fullkrug menjadi penyelamat Jerman pada laga terakhir melawan Belanda. Masuk menggantikan Havertz pada menit ke-73, pemain Borussia Dortmund ini mencetak gol kemenangan pada menit ke-85.
Lini belakang Jerman yang biasanya setangguh karang pun tampak rapuh. Meskipun memiliki bek tengah dan kiper bertalenta, mereka kesulitan untuk mencegah gawang kebobolan. Antonio Rudiger, bek yang memenangi Liga Champions bersama Chelsea dan Real Madrid, dipermalukan oleh Jepang di Piala Dunia. Kiper legendaris Manuel Neuer dan pelapisnya, Marc-Andre ter Stegen, begitu mudah dibobol lawan.
Baca juga : Dan Terjunlah Jerman ke Palung Keterpurukan…
Keunggulan posisi Jerman memungkinkan bek sayapnya untuk melakukan overlap membantu serangan, tetapi itu juga membuat mereka rentan terhadap serangan balik cepat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kohesi di lini tengah dan bek sayap yang mampu bertahan.
Mengutip laman Sportstar, dalam 19 laga Jerman setidaknya telah mencoba kombinasi 17 bek sayap berbeda. Thilo Kehrer, Jonathan Tah, Niklas Sule, Matthias Ginter, dan Nico Schlotterbeck, bahkan sampai dijajal dimainkan sebagai bek sayap meski aslinya sebagai bek tengah.
Mereka juga menjajal bek sayap asli, seperti Marius Wolf, David Raum, Benjamin Henrichs, dan Robin Gosens, tetapi biasanya dipasangkan dengan bek tengah di sisi sayap yang lain.
Di lini tengah, meskipun memiliki gelandang kelas dunia seperti Ilkay Gundogan, Joshua Kimmich, dan Leon Goretzka, Jerman gagal mencari keseimbangan yang pas. Para pemain itu gagal mengulang performa gemilang mereka di klub saat memperkuat timnas. Itulah salah satu alasan Nagelsmann membujuk Kroos yang sudah berusia 34 tahun untuk kembali.
Untuk memperbaiki sisi sayap, Nagelsmann memainkan Kimmich sebagai bek sayap kanan saat melawan Perancis dan Belanda, berpasangan dengan Maximilian Mittelstadt di sisi kiri. Racikan itu terbukti efektif dan Mittelstadt mencetak gol pertama Jerman ke gawang Belanda, pada laga keduanya bersama timnas.
Baca juga : Efek Pantul Pelatih Baru Timnas Jerman
Penempatan Kimmich sebagai bek sayap bisa menjadikan permainan Jerman sangat luwes. Selain bermain normal, Nagelsmann bisa memerintahkan Kimmich berperan sebagai inverted fullback (halfback), mengikuti trend taktik yang mulai banyak diterapkan klub elite seperti Arsenal, Manchester City, dan Liverpool. Sederhananya, saat menguasai bola, bek sayap akan beroperasi sebagai gelandang untuk memperkuat lini tengah, dan kembali ke sayap saat bertahan.
Berbagai perubahan yang dilakukan oleh Nagelsmann itu sepertinya mulai membuahkan hasil dengan dua kemenangan beruntun atas Perancis dan Belanda. Namun, Nagelsmann tak mau terjebak dalam euforia kemenangan. Selain dua kemenangan terakhir, dalam enam kali laga sejak menangani timnas, ia juga harus menyaksikan tim asuhannya dipermalukan Turki dan Austria.
"Saya tidak ingin terjebak histeria. Dalam sepak bola, Anda harus membuktikan performa. Sebuah keajaiban mungkin menyenangkan, tetapi kami harus melanjutkan langkah kami," kata Nagelsmann.
Lagi pula, kemenangan itu hanya terjadi di pertandingan uji coba. Ujian sesungguhnya kebangkitan kembali timnas Jerman baru akan terjadi saat mereka menjadi tuan rumah Piala Eropa, 14 Juni-14 Juli mendatang. (AP/AFP)