Seperti kehidupan, begitulah pembinaan sepak bola putri di Kudus, Jawa Tengah. Dari tiada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari tidak bisa menjadi bisa. Semua berawal dari mimpi membawa Indonesia ke Piala Dunia.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·6 menit baca
Matahari mulai menyengat ketika Della Citra Ayu Anggraeni beraksi di lapangan Supersoccer Arena, Kudus, Jawa Tengah, Minggu (17/12/2023). Della berlari untuk membantu pertahanan timnya, Arjuna U-12. Saat bola berhasil direbut, Della mengumpan rekan setim. Seolah tak lelah bermain nyaris 30 menit, pemain 11 tahun ini kembali berlari untuk membantu serangan demi mengatasi ketertinggalan dari tim lawan, Baladewa.
Della memang akhirnya tak membobol gawang lawan dan menambah tabungannya menjadi 4 gol. Siswa kelas VI SD 1 Pedawang, Kudus, ini tak pula membawa timnya membalikkan kedudukan 1-3. Della juga tak berhasil mengantarkan timnya lolos ke perempat final turnamen MilkLife Soccer Challenge 2023. Namun, laga-laga di kompetisi edisi ketiga ini menjadi panggung bagi Della. Ia menunjukkan perkembangan signifikan di dalam maupun luar lapangan.
Pada sebuah sore di awal Juli 2023, Della bersama teman-teman sekolahnya di SD 1 Pedawang berlatih di Supersoccer Arena. Sebelum pelatih mereka datang, Della mencoba beberapa kali menendang bola. Ia menggunakan ujung kakinya. Kendati dalam situasi tertentu bisa jadi senjata andalan, tendangan ujung kaki sering kali minim akurasi.
Pada MilkLife Soccer Challenge edisi pertama, Juni 2023, saat Della keluar sebagai pemain terbaik, ia masih mengandalkan tendangan ujung kaki. Dengan kelihaiannya menggiring bola, ia juga kerap membawa si kulit bundar dari wilayah pertahanan sendiri ke area pertahanan lawan. Setelah itu, ia akan mencetak gol.
”Sekarang lebih tahu harus berdiri di mana. Tendangannya juga jadi lebih kencang dan masuk gawang,” kata Della, yang kini mulai tidak malu-malu ketika diajak berbicara atau diberi pertanyaan. Ia tidak seperti beberapa bulan lalu.
Pelatih Della sekaligus guru olahraga di SD 1 Pedawang, Anam Prastyo, menuturkan, perubahan teknik menendang bola hanya satu dari banyak perkembangan anak asuhannya. Anam mengatakan, Della mulai bisa membagi bola, melihat ada temannya yang berdiri tak terjaga. Jika kesempatan yang dimilikinya lebih besar, pemain nomor punggung 10 ini tak segan menendang bola dengan punggung kaki.
Della, kata Anam, memulainya benar-benar dari nol. Anak didikannya itu belajar semua dari teknik dasar, mulai mengoper bola, menendang bola, hingga menjaga lawan. ”Jadi, setengah tahun ini, Della benar-benar berkembang,” kata Anam.
Della adalah satu dari 2.100 siswi di Kudus dan kabupaten sekitarnya yang muncul di MilkLife Soccer Challenge dan akhirnya menekuni sepak bola putri. Awalnya, hanya ada Asyifa Sholawa Farizqi, pemain yang telah bergabung dengan SSB Djarum sejak tiga tahun lalu. Asyifa, yang lantas keluar sebagai pencetak gol terbanyak U-12 MilkLife Soccer edisi ketiga dengan 11 gol, berlatih dan bermain dengan anak-anak lelaki karena sebelumnya tidak ada pembinaan sepak bola putri di Kudus.
MilkLife Soccer Challenge 2023, kompetisi sepak bola putri U-12 dan U-10 untuk siswi sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, ialah serangkaian panjang upaya awal Djarum Foundation untuk menghidupkan pembinaan di daerah itu. Berbeda dengan sepak bola dewasa, kompetisi ini menggunakan format tujuh pemain melawan tujuh pemain dengan bola ukuran 4 yang biasa digunakan anak-anak.
Luasan lapangan pun menyusut menjadi 24 meter x 40 meter dan gawang berukuran 2 meter x 5 meter. Adapun durasi permainan hanya 2 x 10 menit dengan waktu istirahat selama 5 menit dan bertambah menjadi 2 x 15 menit ketika memasuki perempat final.
Pada edisi ketiga, ajang ini menggunakan format berbeda. Setiap tim terdiri dari delapan pemain putri dan empat pemain putra. Dari tujuh pemain di lapangan, maksimal hanya dua pemain putra yang dibolehkan bermain. Tujuan dari format baru itu untuk mengakselerasi perkembangan pemain putri dari segi teknik, sportivitas, jiwa kompetitif, dan daya juang di lapangan. Pesepak bola putri juga diharapkan lebih termotivasi untuk mengerahkan seluruh kemampuan dan menunjukkan mereka tak kalah hebat dari pemain putra.
