Pebasket legendaris Asia, Hamed Haddadi, tiba pada pengujung kariernya bersama tim Iran. Di hadapan publik Indonesia Arena, Haddadi melakukan ”tarian” terakhir melawan Lebanon.
Oleh
REBIYYAH SALASAH, KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Tak lama setelah bel penanda akhir laga dibunyikan, pemain legendaris Iran, Hamed Haddadi, berjalan ke tengah lapangan Stadion Indonesia Arena, Sabtu (2/9/2023) malam. Haddadi dikelilingi rekan setimnya dan para pemain Lebanon, yang menjadi lawannya pada pertandingan klasifikasi 17-32 Piala Dunia FIBA 2023 malam itu.
Para pemain kedua tim kompak memberikan penghormatan untuk Haddadi, memberinya tepuk tangan dan pelukan. Pemain Lebanon, Wael Arakji, bahkan mengenakan jersi Haddadi sebagai tanda penghormatannya. Adapun para penonton turut bertepuk tangan, yang dibalas Haddadi dengan lambaian tangan.
Momen itu menandai akhir dari karier Haddadi bersama timnas senior Iran sejak meraih emas Kejuaraan Basket Asia Barat 2004, di Teheran, Iran. ”Tarian” terakhir Haddadi ini dijalani dalam laga pamungkas Iran di Piala Dunia FIBA 2023 melawan sesama tim Asia, Lebanon.
Pada pertandingan itu, Haddadi tampil gemilang dengan mencetak 14 poin, 8 rebound, dan 2 asis. Namun, kegemilangan itu gagal mengantarkan Iran meraih kemenangan atas Lebanon. Mereka kalah 73-81 sekaligus mengakhiri perjalanan di Piala Dunia tanpa satu pun kemenangan.
Saya memutuskan untuk mengakhiri karier saya bersama timnas di turnamen ini pada usia 38 tahun setelah 24 tahun membela timnas Iran berkompetisi di segala level.
”Saya memutuskan untuk mengakhiri karier saya bersama timnas di turnamen ini pada usia 38 tahun setelah 24 tahun membela timnas Iran berkompetisi di segala level. Saya cinta negara saya dan saya bekerja keras untuk Iran tanpa ada satu pun tersisa,” kata Haddadi.
Haddadi lebih dari sekadar pebasket Iran. Dia merupakan ikon dan panutan bagi pemain muda negara itu. Bagaimana tidak? Dia merupakan pemain pertama dari Iran yang berkompetisi di NBA bersama Memphis Grizzlies pada 2008. Bersama tim Iran, pemain berpostur 2,18 meter ini pun meraih banyak penghargaan.
Haddadi dinobatkan empat kali most valuable player Piala Asia FIBA sekaligus mengantarkan Iran meraih gelar dalam tiga edisi turnamen itu. Dia juga bermain di dua Olimpiade dan empat Piala Dunia, termasuk yang digelar di Indonesia.
Prestasi Haddadi telah membuktikan kegemilangannya. Namun, yang membuat dia berbeda adalah dedikasi dan ketangguhannya. Sebelum tampil di Piala Dunia, Haddadi sempat mengalami cedera achilles parah pada awal tahun. Kondisi itu membuatnya sempat diragukan bisa tampil di Piala Dunia. Meski demikian, pemain yang juga pernah membela Phoenix Suns ini pulih tepat pada waktunya.
Haddadi ingin memperkuat Iran untuk terakhir kalinya sekaligus membantu kelahiran generasi baru tim. Sejak tiba di Jakarta, Haddadi telah mengatakan, Iran membawa generasi berbeda. Beberapa pemain muda masuk ke dalam skuad dan Haddadi meyakini bahwa mereka akan menjadi masa depan Iran. Pemain muda ini hanya butuh lebih mengembangkan diri dan mendapatkan pengalaman bermain.
Setelah Iran telah tersingkir dari putaran kedua akibat kekalahan berturut-turut dari Brasil dan Pantai Gading, Haddadi tetap menjalankan perannya untuk melakukan apa yang dia bisa untuk membantu generasi berikutnya.
”Saya berusaha berada di sini untuk mendorong mereka semua yang saya bisa untuk bermain lebih baik. Mereka semua adalah pemain bagus, tapi tidak punya pengalaman,” tutur Haddadi.
Forward Iran, Arsalan Kazemi, mewakili pemain Iran lainnya mengungkapkan rasa bangga atas pencapaian Haddadi. Kazemi meyakini, para pemain Iran akan merindukan kehadiran Haddadi di tim. Bagi mereka, Haddadi merupakan legenda dan Iran berhutang banyak kepadanya.
Pelatih Lebanon, El Hajj Jad, juga memberikan penghormatan tinggi untuk Haddadi. Jad mengenang bagaimana Haddadi selalu menjadi ganjalan besar untuk timnya, termasuk ketika menaklukkan Lebanon pada final Piala Asia FIBA 2007. Haddadi selalu menjadi pemain kunci yang mengantarkan kesuksesan untuk Iran.
”Rasa hormat yang besar dari saya untuk Haddadi. Orang ini menyulitkan Lebanon puluhan kali di tiap turnamen. Dia selalu menjadi pemain yang penting bagi Iran hingga bisa meraih pencapaian ini. Dia berpengaruh besar untuk basket Asia,” ucap Jad.
Haddadi tahu perasaannya akan bercampur aduk setelah memutuskan pensiun. Dia lega. Apalagi, Haddadi menyelesaikan Piala Dunia terakhirnya dengan rata-rata 10,0 poin; 6,3 rebound; 3,5 asis dan 1,6 blok per pertandingan. Dengan total 31 blok, Haddadi masuk lima besar blok sepanjang sejarah Piala Dunia.
Haddadi juga bersedih karena harus meninggalkan timnya. Namun, panggung ”tarian” terakhir Haddadi pun sekaligus jadi panggung penerusnya, seperti Mohammad Amini. Pemain berusia 18 tahun itu mencetak 22 poin dan 5 rebound melawan Lebanon. Paling tidak, dengan adanya pemain muda seperti Amini, lara Haddadi terobati dan dia bisa pensiun dengan tenang.