Jose Mourinho tidak mampu meruntuhkan tuah Sevilla di Liga Europa. Tangis Mourinho di Budapest seakan menjadi tanda bagi puncak kondisi tak ideal AS Roma pada musim ini.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
BUDAPEST, KAMIS – Rentetan kekecewaan yang dialami Pelatih AS Roma Jose Mourinho selama musim 2022-2023 mencapai klimaks ketika “Si Serigala” tumbang dari Sevilla di final Liga Europa, Kamis (1/6/2023) dini hari WIB, di Arena Puskas, Budapest, Hongaria. Padahal, gelar Eropa kedua bersama Roma menjadi harapan terakhir Mourinho untuk mengubur lara yang dirasakannya dalam satu musim terakhir.
Meski memiliki Mourinho, Roma gagal memfasilitasi juru taktik langganan juara itu dengan kondisi tim yang ideal untuk mengejar trofi. Pemilik Roma Dan Friedkin dan Direktur Olahraga Tiago Pinto gagal membentuk tim sesuai harapan Mourinho di awal musim ini.
Hasrat Mourinho untuk membawa Roma bersaing di papan atas tidak bisa terwujud akibat kedalaman skuad yang tidak merata. Si Serigala hanya mendatangkan Paulo Dybala yang direkrut dari Juventus secara gratis sebagai rekrutan kelas “A”.
Kondisi itu membuat Mourinho berulang kali menyampaikan bahwa Roma belum berada di level untuk bersaing dengan tim raksasa Italia lainnya. Atas dasar hal itu, Mourinho mematok skala prioritas tim untuk fokus di Liga Europa dan mengorbankan performa di liga untuk meraih trofi serta meraih tiket ke Liga Champions Eropa musim depan.
Walaupun gagal memenuhi target di musim ini, Mourinho tetap kagum dengan semangat juang timnya untuk menembus final Liga Europa. Spirit pantang menyerah itu adalah satu-satunya hal yang menggembirakan bagi juru taktik berpaspor Portugal itu pada tahun keduanya menangani Roma.
“Saya telah memenangkan lima final kompetisi Eropa dan saya kalah untuk pertama kali. Akan tetapi, saya kembali ke rumah dengan rasa bangga lebih besar dibandingkan sebelumnya. Pemain benar-benar memberikan segalanya di musim ini,” ujar Mourinho kepada Sky Sport Italia seusai laga.
Ia menambahkan, “Setiap dari kami bereaksi berbeda dengan kekalahan ini. Ada yang menangis, beberapa lainnya tidak. Akan tetapi, kenyataannya kami semua sangat sedih. Kami terasa seperti mati kelelahan secara fisik dan psikologi”.
Perasaan kecewa Mourinho dipertebal dengan kepemimpinan wasit asal Inggris, Anthony Taylor, yang dianggapnya memihak ke Sevilla. Pelatih berusia 60 tahun itu pun sampai menunggu Taylor di kawasan parkir stadion untuk menumpahkan protesnya.
Kehabisan energi
Sejak memastikan tempat ke babak semifinal usai menyingkirkan Feyenoord, juara Liga Belanda, di perempat final, 21 April lalu, skuad Si Serigala tak berdaya di Liga Italia. Mereka telah gagal meraih kemenangan di tujuh laga terakhir liga. Hanya empat poin dari 21 poin tersedia yang bisa diraih Lorenzo Pellegrini dan kawan-kawan.
Di tengah performa buruk di liga, Roma bisa mengungguli Bayer Leverkusen, 1-0, pada dua laga semifinal. Mereka juga membuat Sevilla, penguasa Liga Europa, tak bisa berbuat banyak di partai puncak.
Selama 120 menit laga, Sevilla hanya mencetak gol melalui bunuh diri bek Roma, Gianluca Mancini, pada menit ke-55. Gol itu menyamakan skor setelah Paulo Dybala membawa Roma unggul di menit ke-35. Akhirnya, Si Serigala tumbang, 1-4, dalam duel adu penalti.
Kami mengalami banyak momen buruk di musim ini. Gelar Liga Europa adalah penegas kualitas sesungguhnya dari kami. (Jose Luis Mendilibar)
Laga final, yang berakhir menyedihkan bagi Mourinho, membuka tabir tentang kualitas sesungguhnya skuad Roma. Si Serigala amat bergantung kepada Dybala.
Meskipun mengalami enam cedera silih berganti sehingga harus menepi dari lapangan hijau selama 76 hari di musim ini, pemain berjuluk “La Joya”itu tetap berpredikat sebagai sumber utama gol Roma. Catatan 17 gol di seluruh ajang menjadikan Dybala satu-satunya pemain Roma yang mencetak digit ganda gol.
Selain itu, Dybala juga menjadi "deputi" dalam koleksi asis skuad Roma di musim ini dengan koleksi delapan umpan berbuah gol. Jumlah asisnya itu hanya kalah dari Pellegrini yang menghasilkan sembilan asis dari 47 laga bersama tim asal ibu kota Italia itu.
Bryan Cristante, gelandang Roma, mengakui rekan setimnya sangat sedih. Ia menyatakan, rasa pahit dari kegagalan di final Liga Europa akan menghantui skuad Roma selama liburan jeda kompetisi.
“Kami akan berusaha untuk memulai kembali di musim baru. Anda tidak akan menembus final kompetisi Eropa dua kali secara kebetulan, sehingga kami adalah tim yang luar biasa. Penting bagi kami untuk meningkatkan diri di musim selanjutnya,” kata Cristante dilansir La Gazzetta dello Sport.
Media-media di Italia pun mengapresiasi perjuangan skuad Si Serigala dan menyebut kekalahan itu karena kurang beruntung pada adu penalti. ”Kepahitan yang luar biasa,” bunyi judul di halaman muka koran Italia, I Messaggero, edisi Kamis.
Seiring kekalahan di Budapest, Roma dipastikan belum akan kembali ke Liga Champions sejak edisi 2018-2019. Di Liga Italia pun mereka sudah dipastikan gagal menembus empat besar. Target realistis tersisa Roma di laga pamungkas Liga Italia melawan Spezia, Senin (5/6) dini hari WIB, adalah mempertahankan posisi keenam untuk merebut tiket ke Liga Europa musim depan.
Capaian sempurna
Sementara itu, Sevilla kian menegaskan mereka sebagai “raja” Liga Europa. Mereka menjaga kesempurnaan berkat menyapu bersih tujuh laga partai puncak dengan kemenangan.
Trofi Liga Europa adalah penebusan manis dari penampilan buruk di liga. Sevilla tampil mengecewakan dan sempat terdampar di zona degradasi Liga Spanyol.
Dengan berada di peringkat ke-11 di kompetisi domestik, Sevilla mencatatkan posisi terburuk di liga ketika mengangkat trofi kompetisi kelas dua antarklub Eropa itu. Pada enam raihan juara sebelumnya, mereka tidak pernah terlempar dari zona kompetisi Eropa di Liga Spanyol.
“Kami mengalami banyak momen buruk di musim ini. Gelar Liga Europa adalah penegas kualitas sesungguhnya dari kami,” ujar Pelatih Sevilla Jose Luis Mendilibar dilansir Marca.
Sevilla pun tidak menunda pesta juara mereka. Skuad Sevilla langsung melakukan parade dengan bus atap terbuka sejak tiba dari Bandara San Pablo, Kamis petang waktu setempat. Mereka menjalani parade selama 3,5 jam melewati pusat kota dan berakhir di Stadion Ramon Sanchez-Pizjuan yang menjadi sentra perayaan juara. (AFP)