Sejarah Berulang, Mourinho Dipecat AS Roma di Musim Ketiga
Sejak awal musim, AS Roma asuhan Mourinho tampil buruk. ”Sindrom musim ketiga” Mourinho disebut kumat lagi.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
ROMA, SELASA — Jose Mourinho resmi dipecat dari jabatannya sebagai pelatih AS Roma, Selasa (16/1/2024), setelah serangkaian hasil buruk klub ibu kota Italia tersebut. Pemecatan ini seperti mengulang sejarah sekaligus menunjukkan ”penyakit” yang diidap Mourinho, yakni mengalami musim ketiga yang buruk dan berujung pemecatan atau pergi atas kemauan sendiri.
Kabar pemutusan hubungan kerja Mourinho dan staf kepelatihannya itu disampaikan oleh AS Roma melalui laman resminya. Pemilik AS Roma, Dan dan Ryan Friedkin, berterima kasih atas kontribusi Mourinho selama menjadi pelatih di Stadion Olimpico.
”Kami akan selalu memiliki kenangan indah soal masa jabatannya di Roma, tetapi kami yakin perubahan segera adalah demi kepentingan terbaik klub,” kata Dan dan Ryan Friedkin.
Dalam pengumuman itu, Dan dan Ryan juga mendoakan yang terbaik bagi Mourinho. Adapun pelatih dan staf kepelatihan Roma yang baru akan diumumkan lebih lanjut.
Tak lama kemudian, Mourinho hanya menuliskan ”Arriverdeci, Roma” yang berarti ”Selamat tinggal, Roma” di akun X (dahulu Twitter). Pelatih asal Portugal itu bersama unggahan potret dirinya sedang memegang trofi Liga Konferensi Eropa yang diraih pada 2022.
Kontrak sebenarnya Mourinho baru akan berakhir pada bulan Juni 2024. Pelatih yang tiba di Roma pada Mei 2021 ini telah berulang kali menyatakan ingin bertahan, tetapi pembicaraan tentang perpanjangan kontraknya tidak pernah terwujud.
Rumor kepergian Mourinho kian kuat setelah Roma kalah 1-3 dari AC Milan dalam laga Liga Italia, Senin (15/1/2024) dini hari WIB. Kekalahan itu membuat Roma kini menempati posisi ke-9 klasemen dengan total 29 poin. Dalam total lima pertandingan, mereka hanya meraih satu kemenangan.
Banyak pihak menyebut Mourinho memiliki ”sindrom musim ketiga”, yakni kehilangan sihir sebagai pelatih dan performa tim asuhannya akan memburuk pada atau setelah musim ketiganya menangani tim sepak bola.
Rekor Roma menghadapi klub-klub besar musim ini pun terbilang mengecewakan. Tim berjulukan ”I Giallorossi” alias ”Si Kuning-Merah” hanya mengalahkan Napoli, 2-0. Mereka kemudian bermain imbang dengan Lazio, Fiorentina, dan Atalanta. Lalu, mereka dua kali kalah dari Milan, Inter, dan Juventus.
Penampilan buruk Roma sebenarnya sudah terlihat sejak awal musim 2023-2024. Lorenzo Pellegrini dan kawan-kawan hanya meraih satu kemenangan dalam enam laga perdana Liga Italia. Roma pun sempat terjerembab di peringkat ke-16 klasemen sementara Liga Italia, hanya terpaut dua poin dari zona degradasi.
Hal itu sempat memunculkan lagi perbincangan soal ”penyakit” lama Mourinho. Banyak pihak menyebut Mourinho memiliki ”sindrom musim ketiga”, yakni kehilangan sihir sebagai pelatih dan performa tim asuhannya akan memburuk pada atau setelah musim ketiganya menangani tim sepak bola.
Sejak melatih Benfica (2000), Uniao de Leiria (2001 hingga 2002), sampai Tottenham Hotspur (2019 sampai 2021), Mourinho seolah hanya punya masa batas waktu maksimal tiga musim untuk satu klub.
Memang tak semua klub yang dilatih Mourinho memburuk pada musim ketiga. Namun, mengalami dua musim gemilang sebelum akhirnya terpuruk pada musim ketiga juga bukanlah pengalaman asing bagi Mourinho.
Apa yang terjadi pada musim ketiganya di Manchester United, Chelsea, dan Real Madrid dapat menjadi contoh. Di Manchester United, Mourinho sukses mempersembahkan tiga trofi, termasuk satu gelar juara Liga Europa 2016-2017, pada dua musim pertamanya.
Mourinho juga mempersembahkan prestasi gemilang pada periode keduanya di Chelsea. Pelatih yang populer dengan julukan ”The Special One” ini mengantarkan ”Si Biru” meraih gelar juara Liga Inggris musim 2014-2015. Namun, Mourinho dipecat Chelsea dan Manchester United pada awal musim ketiga setelah situasi internal tim mulai bergejolak.
Di Real Madrid, Mourinho memang tidak dipecat setelah mempersembahkan tiga trofi. Namun, ia memulai perselisihan dengan kiper utama sekaligus legenda Real, Iker Casillas. Alhasil, tidak ada pilihan bagi Mourinho selain hengkang pada musim panas 2013.
”Ini merupakan awal musim terburuk saya sebagai pelatih. Namun, saya rasa Roma belum pernah tampil di dua final Eropa berturut-turut (sebelum musim lalu),” ucap Mourinho selepas kekalahan dari Genoa, September 2023.
Mourinho seolah ingin menegaskan, meski musim ketiganya tak berjalan mulus, pencapaian dua musim pertamanya juga bersejarah. Pelatih berusia 60 tahun ini merujuk pada keberhasilan Roma menjuarai Liga Konferensi Eropa musim 2021-2022 dan menjadi runner-up Liga Europa 2022-2023.
Dia pun sempat berjanji untuk bekerja keras ”mengobati” penyakitnya dengan meraih tiga poin dan mengubah keadaan. Namun, batas kesabaran Roma tampaknya sudah habis.
Roma gagal lolos ke Liga Champions yang menghasilkan banyak uang di bawah kepemimpinan Mourinho. Ini sebuah masalah besar bagi klub yang beroperasi di bawah batasan Financial Fair Play yang kesulitan menyeimbangkan pembukuannya.
Media Italia melaporkan bahwa mantan kapten Roma, Daniele De Rossi, menjadi salah satu kandidat favorit untuk jadi pengganti Mourinho. De Rossi adalah idola bagi para penggemar Roma sebagai pemain lokal yang mempersembahkan dua gelar Coppa Italia dan satu Piala Supercoppa Italia.
Namun, pelatih berusia 40 tahun ini memiliki sedikit pengalaman sebagai pelatih. Satu-satunya pengalamannya ialah melatih SPAL selama empat bulan pada musim lalu. Masa kerjanya berakhir dengan tim tersebut terdegradasi ke divisi ketiga atau Serie C. (REUTERS)