Untuk pertama kali sejak 1993/1994, ada tiga wakil Italia yang menembus final tiga kompetisi Eropa berbeda. Capaian itu dianggap sebagai sinyal positif awal kebangkitan sepak bola Italia yang meredup usai era 1990an.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
AP/KEYSTONE/ENNIO LEANZA
Para pemain Fiorentina merayakan kemenangan mereka atas FC Basel pada laga kedua semifinal Liga Konferensi UEFA di Stadion ST Jakob-Park, basel, Swiss, Jumat (19/5/2023) dini hari WIB. Fiorentina menang 3-1 dan melaju ke final dengan keunggulan agregat 4-3
MILAN, KAMIS - Setelah era 1990an, sepak bola Italia terus kehilangan pamor. Serie A, liga kasta tertinggi ”Negeri Spageti” dicap sudah kehilangan masanya, dianggap sebagai liga yang lambat dan membosankan, dinilai hanya tempat bernaung pemain-pemain buangan, dan klub-klubnya ketinggalan zaman.
Faktanya, musim ini, Serie A menghadirkan persaingan sengit yang menghibur, terutama dalam perebutan empat besar. Bahkan, tiga wakil Italia menembus final tiga kompetisi Eropa berbeda, yakni Inter Milan di Liga Champions, AS Roma di Liga Europa, dan Fiorentina di Liga Konferensi. Sepak bola Italia membuktikan mereka belum habis dan justru mengarah kepada kebangkitan.
”Luar biasa, sepak bola Italia menunjukkan bahwa ia kembali ke level yang penting. Ketiga klub Italia pantas berada di final, kami semua akan memberikan hati dan jiwa untuk meraih kemenangan. Bahkan, final-final itu telah menjadi capaian fantastis untuk negara kita dan gerakan sepak bola kita,” ungkap pelatih Fiorentina Vincenzo Italiano kepada Sky Sport Italia usai timnya menghadapi tuan rumah FC Basel dalam laga kedua semifinal Liga Konferensi, Jumat (19/5/2023).
Serie A pernah menjadi liga paling top di Eropa, khususnya selama 1980-1990an. Hampir semua bintang dunia berkumpul di Serie A. Buktinya, tengoklah daftar penerima penghargaan Ballon d’Or atau Pemain Terbaik Dunia yang nyaris didominasi oleh pemain-pemain dari klub Serie A.
Pemain AS Roma Gianluca Mancini merayakan keberhasilan timnya lolos ke final Liga Europa setelah menahan imbang Bayer Leverkusen dengan skor 0-0 pada laga kedua babak semifinal di Stadion BayArena, Leverkusen, Jerman, Jumat (19/5/2023) dini hari WIB. Secara agregat, Roma unggul 1-0.
Namun, selepas 1990an, ingar-bingar Serie A berlahan meredup. Indikatornya, selepas playmaker asal Brasil yang bermain untuk AC Milan, Kaka meraih Ballon d’Or pada 2007, tidak ada lagi pemain klub Serie A yang merengkuh penghargaan tersebut. Sejak itu, Ballon d’Or praktis cuma menjadi wadah persaingan dua mega bintang klub Spanyol, yakni penyerang Argentina di Barcelona Lionel Messi dan ujung tombak Portugal di Real Madrid Cristiano Ronaldo.
Klub Serie A kesulitan bersaing dengan para wakil dari Liga Spanyol dan Liga Inggris yang menjadi kiblat baru sepak bola Eropa. Tidak ada lagi wakil Italia yang menjuarai kompetisi Eropa usai Inter memenangkan Liga Champions 2009/10. Sejak itu, prestasi terbaik klub Italia adalah dua kali finalis ajang itu yang dilakukan Juventus pada 2014/15 dan 2016/17. Di kompetisi Benua Biru lainnya, prestasi terbaik wakil Italia saat Inter menjadi finalis Liga Europa 2020.
Paceklik berakhir
Paceklik juara klub Italia baru berakhir ketika Roma mengangkat trofi Liga Konferensi 2022. Kesuksesan ”I Lupi” alias ”Si Serigala” seolah membuka jalan wakil Italia untuk bangkit bersaing di tingkat Eropa. Musim ini boleh jadi karpet merah itu terbentang.
Bermula dari persaingan Serie A yang lebih sengit dan menarik, terutama dalam perebutan empat besar di luar Napoli yang superior sejak awal musim hingga mengunci scudetto atau juara Serie A pada pekan ke-33, para wakil Italia tampil luar biasa di kompetisi Eropa mereka masing-masing. Puncaknya, Inter lolos ke final Liga Champions untuk menantang wakil Inggris, Manchester City pada 11 Juni.
Luar biasa, sepak bola Italia menunjukkan bahwa ia kembali ke level yang penting. Ketiga klub Italia pantas berada di final.
IAFP/SABELLA BONOTTO
Tendangan penyerang Inter Milan, Lautaro Martinez, yang menjadi gol satu-satunya dalam pertandingan semifinal kedua Liga Champions antara Inter Milan dan AC Milan di Stadion Giuseppe Meazza, Milan, Rabu (17/5/2023) dini hari WIB. Inter Milan maju ke final setelah menang 1-0 atas AC Milan dengan agregat 3-0.
Kemudian, Roma berjumpa wakil Spanyol, Sevilla di final Liga Europa pada 1 Juni dan Fiorentina kontra wakil Inggris, West Ham di final Liga Konferensi pada 8 Juni. Terakhir kali tiga klub Italia berada di final tiga kompetisi Eropa terjadi pada 1993/94, yaitu tatkala Milan meraih gelar Liga Champions, Inter mengangkat trofi Piala UEFA/Liga Europa, dan Parma finalis Piala Winners.
”Serie A adalah satu-satunya liga di Eropa di mana ada empat tim berbeda yang juara dalam empat musim terakhir, dari Juve, Inter, Milan, dan sekarang Napoli. Itulah yang membuat kami (sepak bola Italia) terus meningkat di Eropa selama empat tahun terakhir. Saya harap tren positif ini bisa bertahan lama,” terang Kepala Eksekutif Serie A Luigi De Siervo dikutip Sportstar bulan lalu.
Capaian itu relatif sensasional mengingat secara materi pemain dan modal keuangan klub-klub Italia tidak sementereng wakil-wakil Inggris maupun Spanyol. Makanya, banyak pelaku dan pengamat sepak bola Eropa menilai musim ini adalah titik balik kebangkitan sepak bola ”Negeri Spageti”.
Presiden Komite Olimpiade Nasional Italia (CONI) Giovanni Malago mengatakan, keberhasilan wakil Italia melaju ke final kompetisi Eropa, terlebih Inter di Liga Champions adalah sinyal positif untuk sepak bola Italia. Setidaknya, itu menjadi kampanye yang baik untuk meningkatkan kembali pamor Serie A dengan cara menjual hak siarnya.
”Ada 130 negara yang menonton Liga Champions karena ajang ini tidak hanya disaksikan di Eropa melainkan orang-orang di seluruh dunia. Itu artinya berada di sana (final) akan memberikan efek positif untuk sepak bola kami dan bertindak sebagai iklan yang bagus untuk menjual hak siar Serie A,” pungkasnya. (AP)