Memori Rival (1): Irak Membuka Tabir Suap di Timnas Indonesia
Sejak 1968, Indonesia telah menjalani duel dengan Irak. Mengalahkan Irak pada pertemuan perdana, ”Garuda” sudah tak berdaya sejak 1970-an. Bahkan, isu suap sempat memayungi kekalahan Indonesia.
Duel melawan Irak, Senin (15/1/2023) mendatang, di Stadion Ahmad bin Ali, Al Rayyan, Qatar, akan membuka perjalanan Indonesia di Piala Asia 2023. Tim ”Garuda” perlu menunggu selama 17 tahun untuk kembali bertarung di panggung sepak bola Asia.
Indonesia memang hanya memiliki rentang waktu selama dua bulan untuk menghadapi kembali Irak, ”Singa Mesopotamia”. Sebelumnya, Rizky Ridho dan kawan-kawan dihancurkan Irak, 1-5, pada duel perdana Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Basra, Irak, November 2023.
Meskipun di atas kertas Irak memiliki kualitas di atas anak asuhan Shin Tae-yong, hal itu sepatutnya tidak boleh meruntuhkan mental skuad Garuda sebelum bertanding. Apalagi, target 16 besar yang dikejar Indonesia membuat poin dari laga kontra Irak hukumnya fardu alias wajib.
Jika melihat sejarah pertemuan Indonesia dengan Irak, maka pertarungan kedua tim bisa dipantau sejak 16 Januari 1968. Kala itu, Indonesia jumpa Irak pada ajang Kualifikasi Olimpiade Meksiko 1968 di Bangkok, Thailand.
Baca juga : Lolos 16 Besar Piala Asia, Target Indonesia Sudah Realistis?
Pada pertemuan perdana itu, Indonesia mengemas kemenangan 2-1 atas Irak. Sumbangan gol dari Peng Hong dan Soetjipto ”Gareng” Soentoro mengukuhkan kualitas Indonesia yang berada di atas Irak ketika itu.
Dalam duel kedua di ajang yang sama yang berjarak sekitar satu pekan, 22 Januari 1968, Indonesia bermain imbang sama kuat, 1-1, dengan Irak. Meskipun gagal melaju ke putaran final Olimpiade, hasil itu menunjukkan Garuda masih memiliki level yang mampu bersaing secara kontinental.
Lima tahun berselang, Irak sudah menunjukkan perkembangan pesat. Sebaliknya, pertumbuhan kualitas sepak bola Indonesia cenderung stagnan. Hal itu terbukti dengan kekalahan Indonesia, 2-3, dari Irak pada ajang Kualifikasi Piala Dunia 1974, Maret 1973. Sumbangan gol dari Sarman Panggabean dan pemain pengganti, Anjas Asmara, gagal membantu Indonesia terhindar dari kekalahan.
Sejatinya, tim pertama Indonesia yang menerima kekalahan dari Irak tidak bisa dianggap remeh. Mereka adalah pemain-pemain yang hingga kini dianggap sebagai legenda skuad Garuda, seperti Ronny Paslah, Rusdi Bahalwan, Sutan Harhara, Ronny Pattinasarany, Jacob Sihasale, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir.
Dua pemain terakhir bahkan masih berada di urutan teratas dalam daftar pemain dengan jumlah cap dan gol terbanyak untuk timnas Indonesia. Iswadi, yang juga mengemban ban kapten, pada dekade 1970-an mencatatkan 97 penampilan dan 55 gol. Adapun Kadir alias ”Si Kancil” mencetak 70 gol dari 111 laga.
Tak berdaya
Sejak kekalahan di Kualifikasi Piala Dunia 1974, Indonesia sudah tidak bisa lagi mengimbangi Irak. Garuda menelan dua kekalahan pada pertemuan di dua edisi Merdeka Games di Kuala Lumpur, Malaysia.
Pertama, Indonesia tumbang, 0-2, pada 17 Juli 1977 di Merdeka Games 1977. Tepat setahun berselang, Indonesia kembali takluk, tetapi dengan skor lebih telak, 0-4, melawan Irak di Kuala Lumpur pada ajang Merdeka Games 1978.
Baca juga : Ulasan Grup Piala Asia 2023 (1): Tiga Kampiun Menempuh Jalur Juara
Tumbang empat gol tanpa balas di Merdeka Games 1978 dianggap sebagai hasil yang mengejutkan. Dalam sejumlah pemberitaan masa itu, banyak orang kalah dalam taruhan di rumah judi karena hanya memprediksi Indonesia kalah dengan selisih maksimal dua gol.
