Piala Dunia U-17 di Indonesia membuka harapan bagi empat kontestan di Grup E untuk mengakhiri penantian panjangnya.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Keempat kontestan Piala Dunia U-17 yang tergabung di Grup E memang beranjak dari latar belakang dan kondisi tim yang berbeda. Walau demikian, penantian panjang jadi benang merah di antara mereka. Atas alasan itu pula Perancis, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Burkina Faso akan berusaha saling mengalahkan di Jakarta.
Dari empat negara di Grup E, Perancis menjadi satu-satunya negara yang pernah merasakan gelar juara dunia. ”Les Bleuets” terakhir kali merengkuh juara pada Piala Dunia U-17 edisi 2001. Inilah penantian panjang yang hendak diakhiri Perancis. Di Indonesia, mereka bertekad bisa mengangkat trofi kembali sebagaimana 22 tahun lalu.
Tim besutan pelatih Jean-Luc Vannuchi pernah sedemikian dekat untuk mengakhiri penantian panjang tersebut. Pada Piala Dunia edisi 2019, Perancis sukses melaju hingga semifinal. Namun, langkah mereka terhenti setelah kalah 2-3 dari tuan rumah Brasil. Perancis pada akhirnya harus puas menempati peringkat ketiga dengan mengalahkan Belanda, 3-1.
Vannuchi melihat timnya punya potensi besar untuk menjadi penantang gelar juara Piala Dunia U-17 kali ini. Dengan sistem pembinaan pemain usia dini yang tertata, bakat-bakat pesepak bola di Perancis merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
Itu karena Perancis punya pusat pelatihan sepak bola nasional, Clairefontaine, sebagai tempat pemain-pemain berbakat menyempurnakan keterampilan olah bola mereka. Thierry Henry, Blaise Matuidi, dan Kylian Mbappe adalah talenta sepak bola kelas dunia yang lahir dari tempaan Clairefontaine di selatan Perancis.
Regenerasi tim Perancis tidak putus meski era Henry, Matuidi, dan Mbappe di tim yunior Perancis telah usai. Tahun ini Perancis memiliki sosok penyerang berbahaya, Mathis Lambaurde, yang telah mencatatkan sembilan gol dari 16 penampilan. Lambaurde tergolong penyerang serba bisa yang mampu bermain sebagai penyerang tengah, sayap kanan, dan sayap kiri sama baiknya.
Sistem pembinaan pemain yang tertata itu yang membuat Perancis tergolong konsisten berbicara banyak di turnamen-turnamen besar usia muda meski sudah 22 tahun sejak terakhir kali menjuarai Piala Dunia U-17. Setelah menempati peringkat ketiga di Piala Dunia U-17 2019, Perancis keluar sebagai juara Piala Eropa U-17 2022. Namun, kekalahan Perancis di final Piala Eropa U-17 2023 melalui drama adu penalti hanya akan mengobarkan semangat mereka untuk meraih hasil terbaik di Jakarta.
Kami melihat bahwa kami mengalami kemajuan berarti dibandingkan dengan kompetisi Eropa sebelumnya. Ini pesan yang ingin saya sampaikan kepada pemain bahwa mereka akan menjalani petualangan yang luar biasa di sini.
”Kami melihat bahwa kami mengalami kemajuan berarti dibandingkan dengan kompetisi Eropa sebelumnya. Ini pesan yang ingin saya sampaikan kepada pemain bahwa mereka akan menjalani petualangan yang luar biasa di sini,” kata Vannuchi.
Perancis tercatat sudah tujuh kali mengikuti Piala Dunia U-17. Dalam setiap keikutsertaan itu, Perancis selalu lolos dari fase grup. Selain itu, Perancis juga selalu menang dalam tiga laga di fase grup dalam tiga edisi Piala Dunia sebelumnya.
Lawan berat
Amerika Serikat berpotensi menjadi lawan terberat Perancis di fase grup. Walau belum pernah juara, tim ”Baby Nats” tergolong sebagai kontestan paling berpengalaman di Grup E. Sejauh ini, Amerika Serikat U-17 telah tampil dalam 17 penampilan di Piala Dunia. Catatan itu membuat Amerika Serikat menjadi negara terbanyak, bersama Brasil, yang pernah tampil di putaran final Piala Dunia U-17.
Pelatih Amerika Serikat U-17 Gonzalo Segares mengatakan, hasil yang diraih timnya di Piala Concacaf U-17, awal tahun ini, mempertebal kepercayaan para pemain untuk meraih hasil terbaik di Piala Dunia. Amerika Serikat mampu lolos ke final Piala Concacaf, tetapi pada akhirnya kalah 1-3 dari Meksiko. Menurut Segares, atmosfer pertandingan final itu sangat berharga bagi para pemain mudanya menjelang bertanding di Piala Dunia.
”Ada lebih dari 20.000 penggemar di sana. Suasananya tidak bersahabat dan lingkungan yang sulit. Itu merupakan tantangan besar bagi kami dan tim melakukannya dengan sangat baik. Sangat menyenangkan bagi anak-anak untuk merasakan atmosfer seperti itu di usia yang begitu muda,” katanya.
Walau kalah, Segares pada akhirnya bisa mewujudkan mimpi dan penantian panjangnya untuk merasakan atmosfer Piala Dunia U-17. Ia dulu adalah bagian dari tim Kosta Rika U-17 yang nyaris lolos ke putaran final Piala Dunia U-17 1999 di Selandia Baru. Setelah menanti selama 20 tahun, Segares akhirnya bisa tampil di Piala Dunia U-17, tetapi sebagai pelatih. Penantian panjang itu akan berusaha ditebus Segares dengan membawa Amerika Serikat melaju sejauh mungkin di Piala Dunia.
Penantian panjang juga dialami Burkina Faso U-17 yang harus menunggu selama 12 tahun untuk bisa tampil kembali di Piala Dunia. Dipimpin pelatih ambisius, Brahima Traore, Burkina Faso yakin bisa membuat kejutan. Penampilan terbaik Burkina Faso di Piala Dunia adalah saat menempati peringkat ketiga pada 2001.
”Orang-orang Burkina Faso adalah orang-orang yang berintegritas dan kami tidak pernah mengakui kekalahan, kami berjuang sampai akhir. Tim kami memiliki mentalitas yang kuat, dengan solidaritas sebagai kualitas terbaik kami,” kata Traore di laman FIFA.
Sementara itu, Korea Selatan berhasrat mengakhiri penantian panjangnya untuk melepaskan diri dari kutukan perempat final. Selama ini, tim Korea Selatan U-17 belum pernah melangkah lebih dari perempat final dari enam kali keikutsertaannya di Piala Dunia.