Gejolak ”Darah Muda” Jorge Martin
Jorge Martin berpeluang besar menjadi juara MotoGP 2023 jika dia tidak terbawa gejolak darah mudanya untuk selalu menang dengan selisih waktu besar. Namun, itulah pelajaran berharga untuk meraih gelar juara MotoGP 2024.
ANDORRA, SENIN — Jorge Martin terlahir untuk berjuang lebih keras dari orang lain untuk meraih cita-citanya. Dia bukan dari keluarga kaya raya, bahkan karier balap yang baru dia mulai sempat nyarus pupus karena kedua orangtuanya kehilangan pekerjaan akibat krisis ekonomi global 2008. Namun, roda kehidupan tetap mengarahkan Martin ke MotoGP, di mana dia tumbuh menjadi pebalap kompetitif dengan ambisi besar menjadi juara dunia.
Martin memiliki bakat yang tidak seistimewa Valentino Rossi, Marc Marquez, atau Casey Stoner. Namun, dia memiliki etos kerja dan kemauan besar untuk menjadi lebih baik. Dia tahu apa yang dia miliki dan fokus mengasah bakatnya itu menjadi kekuatan yang tidak dimiliki pebalap lain. Karakter itulah yang membuka jalan Martin kecil menuju MotoGP saat harapan seolah sirna ditelan krisis ekonomi.
”Semuanya berjalan mulus hingga 2008 ketika semua kolaps. Itu sangat berat, ayah saya bekerja di industri keuangan dan ibu saya bekerja menjual peralatan dapur. Mereka berdua kehilangan pekerjaan,” kenang Martin kepada Red Bull.
Baca juga : Francesco Bagnaia Bersiap Hadapi Marc Marquez
Krisis ekonomi yang melanda dunia itu mengancam karier balap yang sedang dirintis oleh Martin. Keluarganya akhirnya memutuskan untuk mendorong Martin menekuni balapan. Namun, untuk melangkah lebih lanjut ke jenjang dunia, Martin kehabisan amunisi. Dia terselamatkan oleh undangan untuk mengikuti seleksi Red Bull Rookies Cup pada 2011 dan dia lolos. Dia pun menjalani jenjang balapan yang menjadi salah satu anak tangga menuju Kejuaraan Dunia Moto3 itu selama tiga musim di mana dia juara pada 2014.
Martin promosi ke Moto3 pada 2015 bergabung dengan Mahindra dan menjadi rekan setim Francesco Bagnaia. Sama seperti Bagnaia, Martin tidak memiliki motor terbaik di Mahindra. Namun, itu tak mengendurkan motivasi, dedikasi, dan perjuangan Martin. Justru, dia mampu memaksimalkan potensi terbaik motor dan kemampuan yang dia miliki.
Keyakinan. Bekerja keras, dorong batas kemampuan Anda, dan percaya pada diri sendiri.
”Keyakinan, bekerja keras, dorong batas kemampuan Anda, dan percaya pada diri sendiri” merupakan moto pebalap asal Spanyol itu.
Martin selalu mendorong batas kemampuan diri dalam cakupan luas. Salah satu investasi krusial yang dia lakukan terjadi di awal pandemi saat jadwal balapan tidak pasti. Waktu luang yang terlalu banyak itu diisi oleh Martin dengan mempelajari nutrisi bagi atlet. Kelak saat dia di MotoGP, pengetahuan itu membantu dirinya meningkatkan kebugaran fisik untuk bisa mengendalikan DesmosediciGP.
”Ini sangat penting bagi seorang atlet untuk mengetahui apa yang dia makan dan mengapa,” kata Martin dikutip MotoGP.
Baca juga: Marquez Akan Menyebabkan ”Gempa”
Karakter kerja keras Martin itulah yang membuat Fausto Gresini merekrut dirinya untuk bertarung di Moto3 pada musim 2017. Kali ini dia mendapat motor kompetitif, Honda NSF250RW, di mana dia bisa bertarung meraih podium. Pada musim itu dia meraih kemenangan pertama di kelas Moto3 dalam balapan penutup di Valencia, trek yang sebenarnya kurang dia sukai. Namun, sejak meraih kemenangan perdana itu, Martin menjadi sangat menyukai trek Ricardo Tormo. Matin terus bersinar dan menjuarai kelas Moto3 pada 2018 dengan meraih tujuh kemenangan.
Martin kemudian ditarik kembali oleh KTM bergabung dengan KTM Ajo di kelas Moto2 pada 2019-2020. Pada musim pertamanya, Martin kurang kompetitif karena waktu itu KTM menggunakan sasis buatan sendiri yang tidak stabil. Baru pada musim 2020 dia bisa solid setelah KTM menggunakan sasis Kalex. Martin finis di posisi kelima, dan kemudian ditawari kontrak ke MotoGP membela Pramac Racing pada musim 2021 yang masih dalam masa pandemi Covid-19.
