Tantangan Menanti Pelatih Baru Timnas Sepak Bola Putri
Tantangan pertama, Piala Asia Putri U-17 2024, menjadi momentum Satoru Mochizuki ”berbelanja” masalah sepak bola putri.
Penunjukan pelatih baru timnas bak angin segar bagi sepak bola putri Indonesia. Kehadiran sang pelatih anyar, Satoru Mochizuki, beserta pengalamannya bersama Jepang diharapkan bisa membangkitkan sepak bola putri Tanah Air. Namun, Satoru juga akan menghadapi tantangan berat dalam menjalankan tugasnya.
Terdekat, tantangan itu berupa AFC U-17 Women’s Asian Cup 2024 atau Piala Asia Putri U-17 2024. Pekan lalu, Indonesia mendapatkan kepastian akan berada di Grup A dalam Piala Asia Putri U-17 2024 yang diselenggarakan di Bali, 6-19 Mei 2024. Di dalam grup itu, Indonesia bergabung dengan Korea Selatan, Korea Utara, dan Filipina.
Piala Asia Putri U-17 akan menjadi debut Satoru Mochizuki sebagai pelatih timnas Indonesia senior dan semua level umur. Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengatakan, pihaknya tidak memasang target karena ingin memberikan kesempatan terlebih dahulu bagi Satoru.
Kendati demikian, kompetisi yang kembali digelar setelah terakhir edisi 2019 ini bakal menjadi tantangan awal bagi sang pelatih. Apalagi, Indonesia tampil di hadapan publik sendiri.
Baca juga: Mendung di Langit Sepak Bola Putri
Di Grup A, Indonesia akan menghadapi negara dengan prestasi mentereng. Di luar Filipina, pesaing Indonesia pernah mencicipi gelar juara Piala Asia. Korea Selatan keluar sebagai juara pada Piala Asia 2009. Adapun Korea Utara pernah tiga kali menjuarai Piala Asia, yaitu pada edisi 2018, 2015, dan 2007.
Selain berpengalaman menjadi juara, tim U-17 Korea Utara juga bukan tidak mungkin termotivasi keberhasilan seniornya di Piala Asia U-20 2024. Dalam kompetisi yang digelar di Tashkent, Uzbekistan, itu, Korea Utara berhasil menjadi juara setelah mengalahkan pemilik enam trofi Piala Asia U-20, Jepang, dengan skor 2-1, Sabtu (16/3/2024).
Filipina juga bukan lawan yang bisa dianggap remeh. Pada babak kualifikasi 2 Piala Asia U-17, Filipina berhasil meraih dua kemenangan dari tiga laga. Mereka pun finis sebagai peringkat kedua Grup B sekaligus menorehkan sejarah sebab, untuk pertama kalinya, Filipina lolos ke putaran final Piala Asia.
Sementara itu, Indonesia lolos ke putaran final sebagai tuan rumah. Sebelumnya, Indonesia baru sekali mengikuti Piala Asia U-17, yaitu pada edisi perdana tahun 2005 di Korea Selatan. Dalam kompetisi tersebut, ”Garuda Pertiwi” menjadi juru kunci Grup A setelah menelan tiga kekalahan dalam tiga pertandingan.
Baca juga: Sepak Bola Putri Bukan Sekadar Menendang Bola
Tadinya, saya bicara lima tahun, tetapi pelatih mau sepuluh tahun. Inilah yang kami namakan berkelanjutan.
Selain tantangan dari tim lawan, tantangan bagi Satoru yang dikontrak dengan durasi dua tahun ini juga berupa pemilihan pemain. Hingga kini, dua bulan menjelang pertandingan, belum ada pengumuman soal pemain yang dipanggil timnas atau digelarnya pemusatan latihan.
Membangun sepak bola putri
Satoru pertama kali dikenalkan ke publik oleh PSSI pada 20 Februari 2024. Saat itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengatakan, penunjukan Satoru dilakukan untuk membangkitkan sepak bola putri. Apalagi, Satoru bertekad untuk membangun sepak bola putri Indonesia secara bertahap.
Pembangunan tersebut tidak hanya akan berfokus pada level timnas, tetapi juga akar rumput. Pelatih berusia 59 tahun ini pun akan turut membantu membangun sistem kepelatihan sepak bola putri.
”Tadi kami (dengan Satoru) sudah bersepakat membuat cetak biru (sepak bola putri) untuk 10 tahun. Tadinya, saya bicara lima tahun, tetapi pelatih mau sepuluh tahun. Inilah yang kami namakan berkelanjutan, program ini akan kami jalankan serius,” tutur Erick Thohir.
Baca juga: Di Kudus, Sepak Bola Putri dari Tiada Menjadi Ada
Kehadiran Satoru merupakan bagian dari kerja sama PSSI dengan Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) yang diresmikan Mei 2023. Pemilihan Jepang, kata Erick, tak lepas dari tradisi sepak bola putri yang kuat dengan sembilan kali lolos putaran final Piala Dunia sejak 1991 dan pernah menjuarai Piala Dunia 2011.
