Cori ”Coco” Gauff mencapai final pertamanya di turnamen Amerika Serikat Terbuka. Hasil ini menjadi kesempatan kedua bagi petenis tuan rumah itu untuk mendapat gelar pertama dari ajang Grand Slam.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Setelah melewati laga yang dihentikan selama 50 menit karena gangguan dari penonton, Cori ”Coco” Gauff memenangi semifinal pertama tunggal putri turnamen tenis Grand Slam Amerika Serikat Terbuka. Ini menjadi final pertama Coco dalam turnamen tenis terbesar di negaranya.
Coco menjadi finalis pertama tahun ini setelah mengalahkan Karolina Muchova pada semifinal di Stadion Arthur Ashe, Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, New York, Kamis (7/9/2023) malam atau Jumat pagi WIB. Coco menang dengan skor 6-4, 7-5, dan akan menghadapi petenis Belarus, Aryna Sabalenka, yang mengalahkan petenis AS lainnya, Madison Keys, 0-6, 7-6 (7/1), 7-6 (10/5).
Meski menang straight sets, performa Coco naik-turun pada pertandingan selama dua jam dua menit itu. Dia unggul dengan cepat pada set pertama, 3-0 hingga 5-1, ketika pergerakan Muchova masih kaku. Namun, setelah itu, Coco kesulitan menghadapi permainan agresif Muchova yang berusaha menyerang di dekat net. Skor berubah menjadi 5-4 sebelum akhirnya Coco merebut set itu dengan mematahkan servis Muchova pada gim kesepuluh.
Coco memiliki kesempatan menang pada gim kesembilan set kedua ketika unggul 5-3 dan memegang servis pada gim tersebut. Dia membutuhkan satu poin lagi untuk ke final saat unggul 5-3 (40-30).
Akan tetapi, petenis berusia 19 tahun itu belum benar-benar matang dalam pemilihan pukulan hingga lebih sering melakukan unforced error sejak saat itu, terutama melalui pukulan forehand. Tercatat sebanyak 20 unforced error dari forehand dari total 25 kesalahan yang dilakukan Coco sepanjang pertandingan. Sebaliknya, Muchova lebih sering melakukan kesalahan pada pukulan backhand.
Coco baru bisa memenangi pertandingan pada match point keenam gim ke-12 yang berlangsung 11 menit. Berkali-kali dia mendapat match point, tetapi setelah itu selalu melakukan kesalahan.
”Final ini sangat berarti bagi saya karena saya menonton turnamen ini sejak kecil, tetapi masih ada pertandingan lain,” ujar Coco, yang penampilannya ditonton dua kali juara AS Terbuka, Naomi Osaka, bersama ibunya di tribune.
Final yang akan berlangsung pada Sabtu nanti menjadi final pertama Coco di AS Terbuka dan yang kedua di ajang Grand Slam. Pengalaman pertamanya tampil di laga puncak turnamen mayor dijalani pada Perancis Terbuka 2022, tetapi kalah dari Iga Swiatek.
Pertandingan Coco melawan Muchova diwarnai penundaan selama 50 menit pada set kedua. Menjelang Muchova melakukan servis pada gim kedua set kedua, beberapa penonton di tribune atas tak juga diam. Orang-orang yang akhirnya diketahui sebagai pengunjuk rasa perubahan iklim itu tetap berdiri sambil berteriak-teriak di saat penonton seharusnya duduk dan diam ketika pertandingan akan berlangsung.
Direktur dan wasit turnamen akhirnya memutuskan menunda pertandingan untuk menertibkan penonton dan menyarankan kedua pemain menunggu di ruang ganti. Coco sempat berdiskusi dengan pelatihnya, Brad Gilbert, untuk meminta saran apa yang harus dia lakukan. Dia akhirnya masuk ke ruang ganti, menyusul Muchova yang masuk terlebih dulu.
Setelah 45 menit berada di ruang ganti, mereka kembali masuk lapangan dan pertandingan dilanjutkan lagi dengan pemanasan.
Menantang Alcaraz
Kalaulah angka 10 menjadi nilai yang sempurna, untuk bisa mengalahkan Carlos Alcaraz, performa lawannya tak cukup berada di level itu. Petenis harus bermain melebihi batas kemampuan maksimalnya untuk menghentikan petenis berusia 20 tahun itu.
Hal itu dikatakan Daniil Medvedev yang akan menjadi lawan Alcaraz pada semifinal tunggal putra, Jumat malam atau Sabtu pagi WIB. Pada semifinal lain, petenis muda tuan rumah, Ben Shelton, akan menguji diri saat berhadapan dengan Novak Djokovic.
Medvedev melangkah ke semifinal setelah mengalahkan sesama petenis Rusia yang juga sahabatnya, Andrey Rublev, pada perempat final, Kamis. Adapun Alcaraz menang atas Alexander Zverev.
