Tontonan Kelas Dunia dan Kenyamanan Perlu Beriringan
Perbaikan perlu diupayakan panitia agar kenyamanan dan keselamatan penonton sejalan dengan suguhan laga menarik Piala Dunia FIBA 2023 yang mereka saksikan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH, KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertandingan berkualitas dan penuh bintang menjadi suguhan menarik bagi para penonton Piala Dunia FIBA 2023 di Stadion Indonesia Arena. Namun, pengalaman menyaksikan laga berkelas dunia itu ternoda lemahnya manajemen alur penonton. Dengan perhelatan yang masih akan berjalan hingga pekan depan, perbaikan perlu dilakukan agar tontonan berkelas dunia serta keselamatan dan kenyamanan penonton bisa beriringan.
Laga kedua Grup G antara Spanyol dan Pantai Gading, Sabtu (26/8/2023), menjadi salah satu tontonan menarik bagi masyarakat yang datang. Spanyol menunjukkan kualitasnya sebagai juara Piala Dunia 2019 dengan mengalahkan Pantai Gading, 94-64. Pantai Gading bukannya tanpa perlawanan dengan beberapa kali menipiskan ketertinggalan pada awal laga.
Setiap Spanyol ataupun Pantai Gading mencetak poin, para penonton bersorak. Apalagi jika pemain andalan tim, seperti Juancho dan Hernangomez dari Spanyol, serta Bazoumana Kone dari Pantai Gading, menyumbang angka.
”Ini baru satu pertandingan. Namun, saya senang karena tim ini terus dan terus bekerja keras. Kami selalu mencoba untuk menjadi tim terbaik. Kami hanya akan fokus satu laga demi satu laga. Beristirahat, dan mencoba lagi keesokan harinya,” kata kapten tim Spanyol, Rudy Fernadez, yang turut mengantar juara Piala Dunia sebelumnya.
Pelatih Kepala Tim Pantai Gading Dejan Prokic mengatakan, tim asuhannya bermain cukup baik di paruh pertama. Namun, semua berubah di paruh kedua karena jurang kualitas yang sangat lebar dengan tim juara bertahan. ”Kami bermain dengan kecepatan dan mencoba lari sebanyak mungkin. Kami membuat mereka menunjukkan permainan bola basket terbaik. Saya pikir, kami berhasil dalam hal itu,” ujarnya.
Sebelum laga Spanyol dan Pantai Gading, duel tim unggulan Kanada dan Perancis pada Jumat malam juga menjadi suguhan menarik. Pertandingan itu mengundang minat banyak penonton. Sedikitnya 12.000 orang hadir menyaksikan laga yang diawali seremoni pembukaan Piala Dunia itu.
Namun, laga berkelas dunia itu tak bisa dinikmati secara maksimal. Alderwan Putra (29), yang datang ke Indonesia Arena dalam dua hari awal perhelatan Piala Dunia, justru menyesal. Ia enggan mengulangi pengalamannya kendati sudah membeli tiket untuk hari ketiga.
Pangkal kekesalan Alderwan adalah buruknya manajemen alur keluar penonton. Selepas laga Kanada versus Perancis, misalnya, dia sempat terjebak bersama ratusan penonton lainnya yang diarahkan keluar melalui lobi utama pintu penonton. Dari tiga pintu yang tersedia, hanya satu yang terbuka sehingga terjadi bottleneck atau penyempitan.
Penumpukan di pintu keluar pun tak terhindarkan. Sementara itu, arus penonton yang menggunakan eskalator terus mengalir turun. Sukarelawan, kata Alderwan, bergeming dan tampak kebingungan ketika penonton meminta dua pintu lainnya dibuka untuk mengurai kepadatan.
”Itu cukup mengerikan, ya, apalagi kan situasinya bisa dibilang normal, bukan darurat. Gimana kalau darurat atau penonton membeludak karena yang main timnas? Kita pasti takut karena masih ingat sama Tragedi Kanjuruhan. Saya kapok, pengalamannya enggak seberapa jika dibandingkan dengan lelah, khawatir, dan kesalnya,” ujar Alderwan.
