Tujuh peserta berusaha menggantikan status Viktor Axelsen pada Final BWF 2023, di antaranya Jonatan dan Anthony.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Persaingan bulu tangkis tunggal putra pada 2023 lebih berwarna dibandingkan dengan setahun sebelumnya dengan keberadaan pemain muda yang mampu menjuarai ajang besar. Namun, untuk kejuaraan Final BWF World Tour, Viktor Axelsen akan menjadi target utama tujuh peserta lain.
Pemain Denmark ranking teratas dunia itu menjadi salah satu dari dua tunggal putra dengan gelar terbanyak dalam turnamen penutup tahun tersebut sejak 2008. Axelsen menjadi juara empat kali, yaitu pada 2016 dan 2017 serta 2021 dan 2022. Rekor tersebut sama seperti milik Lee Chong Wei (Malaysia) yang juara pada 2008, 2009, 2010, dan 2013 ketika turnamen itu bernama Final Super Series.
Meski hanya berada pada urutan kelima pada daftar peringkat Final BWF, Axelsen menjadi peserta dengan jumlah gelar juara terbanyak, yaitu enam. Tiga gelar di antaranya dari kelas Super 1000, yaitu Malaysia Terbuka, Indonesia Terbuka, dan China Terbuka.
Hasil itu diraih dari hanya 15 turnamen, paling sedikit dibandingkan dengan peserta lain yang mengikuti 17 hingga 21 kejuaraan. Axelsen terganggu cedera kaki hingga dia lebih selektif dalam memilih turnamen.
Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 itu juga unggul dalam statistik pertemuan dengan enam peserta, yaitu Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Shi Yu Qi, Kodai Naraoka, Anders Antonsen, dan juara dunia Kunlavut Vitidsarn. Hanya dengan Li Shi Feng, dia belum pernah bertemu. Axelsen akan bersaing dalam Final BWF di Hangzhou, China, pada 13-17 Desember dengan hanya tujuh kali kalah dari 55 pertandingan.
Axelsen memiliki kemampuan yang memang harus dimiliki atlet dalam level yang tinggi, yaitu pada faktor teknik, fisik, dan mental. Dia mengubah penilaian bahwa postur tinggi akan merugikan pebulu tangkis karena pergerakannya akan kaku.
Pemain berusia 29 tahun itu justru memanfaatkan tingginya, 196 sentimeter, untuk menjangkau ke mana pun kok diarahkan oleh lawan. Akurasi pukulan yang tinggi, kemampuan untuk meminimalkan kesalahan, dan ketenangan dalam menghadapi tekanan membuat lawan-lawannya sulit menemukan celah kekurangannya.
Kemampuan itu dirasakan Jonatan ketika terakhir kali bertemu Axelsen, yaitu pada perempat final Kumamoto Masters, 14-19 November. Jonatan bermain baik pada dua gim pertama dalam pertemuan ke-12 dengan Axelsen. Namun, momentum berubah pada gim ketiga hingga Jontatan kalah dengan skor 21-15, 18-21, 9-21.
Psikologi olahraga
Untuk bisa memeragakan salah satu performa terbaiknya setelah lima kali kalah beruntun dari Axelsen sejak 2021, Jonatan membuka wawasannya tentang psikologi olahraga. Psikologi adalah bidang yang sudah menjadi bagian penting di olahraga profesional. Hampir setiap petenis top dunia memiliki psikolog yang selalu berada di sisi mereka.
Tahun ini adalah salah satu tahun yang baik buat saya. Saya bisa masuk final Super 500 dan 750 yang sudah lama diimpikan. Ini jadi modal bagus untuk Final BWF.
Jonatan menolak berbicara detail tentang sisi psikologis yang dipelajarinya. Akan tetapi, secara umum, dia berusaha lebih tenang dan mempelajari bahasa tubuh lawan saat bertanding. Wawasan baru itu berpengaruh positif pada penampilannya di lapangan. Tunggal putra peringkat keempat dunia itu mendapat tiga gelar juara pada 2023, yaitu dari Indonesia dan Hongkong Masters Super 500 serta Perancis Terbuka 750. Gelar dari Perancis menjadi yang tertinggi bagi Jonatan.
