Argentina berambisi melengkapi trofi Piala Dunia di semua kelompok usia. Ajang itu akan menjadi pembuktian ”si setan kecil” Echeverri yang digadang-gadang sebagai penerus Messi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Masih teringat jelas kisah sempurna ketika Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia di Qatar pada Desember 2022. Prestasi itu mempertegas dominasi tim ”Tango” sebagai penguasa sepak bola dunia. Mereka sudah berjaya tiga kali di level senior dan lima kali juara dunia U-20.
Namun, rasa penasaran masih membayangi Argentina dalam Piala Dunia U-17. Sudah ikut serta dalam 14 edisi, mereka belum sekali pun merasakan kebanggaan berada di partai puncak. Prestasi terbaik mereka hanyalah menjadi pemenang ketiga yang diraih pada tahun 1991, 1993, dan 2005.
Wajar saja jika skuad remaja Argentina berambisi lebih dalam edisi turnamen teranyar yang berlangsung di Indonesia, pada 10 November-2 Desember 2023. Dari inspirasi prestasi Messi hingga rasa penasaran akan menjadi dorongan terbesar bagi tim asuhan pelatih Diego Placente tersebut.
Argentina, negara peringkat satu dunia versi FIFA, tidak datang dengan ambisi kosong. Mereka memiliki para pemain berbakat yang berpotensi jadi tulang punggung timnas dalam beberapa tahun lagi. Salah satunya “Si Setan Kecil“, julukan dari gelandang serang 17 tahun asal klub River Plate, Claudio Echeverri.
Julukan tersebut disematkan oleh lawan-lawan Echeverri. Dia memang bertubuh kurus dengan tinggi hanya 1,7 meter. Namun, jangan terjebak oleh fisik mungil itu. Dia bisa melewati kejaran beberapa pemain sekaligus dengan gerakan kaki lincah dan dribel penuh intrik. Sekali berkedip, siap-siap kehilangan jejaknya.
Bakat besarnya telah divalidasi pelatih timnas senior Argentina, Lionel Scaloni. Dia dipanggi berlatih dengan Messi dan rekan-rekan pada Maret lalu. Banyak pemain terpukau denganya, seperti Angel Di Maria. “Anda bisa melihat api dalam dirinya. Dia akan memberi banyak (di masa depan),“ kata Di Maria, dikutip FIFA.com.
Entah sudah berapa banyak pemain yang digadang-gadang sebagai penerus Messi. Namun, semua berguguran satu per satu. Nasib Echeverri mungkin berbeda. Menurut Calciomercato, AC Milan dan Real Madrid melabeli Echeverri sebagai penerus Messi yang asli dan terus memantau perkembangannya.
Teranyar, Echeverri unjuk gigi di Piala Amerika Selatan U-17 pada Maret-April 2023. Dia mengantar Argentina finis di peringkat ketiga sekaligus menjadi top skor dengan lima gol. Prestasi itu meloloskan langsung tim Tango ke putaran final Piala Dunia. Sepulang turnamen, dia langsung dipromosikan ke tim utama River Plate.
Dia pemain bagus, tetapi Anda harus membiarkannya (untuk berkembang).
Meskipun sangat potensial, Placente meminta agar anak asuhnya itu tidak terlalu dibebani ekspektasi. “Dia pemain bagus, tetapi Anda harus membiarkannya (untuk berkembang). Anda harus ingat, dia masih anak-anak dan perjalanannya masih panjang. Jika terbebani, akan sulit berkembang,“ jelas sang pelatih.
Argentina beruntung punya pelatih yang sangat memahami psikologis pemain muda. Placente adalah mantan pesepak bola profesional selama 15 tahun yang pernah membela River Plate, Bayer Leverkusen, dan Bordeaux. Dia sudah menjadi pelatih tim U-15 Argentina sejak 2017.
Menariknya, ide bermain tim remaja nanti akan segaris dengan Messi dan rekan-rekan di Qatar. Sebelum dipercaya untuk menukangi U-17, Placente sempat bertugas sebagai asisten dari pelatih Pablo Aimar di tim U-20. Aimar merupakan “tangan kanan“ Scaloni yang juga asisten pelatih tim senior.
Penghalang Argentina
Mimpi Argentina melengkapi trofi Piala Dunia akan beradu dengan ambisi tim-tim “kuda hitam“ sejak babak grup. Mereka tergabung di Grup D bersama juara Piala Asia Jepang, juara Piala Afrika Senegal, dan semifinalis Piala Eropa Polandia. Pertandingan babak grup itu digelar di Stadion Jalak Harupat, Kabupaten Bandung.
Jepang paling menarik. Perkembangan sepak bola di “Negeri Matahari Terbit“ sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Lihat saja ranking dunia FIFA, mereka sudah menempati peringkat ke-18 dunia saat ini. Mereka masih di urutan ke-48 pada satu dekade lalu. Banyak pemain mereka bersinar di liga-liga Eropa.
Pelatih tim U-17 Jepang Yoshiro Moriyama mengatakan, kemajuan itu terasa sejak pembinaan usia dini. Ekosistem pembinaan untuk pemain sekolah menengah atas sudah jauh lebih baik. “Standar di sekolah sudah sangat tinggi. Tidak mengejutkan lagi tim sekolah mengalahkan tim dari akademi klub,“ ujarnya pada FIFA.com.
Pilihan pemain Moriyama pun semakin beragam. Bukti terbaiknya adalah Gaku Nawata (17), penyerang asal sekolah Kamimura Gakuen. Nawata menjadi perbincangan terhangat seusai mengantar Jepang juara Piala Asia, medio 2023. Dia mengakhiri turnamen sebagai top skor dan pemain terbaik.
Nawata bukan penyerang murni. Dia lebih berperan sebagai penyerang bayangan yang piawai mengolah bola dan memfasilitasi rekan-rekannya. Kelebihan lainnya sudah ditunjukkan di final Piala Asia. Dia mencetak gol indah dari tendangan bebas untuk membuat Jepang menang telak atas Korea Selatan 3-0.
Skuad “Samurai Biru“, julukan Jepang, pun percaya Nawata akan menjadi jimat untuk memecahkan kutukan tidak bisa lolos empat besar. Prestasi terbaik mereka hanya mencapai perempat final, pada 1993 dan 2011. Peruntungan itu diharapkan berubah seiring sang penguasa Asia akan bermain di benua sendiri.
Senegal juga patut diwaspadai. Mereka baru saja menjuarai Piala Afrika untuk pertama kali, pada Mei lalu. Seperti diketahui, bakat mentah berupa keunggulan fisik tim-tim Afrika selalu bisa membuat perbedaan di turnamen usia remaja ini. Dalam empat edisi terakhir, trofi Piala Dunia dua kali direbut wakil Afrika, yaitu Nigeria.
Apalagi, Senegal datang bersama kapten Amara Diouf (15) yang berposisi sebagai penyerang sayap. Diouf baru menjalani debut bersama tim senior saat berhadapan dengan Rwanda pada September lalu. Dia menjadi debutan termuda di usia 15 tahun dan 94 hari. Dia dipercaya sebagai suksesor bintang Senegal, Sadio Mane.
Polandia menunjukkan potensi terbaik dalam beberapa laga persahabatan terakhir, termasuk mengalahkan Belanda, 2-1, pada akhir Oktober. Namun, persiapan mereka terusik pemulangan empat pemain, yaitu Oskar Tomczyk, Filip Rozga, Jan Labedzki, dan Filip Wolski, karena masalah indisipliner saat latihan di Bali.