Sehari seusai menjuarai All England, Jonatan dan Fajar/Rian tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (18/3/2024) malam WIB. Mereka disambut meriah oleh ratusan pencinta bulu tangkis yang sudah datang sejak pukul 21.00 WIB, satu jam sebelum acara, di depan pintu kedatangan internasional Terminal 3.
Wajah mereka tampak lelah setelah melewati penerbangan belasan jam dari Birmingham, Inggris. Namun, mereka berkali-kali membalas sapaan para penggemar dengan senyuman. Hadir juga Anthony Ginting yang harus puas dengan status runner-up setelah menciptakan final sesama wakil Indonesia.
Puji Tuhan bisa meraih hasil terbaik dan bisa menciptakan sejarah lagi setelah penantian 30 tahun.
”Puji Tuhan bisa meraih hasil terbaik dan bisa menciptakan sejarah lagi setelah penantian 30 tahun. Ceritanya mungkin dari awal tidak mudah perjalanan ini, banyak perjuangan. Akan tetapi, kami dan pelatih dan tim sudah mempersiapkan ini dengan keras. Bersyukur dapat hasil dan buahnya di All England,” tutur Jonatan.
Prestasi Jonatan cukup terpuruk sejak awal 2024. Dia sudah mengikuti empat turnamen sebelum ke Birmingham. Tiga kali di antaranya berujung kekalahan pada babak pertama. Termasuk di Perancis Terbuka, sepekan sebelum All England, saat pemain peringkat ke-9 dunia itu bertanding dengan status juara bertahan.
Prestasi terbaik Jonatan di tahun ini hanya mencapai babak kedua India Terbuka, pertengahan Januari. Adapun sebelum All England, dia baru menang sekali sepanjang 2024, yaitu atas Ng Ka Long Angus yang menempati peringkat ke-25 atau jauh di bawahnya. Rekornya cukup mengkhawatirkan, 1 menang-4 kalah.
Namun, keraguan itu terkubur di Birmingham. Jojo, panggilannya, menjadi tunggal pertama Indonesia yang bisa meraih titel All England setelah Hariyanto Arbi pada 1994. Dia menyudahi paceklik seusai menang atas Anthony di final, 21-15, 21-14, meraih gelar yang bahkan belum pernah didapatkan pemain legendaris Taufik Hidayat.
Bagi Jonatan, tembok imajiner yang sempat menghalangi sudah runtuh. Sebelumnya, dia tidak pernah menjuarai turnamen kasta tertinggi atau level Super 1000 yang merupakan incaran para pemain top dunia, seperti All England. Dia seolah menegaskan sudah mampu bersaing di puncak ”rantai makanan”.
Harapan besar untuk berprestasi di Olimpiade juga datang dari Anthony. Dia akhirnya mampu menaklukkan tunggal putra paling dominan saat ini, Viktor Axelsen, 21-8, 18-21, 21-19, di perempat final. Anthony selalu kalah dalam 11 pertemuan terakhir, sejak menang di Indonesia Masters 2020.
Setelah menempati peringkat satu dunia di awal 2021, Axelsen tidak pernah kalah sekali pun dari Anthony ataupun Jonathan. Namun, Anthony akhirnya menyudahi kutukan itu. Dia seperti berpesan, sang peraih emas Olimpiade Tokyo 2020 tersebut juga masih manusia yang bisa dikalahkan kapan saja.
”Satu sisi sedih. Satu sisi senang dan bangga. Sedih karena bukan saya juaranya. Senang karena bisa bareng Jonatan di final All England. Pastinya ini semua berkat Tuhan. Kami hanya bisa berusaha dan mempersiapkan segalanya. Semua ini di luar ekspektasi kami semua,” ujar Anthony yang terakhir juara turnamen level Super 1000 pada China Terbuka 2018.
Menurut Fadil Imran, Ketua Kelompok Kerja (pokja) untuk Olimpiade 2024, prestasi itu bisa menjadi titik balik perjalanan ke Paris. Adapun prestasi para pebulu tangkis andalan Indonesia terbilang stagnan sejak tahun lalu. Terutama di sektor yang berpotensi meraih emas Olimpiade, tunggal putra dan ganda putra.
”Semoga pencapaian di All England menjadi momentum kebangkitan bulu tangkis Indonesia. Pelajaran penting dari All England adalah perjuangan melawan keraguan, terutama terhadap diri sendiri. Bahagia boleh, berpesta tidak perlu. Ini masih bagian dari perjalanan panjang menuju Paris,” kata Fadil yang hadir dalam penyambutan.
Asa serupa datang dari ganda putra. Fajar/Rian kembali menemukan kepercayaan diri dan ritme terbaik. Tersingkir di perempat final Perancis Terbuka, mereka tidak terhentikan di Birmingham. Mereka selalu menang dua gim langsung sejak perempat final. Termasuk saat mengalahkan pasangan peringkat kelima dunia asal Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, 21-16, 21-16 di final.
Prestasi itu merupakan oase bagi Fajar/Rian setelah paceklik gelar selama setahun, seusai menjuarai All England 2023. ”Semoga gelar ini bisa menambah rasa pede kami, terutama untuk menghadapi Paris. Tidak mudah mempertahankan gelar. Harapannya puncaknya nanti di Olimpiade,” tutur Fajar.
Adapun sejak Maret tahun lalu, Fajar/Rian sudah mengikuti 20 kejuaraan. Termasuk di antaranya 16 turnamen dengan level Super 300, 500, 750, dan 1000. Mereka hanya mampu sekali lolos ke final, pada Korea Terbuka 2023, yang berujung dengan kekalahan dari pasangan India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty.
Olimpiade Paris akan berlangsung sekitar empat bulan lagi, pada 26 Juli-11 Agustus 2024. Prestasi di All England menjadi permulaan yang baik untuk mengakhiri fase buruk sebelumnya. Namun, masih butuh kerja keras semua pihak untuk membuat permulaan itu berujung akhir yang baik juga.