Al Rayyan SC yang Belum Semegah Stadion Ahmad Bin Ali
Al Rayyan SC ialah salah satu klub penuh sejarah di Qatar. Mereka berjaya pada dekade 1980-an.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dari QATAR
·4 menit baca
Bangunan permanen di depan masjid kawasan kompleks olahraga Al Rayyan, Kota Al Rayyan, Qatar, Senin (15/1/2024), bertuliskan ”Pusat Media”. Di bangunan itu terdapat fasilitas mumpuni bagi jurnalis dan fotografer untuk menjalankan tugasnya membuat laporan dari pertandingan di Stadion Ahmad Bin Ali, Al Rayyan.
Tak hanya dilengkapi ruang kerja dengan meja dan kursi nyaman serta jaringan internet cepat nan stabil, bangunan itu juga menyediakan restoran bagi awak media. Restoran itu berada di sisi tengah bangunan yang ditandai sebuah atap berkubah kaca.
Bukan sajian makanan yang menjadi daya tarik ruangan itu, melainkan empat lemari kaca berukuran besar di sudut-sudut ruang tengah bangunan itu. Di dalam lemari itu terdapat ratusan trofi.
Serupa dengan klub olahraga lainnya di Qatar, Al Rayyan tidak cuma memiliki klub sepak bola. Mereka juga memiliki tim atletik, bola voli, bola basket, dan bola tangan. Trofi-trofi itu adalah wujud prestasi dari beragam cabang olahraga itu.
Meski begitu, trofi dari tim sepak bola tetap yang paling mendominasi. Ada dua lemari yang menjadi tempat menyimpan memorabilia dari klub yang telah berdiri sejak 1967 atau empat tahun sebelum Qatar benar-benar merdeka dari Inggris.
Itu membuat Al Rayyan adalah salah satu klub sepak bola tertua yang masih eksis di kancah sepak bola tertinggi di Qatar. Mereka ada tim kelima tertua yang bertarung di Liga Qatar.
Trofi-trofi yang hadir di lemari itu adalah bukti Al Rayyan pernah mendominasi kompetisi sepak bola Qatar di bawah kendali Asosiasi Sepak Bola Qatar atau QFA.
Jika merujuk asal kota, Al Rayyan adalah klub sepak bola tertua kedua yang hadir di luar Kota Doha. Tim non-Doha paling awal hadir adalah Al-Wakrah.
Trofi-trofi yang hadir di lemari itu adalah bukti Al Rayyan pernah mendominasi kompetisi sepak bola Qatar di bawah kendali Asosiasi Sepak Bola Qatar atau QFA. Supremasi mereka hadir pada paruh kedua dekade 1970-an hingga dekade 1980-an.
”Lemari ini sangat indah,” ucap Sam, jurnalis asal Australia, yang tengah memfoto lemari itu jelang menyaksikan laga Indonesia versus Irak di Piala Asia 2023.
Sam merujuk keindahan itu terlihat dari tumpukan trofi yang amat banyak dan berbagai bentuk itu. Andai trofi itu makhluk hidup, mereka tentu sudah berebut keluar untuk pindah ke lemari lain saking padatnya di lemari khusus prestasi tim sepak bola Al Rayyan.
Klub berjuluk ”Si Singa” itu merengkuh trofi Liga Qatar pertama kali pada musim 1975-1976. Meskipun kompetisi sepak bola telah dimulai di Qatar pada 1963, QFA mereformasi kompetisi ketika merdeka dari Inggris. Wajah baru liga dimulai pada 1972-1973.
Dalam periode satu dekade sejak meraih gelar liga perdana, Al Rayyan merengkuh lima trofi. Tak ayal, masa itu ada generasi emas Si Singa.
Namun, sejak masa itu, Al Rayyan hanya bisa menambah tiga gelar juara. Itu tercipta pada musim 1989-1990, 1994-1995, dan yang terkini 2012-2013.
Dengan prestasi itu, Al Rayyan adalah satu dari tiga tim yang telah mencatatkan delapan trofi Liga Qatar. Dua tim lainnya adalah Qatar SC dan Al Duhail. Adapun tim tersukses di Liga Qatar adalah Al Sadd yang telah 16 kali membawa pulang trofi juara.
Meskipun mengalami seret prestasi di liga, Al Rayyan masih rutin meraih turnamen penunjang di Qatar. Dalam periode 1990-an sampai kini, Si Singa telah meraih enam Piala Emir Qatar, empat Piala Qatar, dan lima Piala Sheikh Jassim.
”Saya tidak tahu yang mana yang paling baru, tetapi kebanyakan ini adalah trofi lama,” ucap Ahmed, salah seorang penjaga di bangunan yang sehari-hari adalah Kantor Pusat Pengurus Al Rayyan.
Stadion renovasi
Satu hal yang menarik dari Al Rayyan adalah mereka memiliki satu-satunya stadion yang direnovasi untuk Piala Dunia 2022. Ketika Qatar membangun tujuh stadion baru untuk menyelenggarakan pesta sepak bola terakbar di dunia itu, mereka merenovasi satu stadion, yaitu Stadion Al Rayyan yang kini bernama Stadion Ahmad Bin Ali.
Stadion itu pertama kali dibuka pada 2003. Baru 12 tahun digunakan oleh Al Rayyan, stadion itu direnovasi total untuk Piala Dunia 2022. Arena olahraga itu berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Doha.
Merujuk laman panitia lokal Piala Dunia 2022, hanya 10 persen konstruksi awal stadion yang dipertahankan. Perubahan mendasar yang paling terlihat adalah kapasitas penonton yang melonjak signifikan dari 21.000 menjadi 45.000. Meski begitu, dalam rencana jangka panjang setelah Piala Asia 2023, stadion itu akan dikembalikan ke kapasitas awal.
Selain itu, bangunan tribune stadion yang awalnya terbuka menjadi tertutup melingkar. Kursi di tribune berwarna dominan hitam-merah khas jersei Al Rayyan masih dipertahankan. Bahkan, motif kursi di tribune selatan berbentuk singa merujuk julukan tim itu.
Di tengah fasilitas stadion dan latihan yang sudah kelas dunia, Al Rayyan kini masih kesulitan untuk kembali menjadi kekuatan dominan di Liga Qatar. Meskipun telah mengontrak pelatih asal Portugal yang membawa AS Monaco juara Liga Perancis 2016-2017, Leonardo Jardim, Al Rayyan masih kesulitan menyaingi Al Sadd di Liga Qatar musim ini. Di tengah jeda Piala Asia 2023, Si Singa berjarak sembilan poin dari Al Sadd, sang pemuncak klasemen, memasuki pertengahan musim 2023-2024.