Mimpi kita adalah menjadi yang terbaik di Asia Tenggara, lalu lolos ke Piala Dunia Putri. (Yoppy Rosimin)
Setiap sebelum kompetisi, Djarum Foundation juga mengadakan coaching clinic. Total 245 guru olahraga SD dan MI yang tersebar di Kudus, dan kota-kota lain, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Yogyakarta, mengikuti pelatihan tersebut. Kegiatan itu dipimpin pelatih timnas putri Indonesia 2008-2009, Timo Scheunemann.
Alhasil, kehadiran kompetisi tak hanya memunculkan pemain-pemain putri potensial. Ekosistem sepak bola putri pun menjadi hidup di Kudus. Semua yang terlibat dalam sepak bola putri, termasuk pelatih, perangkat pertandingan, hingga penyelenggara dan masyarakat sekitar, bersama-sama tumbuh dalam ekosistem itu.
Sebelas tiang bendera
Jauh sebelumnya, Djarum membangun Supersoccer Arena pada 23 Mei 2022 di atas tanah seluas 35.000 meter persegi. Presiden Direktur Djarum Foundation Victor Rachmat Hartono mendedikasikan stadion itu untuk pemassalan dan pengembangan sepak bola putri Tanah Air, khususnya di Kudus.
”Sekarang adalah waktunya kita mencari bakat, mengasah kemampuan, hingga memfasilitasi para atlet melalui kompetisi berjenjang sehingga kelak lahir srikandi-srikandi yang akan membela Indonesia di panggung dunia,” kata Victor.
Impian membawa sepak bola putri menuju level dunia juga kerap disampaikan Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin. Pembangunan stadion adalah titik awal menggapai mimpi tersebut. Setelah arena terbangun, baru Djarum Foundation menggelar coaching clinic dan kompetisi MilkLife Soccer Challenge.
Yoppy juga selalu membahas soal bendera negara-negara Asia Tenggara yang berkibar di atas 11 tiang halaman Supersoccer Arena. ”Itu untuk mengingatkan, mimpi kita adalah menjadi terbaik di Asia Tenggara, lalu lolos ke Piala Dunia Putri. Kalau itu terjadi, ini akan menjadi pertama kali Indonesia menembus Piala Dunia,” ucap Yoppy.
Yoppy menyadari upaya untuk menembus kancah dunia harus diiringi komitmen jangka panjang. Maka, saat ditanya sampai kapan MilkLife Soccer Challenge akan dijalankan, Yoppy menegaskan target mereka bukan soal waktu. Ia menjanjikan kompetisi akan terus digulirkan. Malah, mereka menargetkan menggelar kompetisi serupa di luar Kudus untuk mengembangkan pembinaan sepak bola putri di kota-kota lain.
Problem positif
Timo mengamini pentingnya komitmen jangka panjang jika memiliki impian besar untuk kebangkitan sepak bola putri. Baru setelah itu bisa mendesain sistem dan menjalankannya secara konsisten. Upaya itu akan menjadi terang di tengah awan gelap yang menghiasi sepak bola putri.
”Kami mengadakan yang awalnya tidak ada. Dari satu anak perempuan, Asyifa, menjadi Della dan dua ribu anak perempuan lainnya. Kalau kita bikin pemassalan seperti ini, bibit itu akan muncul,” tutur Timo.
Sebagai mantan pelatih timnas putri, Timo tahu betul sulitnya menemukan bibit-bibit pesepak bola putri untuk membela ”Garuda Pertiwi”. Terlebih, tidak ada liga yang bisa menjadi ajang unjuk gigi para pemain putri. Untuk itu, pemassalan lewat kompetisi antarsekolah seperti MilkLife Soccer Challenge dilakukan.
Langkah selanjutnya, anak-anak perempuan potensial itu dimasukkan ke sekolah sepak bola (SSB). Jika jumlahnya sedikit, mereka berlatih bersama laki-laki. Timo mengatakan, itu bukan suatu masalah. Pemain timnas sepak bola putri, Zahra Muzdalifah, misalnya, pernah melakukannya. Zahra, bersama SSB ASIOP Apacinti, bahkan pernah menjadi perempuan pertama dan satu-satunya yang tampil di kompetisi antar-SSB, yakni Liga Kompas Kacang Garuda U-14 musim 2015-2016.
Apabila jumlah pesepak bola putri yunior itu banyak, SSB bisa membuat kelas tersendiri sambil tetap sesekali latihan bersama laki-laki. Timo meyakini, latihan bersama laki-laki akan mempercepat perkembangan kemampuan pesepak bola putri.
”Kami berharap, pada akhirnya (pelatih timnas) kebingungan memilih pemain karena banyak pesepak bola putri Indonesia yang berkualitas. Itu sebuah problem positif,” tutur Timo.
Konon, satu langkah besar dimulai dari seribu langkah kecil. Pelatihan guru-guru olahraga, bergulirnya kompetisi, pelibatan siswi-siwi SD dan MI, hingga penggabungan pemain putri dan putra dalam satu tim merupakan bagian dari langkah-langkah kecil untuk menuju langkah besar ke Piala Dunia. Semoga.