Liverpool paling diuntungkan dari situasi kacau papan atas klasemen Liga Inggris. Namun, sampai kapan mereka bisa terus tertawa menikmati situasi itu?
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Liga Inggris memperlihatkan bahwa setelah 16 pekan berlalu, persaingan gelar musim ini akan sangat acak dan sulit ditebak dibandingkan beberapa tahun terakhir. Dari kembalinya wajah asli Liverpool, kejutan Aston Villa, dan inkonsistensi juara bertahan Manchester City, membawa kekacauan di papan atas sejauh ini.
Pekan lalu, Manajer City Josep Guardiola berbicara enam menit tanpa putus untuk merespons pertanyaan tentang keraguaan para pengamat tentang timnya. Dia meyakini, City tetap akan mempertahankan gelar juara musim ini. Namun, dari jawaban panjang itu, terlihat sedikit keraguan dalam hatinya.
Stadion Kenilworth Road, Minggu (10/12/2023), adalah bukti keraguan itu. Guadiola mengaku lega dengan kemenangan City atas tuan rumah Luton Town, 2-1, setelah tertinggal lebih dulu. Pertanyaannya, kapan terakhir kali laga melawan tim promosi jadi sangat krusial untuk ”The Citizen”, seperti kemarin?
City sekaligus mengakhiri rentetan empat laga tanpa kemenangan di liga yang merupakan tren terburuk di era Guardiola dalam enam tahun terakhir. ”Kemenangan itu sangat signifikan untuk kami. Saya tidak peduli orang berkata seharusnya kami bisa menang 7-0 di stadion ini,” ujar Guardiola.
Klasemen sementara pekan ke-16 bisa mencerminkan kekacauan di zona empat besar dan kebimbangan tim asuhan Guardiola. City, juara bertahan tiga musim beruntun, hanya menempati peringkat keempat dengan 33 poin, di bawah Liverpool (37 poin), Arsenal (36 poin), dan Aston Villa (35 poin).
Villa, di genggaman manajer Unai Emery, merupakan simbol kekacauan tersebut. Tim medioker itu memanjat ke papan atas setelah mengalahkan City dan Arsenal berturut-turut dalam rentang tiga hari. Dengan dua kemenangan atas tim pesaing gelar musim lalu, Villa resmi merebut status ”kuda hitam” paling berbahaya.
Perebutan juara baru dimulai setelah Kevin De Bruyne kembali dari cedera. Arsenal dan Liverpool terbantu dengan itu (kondisi De Bruyne) sejauh ini.
Liverpool paling diuntungkan dari situasi itu. Pertama kali dalam dua tahun terakhir, ”Si Merah” bisa kembali memuncaki klasemen. Era-era keterpurukan musim lalu, di musim ketujuh manajer Juergen Klopp, sudah berlalu. Mereka merupakan tim paling konsisten sejauh ini, tidak terkalahkan dalam 9 laga terakhir.
Enigma juara
Saat ini, ketika liga belum berjalan separuh musim, memang terlalu jauh untuk berbicara kandidat terkuat peraih gelar. Namun, sudah bisa terlihat faktor-faktor yang akan membuat tim bisa bersaing hingga akhir musim, terutama dari tren performa, efektivitas di lapangan, serta kualitas dan kedalaman skuad.
Liverpool mungkin dilabeli tim paling beruntung musim ini. Mereka berkali-kali tertinggal lebih dulu dan bisa berbalik menang di ujung laga. Namun, keberuntungan tidak datang berulang-ulang setiap pekan. Tim asuhan Klopp bisa konsisten karena kecemerlangan di dua sisi kotak penalti, terutama di kotak penalti sendiri.
Para pendukung Liverpool harus berterima kasih lebih pada bek Virgil van Dijk dan kiper Allison Becker. Berkat mereka, pertahanan ”Si Merah” adalah faktor terbesar yang membuat mereka nyaris selalu diuntungkan dalam margin tipis. Liverpool baru kemasukan 15 gol, paling sedikit di liga.
Istimewanya, Liverpool bisa menekan drastis gol dari peluang di luar penalti seperti tecermin dalam statistik OptaAnalyst. Mereka hanya kemasukan 13 gol dari nilai kualitas peluang lawan sebesar 19,16 expected goal against (xGA). Artinya potensi kemasukan enam gol lebih banyak bisa diredam oleh Van Dijk dan rekan-rekan.
Pertahanan Liverpool terlihat sangat efisien jika dibandingkan dengan Arsenal. ”Si Meriam” memang mampu menekan ancaman lawan dengan sangat baik. Mereka mencatat angka kualitas peluang lawan terendah di liga, hanya 11,56 xGA. Namun, di luar penalti, kemasukan mereka jauh melampaui angka tersebut (14 gol).
Di sisi lain, statistik itu menunjukkan, Liverpool dan Arsenal bisa semakin baik atau justru terjatuh pada akhir musim. Pertanyaannya, apakah faktor individu di pertahanan Liverpool bisa menyelamatkan tim sepanjang musim? Lalu, apakah Arsenal bisa lebih efektif dalam pertahanan untuk mencapai potensi terbaik?
Ujian sesungguhnya Villa baru akan datang pada akhir Desember, yaitu saat fase boxing day. Masalah kedalaman tim yang biasa menjadi penyakit para ”kuda hitam” akan terlihat. Adapun tiga hari setelah bermain sangat ofensif versus City, performa Villa sempat menurun drastis versus Arsenal. Beruntung mereka tetap mampu menang.
Kunci persaingan gelar nanti ada di tangan ”Si Raja Terakhir”, yaitu City. ”Perebutan juara baru dimulai setelah Kevin De Bruyne kembali dari cedera. Arsenal dan Liverpool terbantu dengan itu (kondisi De Bruyne) sejauh ini,” kata pengamat sekaligus mantan pemain Liga Inggris, Jamie Redknapp, pada Sky Sports.
Ketika City sudah berada di mode serius, sulit mengusik dominasi mereka. Musim lalu adalah contohnya, yaitu saat mereka meraih treble winners. Meskipun begitu, masalah City akan lebih kompleks kali ini. Selain De Bruyne yang belum kembali, penyerang Erling Haaland yang merupakan pencetak gol terbanyak tim juga menepi akibat cedera.
Dalam tiga musim terakhir, City selalu meraih juara dengan hanya bersaing melawan satu tim rival. Musim ini, dilihat hingga sekarang, kemungkinan persaingan akan lebih ramai dari sekadar dua kuda pacu. Siapa pun juaranya nanti, kompetisi kali ini bisa dipastikan jauh lebih menarik. (AP/REUTERS)