Di balik kesuksesan Arsenal dalam eksekusi skema bola mati, terdapat taktik yang sering digunakan pada laga bola basket.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Nicolas Jover, pelatih bola mati Arsenal, nyaris selalu menjadi buah bibir dalam setiap kemenangan tim pada 2024. Berkat dia, kerinduan Arsenal pada sosok penyerang murni bisa terlupakan. Seorang jurnalis sampai bertanya kepada Manajer Mikel Arteta, ”Apakah Jover akan segera mendapatkan bonus atas kinerjanya?”
Pertanyaan spontan itu agak personal, tetapi wajar muncul dalam konferensi pers. Arsenal kembali mencetak dua gol dari bola mati dalam kemenangan atas Newcastle United, 4-1, Minggu lalu. Sebagai profesional yang tahu batas wewenang, Arteta tidak banyak berkomentar. ”Itu wilayah pemilik (klub),” ujarnya sambil tersenyum.
Terlepas dari itu, sudah sepatutnya Jover mendapatkan apresiasi sebesar mungkin. Arsenal menjadi raja bola mati musim ini berkat bantuannya. ”Si Meriam” telah menghasilkan 19 gol dari bola mati, selain penalti, dengan 13 kali dari tendangan sudut. Semuanya melampaui catatan tim lain di Liga Inggris.
Pertanyaannya, bagaimana Arsenal bisa begitu dominan dalam bola mati? Hal itu bisa terjawab jika melihat semua gol mereka dari bola mati. Kuncinya adalah pergerakan konstan dan taktik blok yang menciptakan ilusi pada pertahanan lawan. Jover pun seolah menghadirkan tim bola basket di lapangan sepak bola.
Di lapangan basket yang terbilang kecil ketimbang sepak bola, ruang adalah segalanya. Salah satu cara terbaik menciptakan situasi dalam ruang sempit adalah aksi screen. Biasanya, pemain bertubuh besar akan berkorban untuk menghadang pemain lawan. Tujuannya, eksekutor terbaik tim bisa mendapatkan ruang tembak.
Taktik tersebut terlihat jelas dalam gol-gol bola mati Arsenal. Ada yang bertugas sebagai eksekutor dan pengalih perhatian. Dalam laga versus Crystal Palace pada akhir Januari, misalnya, saat Arsenal menciptakan dua gol pembuka dari bola mati. Sepasang gol itu diciptakan bek tengah Gabriel Magalhaes.
Presensi fisik Magalhaes dengan tinggi 1,9 meter memang sangat menguntungkan. Namun, ada juga peran besar bek Ben White dan penyerang Leandro Trossard yang melakukan screen. White menutup ruang gerak kiper lawan, sementara Trossard memunggungi bek lawan agar tidak bisa menjangkau Magalhaes.
Fakta bahwa kami bisa mencetak gol dengan berbagai cara dan berbagai pemain sangatlah memuaskan.
Beberapa pekan setelah itu, giliran bek William Saliba yang mencetak gol tendangan sudut versus West Ham United. Peran White masih sama, mengganggu kiper. Yang beda adalah tugas bek Jakub Kiwior. Bola menuju ke arahnya, tetapi Kiwior tidak melompat. Dia lebih menahan bek lawan agar Saliba yang berada di belakangnya bisa leluasa menyundul bola.
Arsenal seperti memainkan strategi klub NBA Golden State Warriors. Semua pemain di lapangan akan mengorbankan tubuhnya ke arah lawan untuk membebaskan seorang Stephen Curry, sang penembak terbaik sepanjang sejarah. Arsenal serupa, ingin memaksimalkan keunggulan fisik para bek tengah saat skema bola mati.
Inspirasi dari NBA juga pernah diperlihatkan tim nasional Inggris pada Piala Dunia Rusia 2018. Mereka begitu dominan dalam situasi tendangan sudut.
Bagai situasi lemparan ke dalam NBA, para pemain Inggris berbaris di kotak penalti lawan. Mereka langsung berlari ke berbagai arah dan melakukan screen saat bola terbang.
Ternyata, beberapa bulan sebelum berangkat ke Rusia, Pelatih Kepala Inggris Gareth Southgate sempat menyaksikan laga NBA antara Minnesota Timberwolves dan New Orleans Pelicans. Dari laga itu, dia belajar bagaimana membuat keuntungan dari ruang yang sangat sempit. Pelajaran itu berbuah semifinal pertama sejak 1990.
Ilusi Jover
Jika diibaratkan industri sulap, para pemain Arsenal adalah sosok pesulap tersebut dan Jover pembuat alatnya. Dominasi Arsenal dalam bola mati sudah berlangsung sejak awal musim, tetapi belum bisa diantisipasi tim lawan. Padahal, analis video pertandingan sudah ada di setiap tim Liga Inggris.
Semua berkat ilusi ciptaan Jover. Arsenal terus mengubah pendekatan taktik saat bola mati, seperti tim NBA yang punya skema tak terhingga. Ketika lawan mengantisipasi, mereka sudah selangkah lebih maju. Buktinya dalam laga terakhir versus Newcastle. Arsenal mencetak gol dari tendangan sudut dengan aktor berbeda.
Gol diciptakan bek Jakub Kiwior. Itu merupakan gol pertama pemain setinggi 1,89 meter tersebut sejak berseragam Arsenal di musim panas lalu. Kiwior dipercaya sebagai tujuan akhir skema bola mati, menjadi opsi selain Saliba dan Magalhaes. Lawan pun semakin kebingungan.
Menariknya lagi, peran Saliba dalam gol itu juga berubah. Saliba menggantikan peran White untuk melakukan screen terhadap kiper lawan. Hal itu merespons hasil dari dua laga sebelumnya, versus Burnley dan Porto. Strategi White mengusik kiper sudah bisa dibaca. Tim lawan menyiapkan pemain khusus untuk mengusir White.
Pergantian eksekutor bola mati berpengaruh besar. Gelandang jangkar Declan Rice yang jarang mengambil tendangan sudut selalu ditugaskan sejak Arsenal kembali dari kamp Dubai pada jeda musim dingin. Sejak saat itu, dia sudah menciptakan empat asis. Tidak ada satu pun pemain di liga yang melebihi jumlah itu pada 2024.
Tidak pelak, dominasi dari skema bola mati tersebut akan mengantar Arsenal ke puncak tangga juara pada akhir musim. Mereka menyudahi kekhawatiran akibat tidak punya penyerang murni kelas dunia. ”Fakta bahwa kami bisa mencetak gol dengan berbagai cara dan berbagai pemain sangatlah memuaskan,” ujar Arteta. (AP/REUTERS)