Menurut Erick, Satoru juga dipilih karena memiliki rekam jejak yang bagus di sepak bola putri Jepang. Satoru merupakan bagian dari staf kepelatihan timnas Jepang saat menjuarai Piala Dunia dan menempati peringkat kedua Olimpiade London 2012. Satoru pun merupakan pelatih kepala yang mengantarkan timnas Jepang meraih peringkat kedua Universiade atau Pesta Olahraga Mahasiswa Dunia edisi 2019 dan 2017.
Tidak ada kompetisi
Pengalaman Satoru memang dapat menjadi bekal untuk membangun sepak bola putri di Tanah Air. Namun, sosok yang memulai karier kepelatihan pada 1998 ini juga akan menemui kesulitan. Pasalnya, kondisi sepak bola putri di Jepang dan Indonesia berbeda.
Tidak seperti Jepang, Indonesia tidak memiliki kompetisi sepak bola putri yang berjalan secara regular. Liga 1 Putri mati suri setelah pertama dan terakhir kali bergulir pada 2019.
Baca juga: Imaji Kebangkitan Sepak Bola Putri
Sementara itu, Jepang memiliki kompetisi sepak bola putri hingga tiga tingkatan yang berjalan berkelanjutan. Dengan demikian, pelatih seperti Satoru lebih mudah untuk mencari bakat-bakat pesepak bola putri untuk dipanggil memperkuat timnas.
Erick Thohir mengatakan, ketiadaan kompetisi reguler dari semua tingkatan umur di Indonesia membuat kolam talenta sepak bola putri menjadi terbatas. Namun, PSSI memilih untuk lebih dulu membentuk timnas dengan harapan nantinya bisa mendorong kompetisi.
”Sejak awal, kami mau men-sandwich, jadi timnas terbentuk, kelompok umur ada, lalu training camp jangka panjang sekalian membangun turnamen kelompok umur mulai U-15. Kalau sudah stabil, timnas stabil 2 tahun, turnamen stabil, baru kita bisa mendorong liga putri karena talentanya sudah ada,” tutur Erick.
Satoru lantas akan mencari pemain untuk timnas, termasuk untuk Piala Asia U-17, dengan ”blusukan” ke kantong-kantong pelatihan sepak bola putri. Pelatih kelahiran Shiga, Jepang, ini akan mendasarkan perjalanannya dari data yang dihimpun Direktur Teknik Timnas Indonesia Indra Sjafri.
Baca juga: Asa Pesepak Bola Putri Merintis Karier
Seperti yang disampaikan Erick, pemain-pemain yang terpilih nantinya akan melakoni training camp yang panjang. Ini merupakan hal baru bagi timnas putri yang sering kali baru dikumpulkan paling lama tiga minggu hingga sebulan sebelum turnamen dimulai.
”Target jangka pendek saya ada pada Piala Asia Putri U-17. Saya ingin mengecek pemain-pemain potensial Indonesia. Di masa depan, saya ingin menaikkan standar dan level timnas putri Indonesia,” tutur Satoru.
”Belanja” masalah
Mantan pemain timnas putri, Tia Darti Septiawati, mengatakan, kehadiran Satoru dan rencana traning camp jangka panjang ini menjadi angin segar bagi sepak bola putri Tanah Air. Namun, Tia menyayangkan penunjukan Satoru tak diiringi dengan kembali digulirkannya kompetisi regular. Padahal, kompetisi akan memudahkan pelatih untuk menjaring pemain terbaik bagi timnas.
”Kalau lewat kompetisi, pelatih bisa melihat kemampuan pemain dalam rentang waktu yang panjang. Beda dengan seleksi yang hanya satu waktu. Bisa jadi pemain yang biasanya bermain bagus, saat seleksi sedang tidak fit sehingga tidak bisa menunjukkan penampilan maksimal,” ucap Tia.
Meski begitu, Piala Asia U-17 sebagai tantangan yang dihadapi Satoru sebenarnya juga bisa dilihat dari dua sisi. Selain menjadi ”beban” bagi sang pelatih anyar, tantangan ini juga bisa membuat Satoru melihat kondisi sepak bola putri Tanah Air, termasuk ketiadaan kompetisi.
Baca juga: Langkah Awal Gulirkan Kompetisi Sepak Bola Putri
Apalagi, Satoru sempat mengatakan bahwa dia tidak terlalu mengetahui perkembangan sepak bola putri Indonesia. ”Saya masih belajar, belum mengerti banyak kondisi sepak bola di Indonesia,” ucapnya.
Satoru bisa mulai ”berbelanja” masalah sepak bola putri Indonesia dalam prosesnya menyiapkan timnas untuk Piala Asia U-17. Saat penyelenggaraan Piala Asia mendatang, Satoru juga bisa melihat bagaimana realitas posisi Indonesia dibandingkan dengan timnas yunior Asia lainnya. Ganbatte, Satoru!