Para pebasket Piala Dunia FIBA 2023 ini bak raksasa Gulliver yang terdampar di dunia Liliput Indonesia. Walakin, Indonesia menunjukkan mampu terbuka terhadap keragaman dan memberi kenyamanan bagi tamu yang datang.
Oleh
KELVIN HIANUSA, REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
Selama dua pekan ke depan, Indonesia akan menjadi arena berlaga para pebasket dunia. Mereka punya tubuh tinggi menjulang. Rerata setinggi dua meter, ada juga yang lebih. Jika berjalan di antara orang pada umumnya, apalagi orang Asia, mereka bagai kumpulan raksasa yang berada dalam dunia liliput.
Seperti terlihat di tepi lapangan latihan Stadion Indonesia Arena, Jakarta, pada Rabu (23/8/2023). Center tim Kanada Zach Edey (21) dikerumuni para wartawan yang hanya setinggi area perutnya. Untuk berbalas pandangan, Edey bahkan harus menunduk, sedangkan para wartawan mendongak.
Edey tercatat sebagai pemain paling tinggi di Piala Dunia FIBA 2023 dengan 2,24 meter. Jangankan orang Indonesia kebanyakan, rekan setimnya Shai Gilgeous-Alexander (1,98 meter) saja terlihat seperti anak-anak. Belum lagi, pebasket yang bermain untuk Universitas Perdue di Liga Kampus NCAA Divisi itu juga agak gempal.
Ya, saya seperti menjadi orang yang sangat tinggi. Di sini orang-orangnya sekitar 1,7 meter atau di bawahnya. Agak aneh, tetapi lama-lama juga mulai terbiasa.
Setelah sekitar dua hari di Jakarta, Edey berkata, masih beradaptasi dengan kondisi yang tidak ditemui di negaranya itu. “Ya, saya seperti menjadi orang yang sangat tinggi. Di sini orang-orangnya sekitar 1,7 meter atau di bawahnya. Agak aneh, tetapi lama-lama juga mulai terbiasa,” ujar pemain yang menunda setahun untuk ikut NBA Draft itu.
Meskipun begitu, Edey ternyata merasa nyaman di Jakarta sejak tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Dia tidak mengalami keram di bus karena harus melipat kaki. Dia juga tidak kesulitan tidur karena ranjang yang kurang panjang. Padahal, Edey dan pebasket tinggi lainnya menggunakan fasilitas yang biasa dipakai untuk mayoritas orang Asia. Mulai dari transportasi, akomodasi, hingga penggunaan arena.
Masalah yang mungkin dihadapi para pebasket tinggi di Indonesia rupanya telah diantisipasi jauh-jauh hari. Untuk transportasi, misalnya, para pebasket ini diangkut dengan bus besar yang telah dimodifikasi dari 48 kursi jadi 24 kursi. Kapasitas dikurangi 50 persen agar ruang di area kaki bisa lebih lega. Mereka pun bisa selonjoran.
Direktur Komunikasi Panitia Lokal (LOC) Piala Dunia FIBA 2023 Yudha Permana mengatakan, tim-tim peserta juga mengutarakan permintaan khusus terkait akomodasi. Mereka, yang tinggal di Hotel Fairmont selama Piala Dunia, meminta penambahan panjang tempat tidur sekitar 50 sentimeter dari ukuran sebelumnya yakni dua meter. Tempat tidur pun disulap dan kaki para pebasket tidak menggantung ketika terlelap.
“Alhamdulillah semua permintaan itu sudah terpenuhi. Selain itu, Stadion Indonesia Arena juga sudah disiapkan agar bisa mengakomodasi pemain-pemain tinggi seperti mereka,” ujar Yudha.
Infrastruktur Indonesia Arena memang didesain untuk bisa menyesuaikan postur tubuh melebihi rata-rata orang Asia, mulai dari plafon, akses masuk, hingga ruang ganti. Di ruang ganti, misalnya, shower dan urinoir atau tempat buang air kecil untuk pria dipasang dengan posisi lebih tinggi dari biasanya.
Adapun Edey hanyalah satu dari banyak "raksasa" yang datang ke Jakarta. Ada juga Rudy Gobert (Perancis) dengan tinggi 2,16 meter dan Hamed Haddadi (Iran) dengan tinggi 2,18 meter. Haddadi sudah pernah datang ke Jakarta saat Piala Asia FIBA 2022. Dia sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam kunjungan tahun lalu. Fasilitas, terutama tempat tinggal atlet, pada Piala Dunia ini sama seperti Piala Asia.
Mimpi menjulang
Di Piala Dunia yang dimulai Jumat (25/8/2023), para raksasa ini akan menjadi pemandangan sehari-hari. Mereka bak Lemuel Gulliver, tokoh dalam karya sastra klasik “Petualangan Gulliver" ciptaan Jonathan Swift, yang terdampar di negeri Liliput. Awalnya, mereka mungkin seperti Edey yang merasa aneh dan harus beradaptasi, tetapi lama-kelamaan mereka akan terbiasa.
Seperti Gulliver, bukan tidak mungkin pula mereka membantu negeri Liliput selama “petualangannya” di Piala Dunia. Seiring kehadiran mereka, pesona dan harapan Indonesia turut terbawa ke dunia yang lebih luas. Mereka dapat membawa keahliannya dalam olahraga basket, memberikan pertunjukan yang mengesankan, dan menjadikan pertandingan-pertandingan di Piala Dunia tak terlupakan bagi masyarakat Indonesia.
Para Gulliver ini pun bisa menginspirasi generasi muda Tanah Air untuk bermimpi lebih tinggi, secara harfiah dan kiasan, dalam meraih prestasi di dunia basket. Indonesia juga dapat memperlihatkan bahwa meskipun mungkin kecil dalam perbandingan fisik, tetapi semangatnya besar dalam menggelar hajatan berlevel dunia.
Dengan caranya sendiri, raksasa-raksasa ini akan membantu mengangkat citra Indonesia. Mereka menunjukkan bahwa negara ini tidak hanya mampu menjadi tuan rumah turnamen basket level dunia. Negara ini juga terbuka terhadap keragaman dan menyambut tamunya dengan kehangatan.
Jawabannya “Ya”, seandainya para Gulliver ini ditanya, “Tidak sulit, kan, menjadi raksasa di dunia liliput?”