Serba Kesulitan Dialami Wartawan di Piala Asia 2023
Ini pengalaman yang tak mengenakkan ketika bersinggungan dengan sistem keamanan di Piala Asia 2023.
Pengalaman menarik yang juga membuat jengkel Kompas rasakan dalam tiga hari mendatangi stadion pertandingan di Piala Asia 2023. Dengan kartu identitas, wartawan memiliki akses parkir dan kendaraan khusus di kawasan stadion untuk meliput laga demi laga.
Setiap turun dari bus khusus, lokasi parkir bus itu berdekatan dengan gerbang masuk tertulis ”Media & Broadcast” yang hanya diperuntukkan bagi pengguna identitas berwarna kuning. Gerbang itu pun berwarna kuning, bahkan pintu masuk tribune media juga berwarna kuning. Sebelum masuk kawasan stadion wartawan wajib menjalani pemeriksaan tas dan melewati mesin pemindai untuk mengecek barang bawaan yang menempel di tubuh.
Baca juga: Semua Berhenti Saat Waktu Shalat
Setelah pertandingan, terdapat empat hingga lima jadwal bus wartawan yang mulai meninggalkan stadion sekitar 30 menit setelah peluit akhir. Lalu, bus wartawan terakhir beroperasi dari stadion ke Pusat Media Utama adalah dua jam setelah laga rampung.
Waktu itu tentu menyesuaikan durasi kerja wartawan yang butuh menunggu konferensi pers atau wawancara pemain di mixed zone sesudah pertandingan. Wartawan membutuhkan rata-rata 45 menit untuk mengumpulkan keterangan pelatih dan pemain setelah pertandingan itu.
Alih-alih merasa tenang untuk tetap bisa mengakses bus khusus wartawan demi kembali ke Pusat Media Utama, Kompas justru merasa waswas ketika menuju bus wartawan. Pasalnya, petugas pengamanan sudah menutup gerbang khusus wartawan yang amat dekat dengan lokasi parkir bus.
Alhasil, wartawan diarahkan juga untuk meninggalkan kawasan stadion dari pintu keluar yang massal digunakan puluhan ribu penonton. Itu jaraknya amat tidak ideal untuk memburu waktu keberangkatan bus.
Baca juga: Dukungan Takzim untuk Palestina dari Lapangan Hijau
Sebagai contoh, pada laga pembukaan di Stadion Lusail, kota Lusail, Jumat (12/1/2024), kami berjalan lebih dari dua kilometer untuk menuju lokasi parkir bus wartawan. Seusai menyaksikan duel Iran versus Palestina di Stadion Education City, Doha, Minggu (14/1/2024), Kompas juga berjalan hampir dua km untuk menuju tempat parkir.
Kondisi itu tentu amat kontras ketika hadir untuk meliput Piala Dunia 2022, November-Desember 2022. Gerbang media tidak ditutup sebelum bus terakhir meninggalkan stadion menuju Pusat Media Utama.
Ribetnya akses ke stadion
Qatar memang dikenal dengan pengamanan yang ketat. Tidak hanya dalam kehidupan keseharian di jalanan yang semua diawasi kamera pemantau, tetapi juga saat ada peristiwa-peristiwa penting seperti penyelenggaraan Piala Asia 2023.
Selama turnamen sepak bola terbesar di Asia ini digelar, ribuan personel pengamanan dikerahkan. Mereka tak cuma bersiaga di stadion atau arena pertandingan, tetapi juga di fasilitas publik yang menjadi akses penonton dan suporter dari banyak negara.
Baca juga: Di Qatar, Nilai Luhur Indonesia Lestari melalui Sepak Bola
Namun, dampak ketatnya pengamanan ini juga berpengaruh ke para wartawan yang meliput turnamen. Meskipun mereka sudah dilengkapi kartu pengenal terakreditasi, keribetan pemeriksaan juga dialami baik saat wartawan akan mengakses lokasi pertandingan maupun pusat media yang jadi tempat kerja wartawan.
Bahkan, fotografer resmi AFC sebagai panitia penyelenggara pun juga mengalami kesulitan akses. Dengan kartu pengenal yang lebih kecil ukurannya dibandingkan kartu milik wartawan, mereka sempat ditolak masuk oleh petugas keamanan karena dikira itu kartu pengenal palsu.
Robertus Pudyanto, fotografer asal Indonesia yang dikontrak AFC, menceritakan kekonyolan pengamanan saat dia masuk stadion diantar sopir khusus, Minggu (14/1/2024). Meskipun sudah mengantongi tanda parkir khusus, mobil mereka harus digeledah, semua tas dibongkar satu per satu. Namun, begitu lolos pemeriksaan mobil, justru sopir tidak boleh masuk karena tanpa tanda pengenal meskipun itu mobil panitia.
”Masak kita bawa peralatan banyak enggakbisa masuk bawa mobil. Kalau sopirnya enggakboleh tapi mobil boleh, apa mobilnya suruh jalan sendiri,” keluh Robert.