Dalam waktu enam bulan, timnas putri Spanyol juara Piala Dunia, lolos Olimpiade Paris, dan juara UEFA Nations League.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
Timnas sepak bola putri Spanyol belum berhenti menunjukkan kegemilangan. Aitana Bonmati dan kawan-kawan tak hanya gemilang karena konsisten menjadi kesebelasan terbaik dalam setengah tahun terakhir. Mereka juga cemerlang lantaran selalu bisa bertahan, bangkit, dan melawan setiap situasi sulit yang kerap mendera mereka.
Baru enam bulan berlalu sejak timnas Spanyol menciptakan sejarah dengan menjuarai Piala Dunia Putri pada 28 Agustus 2024 untuk pertama kalinya. Kini, mereka kembali menorehkan prestasi dengan menjuarai UEFA Women's Nations League atau Liga Nasional Putri 2023-2024 yang merupakan edisi perdana.
Rasa haru pun tak bisa disembunyikan Irene Paredes, sang kapten. Setelah menerima trofi Liga Nasional Putri UEFA, Paredes sempat berjalan sambil menengadah. Paredes seperti menahan air matanya agar tidak tumpah. Dia lantas mengangkat trofi itu bersama-sama rekan setimnya di podium juara.
Keharuan Paredes dapat dipahami. Itu bukan semata-mata karena timnas Spanyol berhasil meraih gelar juara setelah menaklukkan Perancis, 2-0, di Stadion La Caturja, Sevilla, Spanyol, Kamis (29/2/2024) dini hari WIB. Rasa haru itu juga karena akhirnya Paredes mengangkat gelar sebagai kapten Spanyol.
Paredes adalah bagian penting dari timnas Spanyol di Piala Dunia Putri 2023 dan telah menjadi kapten selama empat tahun. Akan tetapi, ban kaptennya dicopot sebelum Piala Dunia karena turut memprotes pelatih kepala saat itu, Jorge Vilda, dan Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF).
Paredes mendukung Las 15, yaitu 15 pemain yang mengirim surat kepada RFEF bahwa mereka tidak akan bermain untuk timnas Spanyol lagi sampai ada perubahan pada kultur dan aturan tim yang merusak keadaan emosional dan kesehatan mereka.
Kehormatan untuk mengangkat trofi Piala Dunia pun diberikan kepada bek tengah Ivana Andres yang ditunjuk menjadi kapten. Maka, wajar kemenangan di final UEFA Nations League memiliki arti khusus bagi Paredes. Ini menjadi trofi bergengsi pertamanya bersama Spanyol sebagai kapten.
Kesuksesan meraih juara UEFA Nations League ini juga bermakna besar bagi semua pemain Spanyol. Bagaimana tidak, dalam setahun terakhir, mereka kerap berada dalam situasi sulit. Aitana Bonmati, sang gelandang serang, misalnya, menggambarkan aksi pemogokan Las 15 sebagai hal yang membuat mereka kehilangan uang dan sponsor sekaligus ”terbunuh di media”.
Gelar ini memberi kami kekuatan untuk melanjutkan di level individu, di level klub, dan di level tim nasional. Kami menginginkan lebih, dan semakin lama kita dapat memperpanjang periode kesuksesan ini, semakin baik.
Saat masalah itu belum sepenuhnya rampung, muncul problem baru. Presiden RFEF saat itu, Luis Rubiales, mencium Jennifer Hermoso ketika upacara penyerahan medali Piala Dunia. Para pemain Spanyol beramai-ramai berada pada barisan paling depan untuk mendukung Hermoso atas pelecehan seksual tersebut.
Skuad ”La Roja” juga kompak memelopori gerakan ”Se acabo” (Sudah berakhir) di media sosial, seperti gerakan #MeToo yang bertujuan untuk melawan pelecehan dan kekerasan seksual. Mereka pun memperjuangkan hak-hak mereka dan mengadakan pertemuan hingga larut malam untuk mencapai kesepakatan dengan RFEF.
Artinya, fokus skuad Spanyol selalu terbelah antara hal yang ada di lapangan dan di luar lapangan. Namun, mereka memiliki ketangguhan dalam setiap momen berat dan semangat perlawanan dalam situasi tidak adil. Mereka tak menyerah, baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.
”Gelar ini memberi kami kekuatan untuk melanjutkan di level individu, di level klub, dan di level tim nasional. Kami menginginkan lebih, dan semakin lama kita dapat memperpanjang periode kesuksesan ini, semakin baik,” kata Mariona Caldentey, pencetak gol kedua Spanyol dalam laga final UEFA Nations League.
Gol pada partai final yang menegaskan kemenangan Spanyol itu bak pembuktian lain bagi Mariona Caldentey, yang sebelumnya jarang mendapat sorotan. Begitu juga dengan gol pertama dari Aitana Bonmati yang semakin membuktikan bahwa dia layak meraih Penghargaan Pemain Terbaik FIFA, Ballon d’Or Feminin, Pemain Terbaik UEFA, dan Bola Emas atau pemain terbaik di Piala Dunia dalam satu musim ini.
Kemenangan pada partai final pun membawa senyuman di wajah Hermoso yang mengalami momen berat setelah pelecehan Rubiales. ”Para pemain tahu bahwa kami harus memberikan segalanya di setiap pertandingan untuk mempertahankan lambang ini dan status kami sebagai juara dunia. Hari ini kami sekali lagi merayakannya, yang menurut saya pantas kami dapatkan,” ujar Hermoso.
”Ini membuktikan bahwa sepak bola putri adalah masa depan,” ujarnya.
Keberhasilan menjuarai UEFA Nations League tersebut pun melengkapi kesuksesan Spanyol yang sebelumnya telah menyegel tiket ke Olimpiade Paris 2024. Skuad asuhan Montse Tome ini lolos untuk pertama kalinya ke Olimpiade seusai mengalahkan Belanda, 3-0, di semifinal UEFA Nations League.
”Saat saya melatih Maroko, kami cukup beruntung bisa bermain melawan Spanyol di Piala Dunia 2018 dengan lini tengah Iniesta, Isco, dan Busquets. Hari ini saya mendapat kesan saya melihat hal yang sama,” kata Pelatih Perancis Herve Renard.
Kemenangan atas Perancis pada partai final tak hanya mengantarkan Spanyol menjadi juara UEFA Nation League. Ini juga berarti mereka berhasil mengakhiri dominasi Perancis yang tak terkalahkan dalam 13 pertemuan. Perancis telah menang 10 kali dan imbang tiga kali saat bertemu Spanyol sebelumnya.
Spanyol seolah menegaskan, untuk saat ini tak ada yang bisa membendung langkah mereka. Spanyol bergeming di takhta tertinggi, buah dari kerja keras dan resiliensi.