Tidak akan mudah bagi para bintang NBA untuk menaklukkan Piala Dunia FIBA. Peraturan berbeda menjadi penghalang mereka.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Giannis Antetokounmpo, megabintang NBA asal tim Milwaukee Bucks, pernah berkata, bermain di bawah aturan FIBA sudah seperti terkurung dalam penjara. Giannis dikenal sebagai sosok paling dominan di NBA, tetapi dia kesulitan mengembangkan permainan dalam laga FIBA saat bersama tim nasional Yunani.
FIBA dan NBA serupa dalam hal permainan bola basket. Namun, banyak peraturan pokok yang berbeda di lapangan. NBA, sebagai liga terbaik di dunia, punya peraturan sendiri agar laga lebih menghibur. Pemain seperti Giannis harus terbiasa dengan dua peraturan. Peraturan FIBA dipakai di laga internasional.
Bukan hanya satu atau dua pemain yang merasakan perbedaan kontras itu. Sudah banyak. Terakhir adalah guard tim NBA Oklahoma City Thunder, Josh Giddey. Dia mengungkapkan itu saat persiapan bersama tim Australia untuk menghadapi Piala Dunia FIBA 2023, pada 25 Agustus-10 September.
”Intensitas (duel) fisik di FIBA adalah hal yang saya suka. Para pelatih sering membiarkan beberapa (duel) terjadi, saat di NBA mereka akan banyak meniup pelanggaran. Gaya permainan itu sangat cocok dengan saya,” kata Giddey yang akan tampil pertama kali di Piala Dunia, dikutip Sports llustrated.
Hal paling berbeda adalah peraturan defensive three seconds yang melarang pemain berada di keranjang sendiri selama lebih dari tiga detik. NBA memakai peraturan itu agar pemain bertahan lebih dinamis, tidak hanya menunggu di area dekat keranjang. FIBA memperbolehkan pemain bertahan untuk memadati area tersebut.
Giddey mengatakan, belum terbiasa lagi dengan peraturan FIBA itu, meskipun baru bermain di NBA selama dua musim. Dia ibarat gelas berisi yang harus harus dikosongkan lagi. Proses adaptasi itu terus difokuskan jelang Piala Dunia.
”Saya tidak pernah benar-benar bermain di level internasional sebelumnya. Saya masih sering mencoba keluar dari area kunci (dalam) saat bertahan. Saya lupa tidak ada three second. Detail kecil itu yang harus diperbaiki,” ujarnya.
Ukuran lapangan di Piala Dunia nanti juga lebih kecil dengan panjang 28 meter dan lebar 15 meter. NBA berukuran panjang 28,65 meter dan lebar 15,24 meter. Sementara itu, jarak garis tiga angka di FIBA lebih pendek, 6,75 meter dibandingkan 7,24 meter di NBA.
Pastinya (peraturan) sangat membantu untuk permainan saya.
Alhasil, mencetak poin di pertandingan FIBA jauh lebih sulit. Menurut pebasket andalan tim Serbia sekaligus peraih Most Valuable Player NBA, Nikola Jokic, mereka tidak leluasa menyerang seperti di NBA. Semua itu kombinasi lapangan lebih kecil, pertahanan zona tanpa aturan, dan wasit lebih longgar.
Bayangkan, pemain seperti Jokic yang lebih sering mendapatkan poin di area dalam, sudah ditunggu tumpukan pemain di dekat keranjang. Saat dihadang, dia juga tidak akan semudah itu mendapatkan tembakan bebas seperti di NBA. Dengan ruang penetrasi lebih sempit, pemain bertahan pun sangat diuntungkan.
”Itu permainan yang berbeda, pastinya. Ruang di lapangan sangat terbatas karena (jarak) tiga angka dan three second. Semakin lapangan kecil, pemain besar bisa lebih nyaman menunggu di area dalam. Apakah lebih sulit? Iya. Anda harus berpikir lebih cepat,” ucap Jokic.
Di NBA, kata Jokic, para pemegang bola masih bisa melihat pergerakan pemain lawan yang ingin membantu pertahanan saat duel satu lawan satu. Sementara itu, di FIBA, tidak ada pergerakan pemain bertahan lain sebab pemain itu sudah ada di tempat pas untuk membantu.
Di Piala Dunia nanti, center tim Kanada Zach Edey akan menjadi pemain tertinggi dengan 2,24 meter. Bagi pemain Universitas Purdue yang bermain di liga kampus Amerika Serikat NCAA Divisi I itu, peraturan FIBA akan jauh lebih menguntungkannya dalam bertahan.
Seperti diketahui, pemain ”raksasa” seperti Edey tidak memiliki kelincahan seperti pebasket di posisi lain. Mereka kurang sigap ketika harus berpindah-pindah keluar masuk area dekat keranjang. Edey pun percaya Kanada bisa mengatasi serangan center-center NBA di tim lain, seperti Rudy Gobert (Perancis) dan Usman Garuba (Spanyol).
”Pastinya (peraturan) sangat membantu untuk permainan saya. Saya juga sudah terbiasa dengan pertarungan fisik. Saya percaya tim Kanada akan menjadi unggulan teratas untuk tim yang bermain di sini (Jakarta),” kata pemain 21 tahun itu seusai berlatih di Stadion Indonesia Arena, Jakarta.
Kanada, bergabung di Grup H, akan berlaga di Indonesia Arena bersama tim unggulan Perancis. Tim unggulan Spanyol juga berlaga di Indonesia Arena pada Grup G. Nantinya, hanya ada dua dari tiga tim besar tersebut yang berhak lolos ke babak perempat final. Adapun Kanada versus Perancis akan menjadi sajian laga pembuka, Jumat malam.
Wajar jika jarang melihat pemain yang bisa mencetak 50 poin di laga FIBA. Tidak seperti di NBA. Tentu, hal itu juga merupakan pengaruh dari pertandingan FIBA yang hanya berlangsung 4 x 10 menit, bukan 4 x 12 menit seperti di NBA. Terdapat 8 menit perbedaan waktu.
Karena itu pula, kecerdikan pemain akan diuji di Piala Dunia. Tidak hanya bisa mengandalkan gerakan eksplosif dan tubuh atletis. Mereka harus bisa memanfaatkan keberadaan rekan setim. Permainan pun akan lebih kolektif. Lima pemain di lapangan memegang peran penting.
Seperti kata Pau Gasol, legenda hidup tim Spanyol sekaligus peraih gelar juara Piala Dunia Jepang 2006. ”Tidak ada pemain yang bisa menang sendiri. Terutama dengan bakat (besar) yang ada di seluruh kompetisi (Piala Dunia kali ini),” katanya di situs resmi FIBA. (AP/REUTERS)