Piala Asia sudah bukan ajang remeh yang mudah diprediksi. Kekalahan Jepang dan Australia membawa sebuah pesan penting.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
AL RAYYAN, SABTU — Iran menjadi tim ketiga yang memastikan tempat di semifinal Piala Asia seusai mengalahkan Jepang, 2-1, di Stadion Kota Pendidikan Al Rayyan, Qatar, Sabtu (3/2/2024). Hasil di babak perempat final Piala Asia memberikan satu pesan penting bahwa tim yang kuat tidak serta-merta akan mulus meraih kemenangan. Jepang dan Australia menjadi contoh betapa pentingnya suatu tim menjaga fokus hingga akhir jika tidak ingin merasakan pahitnya tersingkir.
”Kaisar” sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, pernah mengucapkan kalimat yang sangat terkenal. Dia berkata, tim yang kuat bukanlah yang akan menang. Akan tetapi, tim yang menang adalah tim yang kuat.
Itu adalah cara Beckenbauer dalam melukiskan betapa sepak bola tidak bisa diukur dari kalkulasi matematika atau sebatas angka-angka statistik semata. Lebih dari itu, ada hal-hal dan faktor lain di atas lapangan yang bisa mengubah sejarah. Kata-kata Beckenbauer itu terbukti pada babak perempat final Piala Asia antara Jepang melawan Iran dan Australia menghadapi Korea Selatan.
Jepang bukanlah tim sembarangan yang mudah ditaklukkan. Tim berjuluk ”Samurai Biru” itu adalah penguasa Asia dengan koleksi empat gelar juara. Demikian pula Australia yang merupakan tim hebat yang pernah menjuarai Piala Asia edisi 2015.
Namun, sejarah tinggal sejarah. Di babak perempat final Piala Asia 2023, kedua negara tersebut bukanlah tim yang kuat. Iran dan Korea Selatan justru layak menyandang predikat sebagai tim yang kuat, menurut frase Beckenbauer, karena mereka mampu bertahan dari tekanan kemudian jadi pemenang di akhir laga.
Citra Jepang sebagai tim kuat terlihat di babak pertama. Mereka mampu mendikte permainan Iran. Jepang unggul lebih dulu melalui sepakan gelandang Hidemasa Morita yang sukses melewati penjagaan dua pemain belakang Iran. Gol Morita berawal dari perencanaan yang sangat matang dan dilakukan berkali-kali sejak laga dimulai.
Pelatih Jepang, Hajime Moriyasu, melihat celah di sisi kanan pertahanan Iran sehingga memerintahkan anak asuhnya untuk mengeksploitasi hal tersebut. Serangan Jepang di sisi terlemah Iran tersebut dimotori oleh pergerakan penyerang Daizen Maeda dan Morita. Mereka berkali-kali mampu melepaskan diri dari kawalan bek Iran. Gol Morita juga berawal dari ketidaksigapan pemain belakang Iran dalam membendung serangan yang datang dari sisi kanan pertahanan mereka.
Akan tetapi, Iran mampu bermain lebih tenang dan bangkit di babak kedua. Memanfaatkan kacaunya organisasi pertahanan Jepang, penyerang Iran, Sardar Azmoun, mengirimkan umpan mendatar terukur kepada Mohammad Mohebi. Tanpa kesulitan, Mohebi menaklukkan kiper Zion Suzuki dari jarak dekat.
Kelemahan Jepang
Gol Mohebi mempertegas buruknya koordinasi di lini belakang Jepang. Inilah kelemahan terbesar ”Samurai Biru” sepanjang turnamen. Semenjak babak penyisihan grup, Jepang tidak pernah mampu mencatatkan nirbobol.
Dalam lima laga di Piala Asia, tim Jepang sudah lima kali kebobolan. Moriyasu mengaku menaruh perhatian besar pada lemahnya kinerja lini belakang timnya. Dia berjanji akan meningkatkan performa para pemain belakang. Sebuah janji yang ternyata tidak mampu Moriyasu tunaikan.
Setelah kebobolan gol penyeimbang dari Mohebi, performa lini belakang Jepang tidak kunjung membaik. Kesalahan mengambil keputusan dalam mendistribusikan bola dan juga kurangnya koordinasi serta komunikasi antarpemain membuat para pemain Iran beberapa kali mendapatkan peluang emas.
Salah satu peluang emas itu datang dari Azmoun yang sempat membawa Iran unggul 2-1 di menit ke-62. Malang bagi Iran, gol Azmoun itu dianulir wasit karena dirinya lebih dulu terjebak offside.
Keberuntungan Jepang habis di pengujung laga. Kesalahan pemain belakang dalam mengantisipasi bola liar berbuah petaka. Bek Jepang, Ko Itakura, melakukan pelanggaran di kotak penalti sehingga wasit memberikan hadiah penalti kepada Iran. Alireza Jahanbakhsh menunaikan tugasnya dengan baik.
Dalam waktu yang tersisa hanya beberapa menit, sulit bagi Jepang untuk menyamakan kedudukan. Iran sukses melaju ke semifinal sekaligus membalaskan dendam atas kekalahan mereka dari Jepang di semifinal Piala Asia 2019.
Kami sangat senang bisa melaju ke babak selanjutnya. Ini laga yang berat tapi ada rasa percaya yang besar di dalam tim bahwa kami bisa mewujudkannya walau sempat tertinggal hingga jeda.
”Kami sangat senang bisa melaju ke babak selanjutnya. Ini laga yang berat tapi ada rasa percaya yang besar di dalam tim bahwa kami bisa mewujudkannya walau sempat tertinggal hingga jeda,” kata penyerang sayap Iran, Alireza Jahanbakhsh, setelah laga.
”Mereka membuat kami berada di bawah tekanan berat dan kami tidak bisa bertahan dari situasi itu. Menghadapi lawan kuat, kami tidak boleh kebobolan seperti ini. Seharusnya kami mencetak gol kedua, jika berhasil, hasil pertandingan akan berbeda,” kata bek Jepang, Takehiro Moriyasu.
Australia tersingkir
Sebagaimana Jepang, Australia juga merasakan perihnya tersingkir karena gagal menjaga keunggulan hingga menit-menit akhir pertandingan. Setelah unggul melalui Craig Goodwin di babak pertama, Australia lengah di pengujung laga sehingga Korea Selatan mampu membalas lewat gol Hwang Hee-chan dan Son Heung-min.
Itu adalah kali kedua Korea Selatan selamat dari lubang jarum lalu berbalik unggul atas lawannya. Sebelumnya, ”Kesatria Taeguk” merasakan hal sama saat menghadapi Arab Saudi. Tertinggal lebih dulu, Korea Selatan mampu mencetak gol penyeimbang di pengujung laga hingga pemenang harus ditentukan lewat adu tendangan penalti. Mentalitas Korea Selatan menjadi kunci mereka memenangi adu penalti yang berkesudahan dengan skor 4-2.
Di semifinal, Korea Selatan akan menghadapi Jordania yang sukses melaju seusai mengalahkan Tajikistan 1-0. ”Kesatria Taeguk” pun kian dekat mewujudkan mimpi menjuarai Piala Asia yang terakhir kali diraih pada 1960. (AFP/REUTERS)