Dalam musim debutnya di MotoGP, Martin menjadi Rookie of The Year. Dia meraih kemenangan pertama di kelas elite itu dalam balapan seri Styria di Sirkuit Red Bull Ring. Momen krusial itu dia abadikan dalam salah satu tato di tubuhnya dengan goresan tinta 080821.
Namun, persaingan di kelas elite tidak lantas menjadi lebih mudah. Martin kemudian mengalami masa-masa sulit pada musim 2022 di mana adaptasi dengan Desmosedici GP22 kurang mulus. Dia pun kalah bersaing dengan pebalap Gresini Racing, Enea Bastianini, dalam perebutan posisi pebalap tim pabrikan Ducati, menggantikan Jack Miller yang pindah ke KTM.
Baca juga : Menangi Sprint, Martin Tunda Pesta Juara Bagnaia
Namun, pada musim 2023, dia melakukan kebangkitan besar sejak balapan seri Catalunya. Dia mengejar perolehan poin Bagnaia yang sempat unggul 66 poin. Martin terus melaju hingga sempat memimpin klasemen seusai memenangi balapan sprint di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika. Posisi itu hanya bertahan 24 jam karena dirinya terjatuh dalam balapan utama dan Bagnaia meraih 25 poin untuk kembali ke puncak klasemen.
Pelajaran di Mandalika
Seandainya Martin tidak terlalu bernafsu mengejar kemenangan dengan selisih waktu besar dalam balapan di Mandalika itu, juara bisa jadi menjadi miliknya di akhir musim. Kecelakaan dalam seri Indonesia itu sangat menyakitkan bagi Martin, tetapi juga menyadarkan dirinya bahwa gejolak ”darah muda” perlu diredam dalam persaingan juara MotoGP.
”Dalam beberapa balapan terakhir, tekanan menembus atap dan semuanya serba salah, saya ada dalam situasi itu. Itu bukan masa yang menyenangkan dan kegugupan saya tecermin pada tim. Saya memahami bahwa sikap itu tidak bisa berguna. Itu sebuah pelajaran penting. Saya pikir saya kehilangan gelar bukan di Valencia,” ungkap Martin dalam wawancara dengan televisi Spanyol Antena3.
”Apa yang masih melukai saya adalah balapan di Indonesia. Saya memimpin dengan selisih tiga detik dan dengan hasil itu mungkin saya akan meraih gelar juara dunia,” jelas Martin.
Baca juga : Pecco Kembalikan Tekanan kepada Martin
”Merasa superior pada saat itu dan keinginan mempermalukan lawan-lawan saya, bisa dikatakan begitu, membuat saya terjatuh. Saya belajar bahwa Anda bisa memenangi balapan dengan keunggulan satu atau 0,1 detik, poinnya akan tetap sama,” ujar pebalap asal Spanyol itu.
Martin kini menyadari bahwa gejolak darah mudanya perlu sedikit diredam karena itu membuat dirinya kurang rasional. Dia bertekad tidak akan mengulangi itu musim depan yang akan jauh lebih ketat. Selain melawan Bagnaia, musim depan ada Marc Marquez yang memacu Ducati, Enea Bastianini yang sudah bugar, dan Marco Bezzecchi yang semakin matang.
Tekanan berat
Martin memerlukan kemampuan ekstra dalam perburuan juara MotoGP 2024, yaitu mengatasi tekanan mental. Dia telah merasakan betapa besar tekanan itu mengimpitnya dalam beberapa seri terakhir 2023. Bahkan, sejak balapan di Thailand hingga Qatar dia sangat tidak nyaman dengan tekanan itu. Situasi berubah total dibandingkan dengan momen terbaiknya saat memenangi balapan di Misano.
”Menurut saya, Misano merupakan momen di mana saya mengatakan ’Oke, saya yang terbaik saat ini'. Menang di Misano, di Italia, di kandang mereka (Ducati) sungguh luar biasa. Itu rasa terbaik yang pernah ada,” ujar Martin.
Baca juga : Pelukan Domizia Mengantar Bagnaia Juarai MotoGP
”Tetapi kemudian ketika kami di India, saya memenangi sprint dan saya di posisi kedua (dalam balapan utama) dengan ban yang salah," lanjut Martin dikutip Motorsport.
”Kemudian saya ke Jepang dan memenangi kedua balapan, jadi saya pikir Jepang mungkin titik di mana saya mengatakan ’Kami bisa memenangi kejuaraan’”, jelas pebalap berusia 25 tahun itu.
”Kemudian tekanan datang. Saya tidak menikmati dari Thailand hingga Qatar, saya sangat kesulitan secara mental. Ini pertama kali saya membawa tekanan ini dan saya kesulitan. Saya tidak menikmati itu. Saya pikir ketika saya menikmati itu, saya yang tercepat,” kata pebalap berjuluk ”Martinator” itu.
”Jadi, semoga musim depan saya lebih baik, saya belajar dan saya bisa menikmati sejak balapan pertama,” kata Martin.