Upaya Gregoria tak cukup untuk mengalahkan Yamaguchi. Gregoria kalah pada perempat final turnamen All England.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
BIRMINGHAM, JUMAT — Gregoria Mariska Tunjung memberi perlawanan ketat pada Akane Yamaguchi dalam perempat final turnamen All England. Namun, upaya itu belum cukup membawanya melangkah lebih jauh karena masih banyak kesalahan kecil yang dilakukan Gregoria.
Hasil yang didapat Gregoria di All England 2024 pun sama seperti setahun sebelumnya. Pada pertandingan di Arena Birmingham, Inggris, Jumat (15/3/2024), Gregoria kalah dari juara All England 2022 yang menjadi unggulan keempat, Yamaguchi, dengan skor 10-21, 22-20, 18-21.
Kekalahan tersebut serupa dengan yang terjadi pada persaingan mereka sebelum bertemu di All England, yaitu pada semifinal Hong Kong Terbuka 2023. Gregoria kehilangan gim pertama, mencuri gim kedua dalam laga ketat, lalu kehilangan gim penentuan dengan skor tipis.
Sayangnya, wasit memutuskan pertandingan selesai karena mungkin dia tidak melihat kejadiannya. Itu cukup mengganjal di hati saya.
Gregoria sebenarnya berkali-kali bisa mengontrol permainan ketika bermain reli. Dia bersabar mengolah permainan dengan arah pukulan yang bervariasi dengan maksud menjauhkan kok dari jangkauan Yamaguchi.
Tunggal putri Indonesia ranking ketujuh dunia itu sering mengincar pukulan ke sudut belakang lapangan setelah melakukan pukulan net atau sebaliknya. Yamaguchi pun beberapa kali tersenyum ketika terkecoh pukulan Gregoria.
Namun, melawan salah satu dari ”Big Four” tunggal putri itu, upaya untuk mendapat poin dengan cara menciptakan winner tidaklah cukup. Masih ada kekurangan yang diperlihatkan Gregoria dalam pertandingan berdurasi 1 jam 2 menit itu. Dia sering ”memberi” poin pada lawan melalui kesalahan kecil, seperti servis yang tidak akurat sehingga kok tidak melewati net dengan sempurna.
Setelah unggul 16-14 pada gim ketiga, Gregoria kehilangan lima angka beruntun, tiga di antaranya melalui unforced error. Gregoria juga melakukan kesalahan dalam menilai pengembalian servis Yamaguchi. Kok yang dikiranya jatuh di luar garis belakang ternyata jatuh di atas garis hingga lawan membuat match point 20-17.
Juara dunia yunior 2017 itu masih bisa menambah satu poin dengan pukulan ke pojok belakang yang tak bisa dikembalikan Yamaguchi dengan baik. Namun, dalam momen kritis ini, poin akhirnya didapat Yamaguchi melalui kejadian yang tak biasa.
Gregoria menghentikan permainan pada pukulan kedua karena terganggu kilatan lampu dari penonton di depannya saat servis. Kok dari pukulan pengembalian servis Yamaguchi mengenai raket Gregoria, tetapi dia menghentikan reli sambil mengangkat tangan dan memberi tahu kejadian yang ada di bangku penonton. Namun, wasit menilai, poin tetap berhak didapat Yamaguchi dan Gregoria pun menangis.
Mantan pemain tunggal putri, Yuni Kartika, menyayangkan kejadian tersebut. ”Namun, atlet tidak boleh menghentikan permainan meskipun ada lampu kamera yang mengganggu. Sepertinya, itu hanya refleks saja dari Gregoria,” kata Yuni.
Gregoria, yang masih menangis terisak setelah pertandingan, bercerita, dia refleks menghentikan pertandingan karena ada lampu kamera menyala yang mengganggunya. ”Sayangnya, wasit memutuskan pertandingan selesai karena mungkin dia tidak melihat kejadiannya. Itu cukup mengganjal di hati saya,” Gregoria yang akan bertanya pada referee turnamen untuk mendapat penjelasan atas kejadian tersebut.
Selain menyatakan penyesalan atas kejadian tersebut, Gregoria memberi evaluasi pada dirinya sendiri, terutama pada gim pertama. Dia kesulitan untuk langsung bermain dengan baik hingga tertinggal dengan selisih poin yang sangat jauh.
Pemain berusia 24 tahun itu memperlihatkan semangat pantang menyerah yang tinggi pada gim kedua. Dia mendapat empat poin beruntun ketika tertinggal 18-20 dan membuat pertandingan berjalan tiga gim.
Peluangnya untuk menang juga terbuka pada gim penentuan. Namun, ketika Yamaguchi berusaha mendekati dengan taktik serangan balik, Gregoria menjadi ragu-ragu dalam membuat keputusan.
”Ini yang harus saya pelajari dari pemain-pemain yang peringkatnya di atas saya, bagaimana cara mereka mengubah pola di poin-poin kritis,” tuturnya.
Yamaguchi adalah salah satu dari empat pemain tunggal putri terbaik. Dia menguasai gelar juara turnamen BWF sepanjang 2023 dan pada awal 2024 bersama tiga pemain lain, yaitu An Se-young (ranking pertama), Chen Yu Fei (2), dan Tai Tzu Ying (3).
An akan menjadi lawan Yamaguchi pada semifinal, Sabtu, setelah mengalahkan Han Yue 21-16, 21-19. Ini akan menjadi pertemuan ke-23 mereka yang sebagian besar terjadi di semifinal atau final.
Pada pertemuan terakhir yang terjadi pekan lalu di final Perancis Terbuka, An menang dengan skor 18-21, 21-13, 21-10. Itu menjadi kemenangan kesepuluh An dan yang keempat beruntun pada empat pertemuan terakhir.
Pelajaran dari pemain top dunia juga didapat Dejan Ferdinansyah/Gloria Emanuelle Widjaja. Mereka dikalahkan ganda campuran ranking teratas untuk keenam kalinya, yaitu Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong, 11-21, 19-21.
”Harus diakui pengalaman mereka lebih banyak. Jadi, mereka benar-benar menguasai strategi permainan. Mental mereka juga tangguh. Kami belum mencapai level itu, tetapi merasa sudah bisa mengimbangi dari sisi permainan,” komentar Gloria.
Selain Gregoria dan Dejan Ferdinansyah, Indonesia memiliki empat wakil lain yang bermain pada perempat final sesi kedua mulai pukul 24.00 WIB. Mereka adalah Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie yang berhadapan dengan dua unggulan teratas tunggal putra, yaitu Viktor Axelsen dan Shi Yu Qi.
Pada ganda putra, ”Merah Putih” diwakili juara All England dalam dua tahun terakhir, yaitu Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana. Fajar/Rian akan berhadapan dengan Lee Yang/Wang Chi Lin, sementara Fikri/Bagas melawan Aaron Chia/Soh Wooi Yik.