”Saya bermain sangat baik melawan Andrey, dengan nilai 10 dari 10. Namun, saya perlu bermain pada level 11 dari 10 saat melawan Carlos karena dia sangat kuat. Di sini, dia hanya kehilangan satu set. Saya melihat, saat menghadapi break point lawan pun, dia masih bisa berlari untuk melakukan passing shot. Dia melakukan hal yang luar biasa,” tutur Medvedev, yang selalu berbicara terang-terangan tentang apa yang ada di benaknya.
Pertemuan Medvedev dengan Alcaraz menjadi pertemuan dua petenis yang menjuarai AS Terbuka dalam dua tahun terakhir. Medvedev adalah juara 2021 setelah mengalahkan Djokovic di final, sedangkan Alcaraz mengalahkan Casper Ruud pada final 2022.
Final ini sangat berarti bagi saya karena saya menonton turnamen ini sejak kecil, tetapi masih ada pertandingan lain.
Pengakuan bahwa Alcaraz adalah petenis yang sulit dikalahkan didukung oleh statistik pertemuan yang memperlihatkan keunggulannya, 2-1, atas Medvedev. Medvedev menang pada pertemuan pertama di babak kedua Wimbledon 2021, lalu Alcaraz memenangi dua pertemuan berikutnya pada final ATP Masters 1000 Indian Wells dan semifinal Wimbledon 2023.
Medvedev menilai petenis Spanyol itu memiliki tenaga yang lebih besar daripada petenis lain. ”Ketika sekitar 97 persen petenis lain kesulitan untuk mengembalikan pukulan saya, Carlos selalu bisa mengantisipasinya. Dia punya kualitas baik pada semua pukulan dan itu menjadi kelebihannya dibandingkan dengan yang lain,” tutur Medvedev dalam laman resmi Asosiasi Tenis Profesional (ATP).
Meski demikian, petenis peringkat ketiga dunia itu yakin bahwa setiap petenis bisa dikalahkan, seperti Rafael Nadal yang bisa dikalahkan di lapangan tanah liat. Padahal, mengalahkan Nadal di tanah liat dinilai sebagai salah satu tantangan berat, terutama di cabang tenis.
Alcaraz, yang tiba di New York setelah menjuarai Wimbledon, semakin percaya diri bukan hanya dengan kemampuan teknisnya. Dia menilai dirinya bertambah dewasa sebagai manusia. Indikatornya adalah ketika dia bisa menghadapi tekanan besar dengan lebih baik. ”Saya merasa telah menjadi orang yang berbeda, yang semakin dewasa dibandingkan dengan tahun lalu,” katanya.
Kekuatan mental untuk menghadapi tekanan besar itu salah satunya diperlihatkan ketika Alcaraz mengalahkan Djokovic di final Wimbledon. Menjuarai Wimbledon yang digelar di lapangan rumput, dengan karakter yang lebih spesifik ketimbang lapangan keras, apalagi melawan Djokovic di final, adalah tantangan berlipat bagi petenis.
Namun, Alcaraz tetap harus waspada karena Medvedev selalu bermain dengan nyaman di Flushing Meadows. Persentase kemenangannya di AS Terbuka, yaitu 82 persen, menjadi yang tertinggi dibandingkan di tiga Grand Slam lain.
Sebelum tersingkir pada babak keempat 2022, Medvedev mencapai final AS Terbuka 2019, semifinal 2020, dan juara 2021.
Pada semifinal lain, Shelton akan mendapat pengalaman berharga dengan kesempatan bertemu Djokovic, petenis ”Big Three” yang masih di puncak penampilan, di semifinal. Petenis berusia 20 tahun itu menjadi bintang baru AS dengan mencapai semifinal pertamanya di arena Grand Slam. Pada awal tahun, dia bertahan hingga perempat final Australia Terbuka.
Akan tetapi, dari keberhasilannya mencapai babak-babak akhir pada kedua Grand Slam itu, Shelton belum pernah bertemu petenis yang kemampuannya berada di atas rata-rata. Dia lebih sering bertemu sesama petenis AS yang tergolong medioker pada persaingan tingkat dunia saat ini, seperti Frances Tiafoe dan Tommy Paul.
Djokovic pun menjadi petenis yang tepat untuk menguji kemampuan dan mentalnya. Apalagi, petenis Serbia itu memiliki banyak rekor fenomenal, di antaranya 21 kali menang dari 22 semifinal terakhir Grand Slam sejak Australia Terbuka 2015. Satu-satunya kekalahan pada semifinal terjadi pada Perancis Terbuka 2019.
Kemenangan atas petenis tuan rumah, Taylor Fritz, pada perempat final menempatkan Djokovic pada semifinal Grand Slam untuk ke-47 kali. Dari 46 semifinal lain, dia menang 35 kali (76,1 persen). (AP/AFP)