Qatar kian mempertebal predikat sebagai tanah sepak bola yang penuh keajaiban
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
DOHA, JUMAT – Laga final antara Qatar dan Jordania di Stadion Lusail, Qatar, Sabtu (10/2/2024) pukul 22.00 WIB, bakal menjadi puncak dari serentetan kejadian ajaib di Piala Asia 2023. Walau bukan tergolong final ideal, laga puncak ini layak dinanti karena kembali berpotensi menyuguhkan drama tak bertepi. Apalagi Stadion Lusail menyimpan kenangan menyelenggarakan final Piala Dunia 2022 yang disebut sebagai final paling dramatis sepanjang sejarah sepak bola.
Publik masih terngiang betapa hebat persaingan antara Argentina dan Perancis untuk menjadi juara dunia. Drama enam gol di waktu normal dan ditambah ketegangan di babak adu penalti adalah kesan yang tertinggal di Stadion Lusail. Dengan rekam jejak seperti itu, pertemuan Qatar dan Jordania bisa dibilang tidak bisa lagi menjadi laga biasa. Terlebih, kedua tim mencapai final dengan cara yang ajaib.
Qatar, meski bertindak sebagai tuan rumah, tidaklah terlalu diunggulkan di Piala Asia. Mereka masih kalah favorit dibandingkan raksasa-raksasa lama Asia seperti Arab Saudi, Jepang, Iran, dan Korea Selatan. Sebulan menjelang dimulainya Piala Asia, Qatar mengambil keputusan mengejutkan dengan mengganti pelatih kepala Carlos Queiroz dengan Bartolome “Tintin” Marquez Lopez.
Pergantian pelatih menjelang turnamen tentunya sebuah keputusan yang sulit diterima akal sehat. Selain karena berpotensi mengganggu ritme tim, adaptasi pemain juga bisa menjadi kendala dengan adanya sistem yang dibawa pelatih baru.
Akan tetapi, Qatar memang tanah sepak bola yang penuh dengan keajaiban. Pergantian pelatih secara mendadak tidak membuat performa Qatar terganggu. Keberhasilan mencapai final adalah buktinya.
Hal serupa juga pernah dialami Maroko yang mengganti pelatih tiga bulan menjelang Piala Dunia 2022. Seperti kisah Qatar kali ini, Maroko juga sukses mencetak sejarah sebagai negara Afrika pertama yang bisa melaju hingga semifinal Piala Dunia.
“Yang terbaik masih akan datang,” ucap penyerang Qatar, Akram Afif, menjelang final. Ia mengisyaratkan Qatar belum mengerahkan semua kemampuan terbaiknya. Dengan demikian, besar kemungkinan bakal ada potongan-potongan drama lainnya di final.
Menurut Afif, performa gemilang Qatar di Piala Asia berhubungan dengan kegagalan besar mereka di Piala Dunia 2022. Qatar menelan tiga kekalahan di fase penyisihan grup. Belum pernah ada tuan rumah yang tampil lebih buruk dari itu.
Namun, pernah mencicipi persaingan di level dunia memberikan pengalaman berharga bagi para pemain Qatar. Itulah yang menjadi bekal mereka bersaing di Piala Asia.
“Saya pikir kami memainkan pertandingan yang sangat besar. Para pemain tidak menyia-nyiakan upaya apapun. Sekarang kami memiliki satu langkah terakhir tersisa untuk mempertahankan gelar kami,” kata Marquez.
Peluang Jordania
Qatar memang sedikit lebih diunggulkan dibanding Jordania. Selain sebagai tuan rumah, Qatar jauh lebih berpengalaman karena berstatus juara bertahan Piala Asia dan pernah berkontestasi di Piala Dunia. Sedangkan, Jordania belum pernah merasakan dua hal tersebut.
Walau begitu, keberhasilan Jordania melaju ke final tidak pernah dibayangkan oleh khalayak. Mencapai semifinal sudah merupakan sejarah tersendiri bagi Jordania. Menghadapi Korea Selatan di semifinal, Jordania mampu menang dua gol tanpa balas dan mempertajam torehan sejarah dengan lolos ke final untuk pertama kalinya.
“Kami menampilkan pola pikir seorang juara, menunjukkan ketangguhan dan determinasi dalam setiap aspek permainan. Kami tumbuh semakin ambisius dari waktu ke waktu,” kata pelatih Jordania, Hussein Ammouta.
Skuad Jordania juga jauh dari kesan mentereng. Di tim Jordania, hanya penyerang Mousa Al Taamari yang berkarier di Eropa bersama klub Liga 1 Perancis, Montpellier. Selebihnya, pemain Jordania bermain di liga domestik. Meski hanya memiliki satu penyerang yang berpengalaman merasakan sepak bola Eropa, itu sudah lebih dari cukup bagi Jordania untuk menggemparkan Asia.
Sebagai penyerang sayap, Al Taamari punya kekuatan di kaki kirinya. Ia kerap dimainkan Marquez di sayap kanan sehingga leluasa menembak dengan kaki terkuatnya.
Gaya permainannya mirip dengan mantan pemain Bayern Muenchen, Arjen Robben. Al Taamari kerap melewati lawan dan berbelok (cut back) untuk menemukan sudut menembak yang nyaman. Gaya permainan ini dia tunjukkan saat membobol gawang Korea Selatan di semifinal.
Dari lima laga di Piala Asia, Al Taamari sudah mengoleksi tiga gol dan satu asis. Dia menjadi salah satu pemain Jordania yang harus mendapat perhatian khusus dari bek Qatar.
Selain itu, Yazan Al Naimat juga patut diwaspadai Qatar. Sentuhannya dengan Al Taamari di kotak penalti terbukti menghadirkan malapetaka bagi Korea Selatan.
Marquez harus mencari formula menghentikan dua ujung tombak Jordania itu agar impian Qatar menjadi negara kelima yang berhasil mempertahankan gelar juara tidak musnah.