”Tahun ini adalah salah satu tahun yang baik buat saya. Saya bisa masuk final Super 500 dan 750 yang sudah lama diimpikan. Ini jadi modal bagus untuk Final BWF. Namun, pasti tidak akan mudah karena menurut saya persaingan tahun ini lebih berat,” tutur Jonatan yang minimal ingin mempertahankan hasil semifinal pada Final BWF 2022 di Bangkok, Thailand.
Wakil lain dari Indonesia, Anthony, memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi untuk dipertahankan dari Final BWF 2022, yaitu hasil final. Dalam perebutan gelar juara setahun lalu, Anthony kalah dari Axelsen. Anthony juga mencapai tahap yang sama pada 2019, tetapi dikalahkan Kento Momota.
Tahun ini, pemain Indonesia peringkat kedua dunia itu mengalami momen pasang surut. Dia tampil baik pada pertengahan tahun dengan menjuarai Singapura Terbuka dan mencapai final Indonesia Terbuka dalam dua pekan beruntun.
Setelah itu, dia mendapat momen pahit dengan meninggalnya ibunya pada Agustus lalu. Anthony pun membatalkan partisipasinya dalam Kejuaraan Dunia. Dia pun harus menguatkan mentalnya untuk kembali bertanding dalam kondisi berduka.
Meski performanya naik lagi secara perlahan, Anthony belum kembali pada kemampuan terbaiknya. Dalam dua turnamen terakhir sebelum Final BWF, yaitu Kumamoto dan China Masters, dia tersingkir pada babak pertama dan kedua. Anthony pun berharap bisa menutup 2023 dengan hasil baik.
Skuad muda
Meski Axelsen akan menjadi incaran utama semua pemain, kejutan bisa saja terjadi. Tujuh dari delapan pemain yang akan bersaing berperingkat tujuh besar dunia. Hanya Anders Antonsen, juara Final BWF 2020, yang memiliki ranking ke-11. Mereka akan mengawali persaingan dalam fase penyisihan grup—undian akan dilakukan 11 Desember—dengan format round robin.
Tiga pemain yang berada di ranking tujuh besar itu adalah skuad muda berusia 22-23 tahun, yaitu Naraoka, Vitidsarn, dan Li. Meski hanya meraih satu gelar juara, Naraoka adalah pemain yang sangat ulet dengan daya juang tinggi, seperti umumnya atlet Jepang. Dia bisa tahan bermain tiga gim dalam beberapa babak secara beruntun.
Vitidsarn membuat gebrakan ketika menjadi juara dunia dalam final yang mempertemukan sesama pemain muda, yaitu melawan Naraoka. Adapun Li menampilkan kejutan saat menjuarai All England dengan status pemain nonunggulan. Dalam perjalanan menuju podium juara, dia mengalahkan Antonsen dan seniornya, Shi.
Anthony dan Jonatan pernah mengatakan bahwa Naroka dan kawan-kawan adalah persaing baru mereka. Kehadiran pemain-pemain muda itu mengingatkan pada momen Anthony, Jonatan, dan Ihsan Maulana Mustofa mulai naik daun, yaitu ketika mengantarkan Indonesia meraih emas beregu putra SEA Games Singapura 2015 pada usia 17-19 tahun. Setahun berikutnya, mereka membawa Indonesia menuju final Piala Thomas Kunshan.
Sama seperti Anthony dan kawan-kawan saat pertama kali membuat kejutan di arena bulu tangkis dunia, Naraoka, Vitidsarn, dan Li memiliki motivasi besar untuk mengalahkan para senior. Gelar juara pada level tinggi membuktikan bahwa skuad muda itu tak bisa dianggap remeh untuk menggantikan posisi Axelsen sebagai pemain terbaik dari yang terbaik sepanjang 2023.