Pasalnya, skor akhir itu seakan menunjukkan adanya ketimpangan kualitas antara Indonesia dan Irak. Padahal, dari sisi kualitas saat itu, Indonesia dan Irak masih setara. Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Irak (IFA) Thamir Mihsin seusai laga itu memuji Indonesia sebagai kesebelasan yang memiliki kerja sama baik.
Selain dicaci maki di Tanah Air, kekalahan dari Irak itu juga membuka tabir dugaan suap yang menimpa pemain timnas Indonesia untuk pertama kali. Dugaan itu bermula dari pengakuan dua pemain asal Semarang yang menyebut ada sejumlah pemain menginginkan Garuda ”mengalah”.
Berdasarkan laporan Kompas bertajuk ”Bagaimana Bermulanya Isyu Suap?” yang dimuat pada edisi Kamis (10/8/1978), pemain mengaku bahwa permainan Indonesia dirusak dari dalam tim. Ajakan untuk mengalah mencuat sebelum pemain masuk ke lapangan.
”Ada pemain kita yang menghendaki kita kalah. Saya diminta ikut melakukannya, persis sebelum masuk lapangan. Tentu saya tak mau. Saya kemari untuk menang, kok,” ujar salah satu pemain kepada Kompas.
Baca juga : Ulasan Grup Piala Asia 2023 (2): Maksimal Dua Tim ASEAN Melaju ke 16 Besar
Pemain lain menimpali, ”Memang permainan kita dirusak dari dalam.”
Tidak cuma pemain, ofisial timnas Indonesia juga mengaku mengetahui adanya pemain yang terlibat suap untuk mengatur hasil akhir laga itu. Ofisial itu mengungkapkan, seseorang yang merupakan anggota keluarga skuad Indonesia menawarkan sesuatu agar pemain bersedia mengalah. Tak tanggung-tanggung, ia pun memberikan kartu nama kepada pemain-pemain yang ditawarinya apabila mereka berubah pikiran dan tertarik menerima tawaran itu.
Dugaan suap itu pun membuat Iswadi sempat memberikan komentarnya. Iswadi berharap ada ketegasan PSSI untuk menindak tegas pelaku-pelaku suap yang merusak sepak bola nasional, terutama timnas Indonesia.
Sudah ada yang mengaku, kan, berarti mudah saja menyelesaikannya. Pimpinan PSSI tinggal mengonfrontasikan kedua orang itu dengan pemain yang dimaksud. Kalau memang benar, saya hargai sekali jika PSSI menindaknya.
”Sudah ada yang mengaku, kan,berarti mudah saja menyelesaikannya. Pimpinan PSSI tinggal mengonfrontasikan kedua orang itu dengan pemain yang dimaksud. Kalau memang benar, saya hargai sekali jika PSSI menindaknya,” ucap Iswadi yang menanggapi berita awalan dugaan suap itu, pertengahan Juli, di Kompas edisi Senin (24/7/1978).
Namun, yang terjadi, kasus dugaan suap itu tidak pernah jelas dan diusut hingga tuntas. Tak heran, jika sejak Merdeka Games 1978, perkembangan sepak bola Indonesia dan Irak bak langit dan bumi.
Baca juga : Tembus Piala Asia, ”Garuda” Akhiri Penantian 15 Tahun
Pada dekade 1980-an, Irak mencatatkan era emas mereka. Singa Mesopotamia mampu tiga kali tampil di putaran final Olimpiade pada 1980, 1984, dan 1988. Mereka juga mendampingi Korea Selatan sebagai perwakilan Asia pada Piala Dunia 1986.
Meskipun Irak sempat dilanda ketidakpastian kondisi politik setelah runtuhnya rezim Saddam Husein, Indonesia belum bisa lagi menyaingi Irak. Pada tiga pertemuan resmi sejak milenium baru, Indonesia selalu menelan kekalahan.
Sebelum tumbang di Basra, November lalu, Garuda menelan kekalahan beruntun pada dua duel di Kualifikasi Piala Asia 2015. Sempat kalah 0-1 di Dubai, Uni Emirat Arab, Februari 2013, Indonesia tumbang pula di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, dengan skor 0-2, November 2013.
Indonesia mencatatkan kemenangan 3-0 atas Irak di final Piala Kemerdekaan 2000. Tetapi, laga itu tidak bisa menjadi tolok ukur kualitas Irak yang sebenarnya karena mereka tidak mengirimkan skuad terbaik.
Pertemuan di Piala Asia 2023 sejatinya menjadi penegasan adanya peningkatan kualitas Indonesia setelah digembleng selama hampir empat tahun oleh pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong.
Setidaknya apabila bisa menahan Irak, Garuda pantas membusungkan dada untuk menyebut sudah ada peningkatan kualitas. Tetapi, jika kembali kalah, yakualitas kita kian tertinggal di Asia.