Alur keluar penonton pada hari kedua sudah lebih baik. Selain penonton yang tidak seramai hari pertama, mereka pun tidak lagi diarahkan menuju eskalator yang bermuara pada pintu keluar lobi utama. Mereka disebar ke titik-titik tangga yang mengarah pada pintu keluar Gerbang 3.
Masalahnya, instruksi dari sukarelawan tidak satu suara. Penonton menumpuk di satu titik, sedangkan titik lainnya tidak ramai. Di sisi lain, alur penonton pun tidak seragam sehingga mereka justru bersilang jalan.
Manajemen alur penonton seharusnya menjadi perhatian mengingat hal ini belum sepenuhnya dicoba saat Invitasi Bola Basket Internasional Indonesia (IIBI), awal Agustus. Dalam turnamen untuk uji coba arena dan kesiapan panitia itu, jumlah penonton terbilang sedikit, tidak mencapai 50 persen kapasitas setiap laga di IIBI yang dibatasi untuk 8.000 penonton umum.
Saya kapok, pengalamannya enggak seberapa jika dibandingkan dengan lelah, khawatir, dan kesalnya.
Di sisi lain, LOC sempat optimistis dengan keselamatan dan keamanan penonton di Indonesia Arena. Terlebih, arena itu telah mendapatkan nilai yang baik dalam asesmen risiko oleh Direktorat Pengamanan Objek Vital Polda Metro Jaya. Namun, panitia juga sebenarnya diminta melakukan sosialisasi kehadiran penonton dan penguatan prosedur standar operasi dalam mengantisipasi kondisi darurat.
Sekretaris Jenderal Panitia Lokal (LOC) Piala Dunia 2023 Junas Miradiarsyah mengatakan, pihaknya telah menyiapkan berbagai skenario, terutama untuk pengaturan keluar masuk penonton. Salah satunya dengan memisahkan alur masuk dan keluar, sekaligus membuka semua pintu keluar.
”Di laga yang memainkan tim unggulan, seperti Spanyol, Kanada, Perancis, dan Latvia, kami akan mengatur pergerakan penonton lebih lancar,” ujar Junas.
Ketersediaan air minum
Selain manajemen alur penonton yang buruk, ketiadaan penjual air minum kemasan juga menjadi sorotan penonton. Fika Wirastuti (29), penonton asal Yogyakarta, mengatakan, ia telah mematuhi aturan yang melarang penonton membawa makanan dan minuman ke dalam stadion. Harapannya, kedua hal itu tersedia di dalam. Memang, banyak gerai makanan dan minuman tersedia sebelum akses masuk ke tribune, tetapi tidak ada penjual air mineral.
”Saya sudah tidak bawa air minum, eh di dalam juga ternyata enggak ada yang jual. Adanya minuman berasa semua. Mau enggak mau tetap beli karena haus, enggak ada yang lain. Seharusnya ada juga penjual air putih karena enggak semua ingin minum-minuman berasa,” tuturnya.
Ketua LOC Piala Dunia FIBA 2023 Budisatrio Djiwandono mengatakan, persoalan ketersediaan air mineral timbul karena adanya perjanjian dengan salah satu sponsor utama yang merupakan perusahaan air mineral kemasan. Namun, mulai hari kedua, panitia akhirnya mengizinkan penjualan air minum kemasan dengan aturan tertentu.
Penonton sudah bisa membeli air mineral kemasan di beberapa gerai. Namun, jumlahnya sedikit sehingga ketika laga kedua, sudah banyak air mineral yang habis. Sebagian besar penonton terpaksa membeli minuman lainnya.
Indonesia akan menggelar semua laga babak gugur hingga 3 September. Artinya, panitia masih memiliki waktu perbaikan agar pelaksanaan Piala Dunia di Tanah Air diakhiri dengan sukses.