Menurunkan ”Derajat” Basket dengan Piala Dunia FIBA
Kesempatan langka Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia dijadikan momentum untuk membuat bola basket lebih merakyat.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Permainan bola basket sering dikatakan sebagai olahraga kelas atas. Dari bagian terbawah tubuh, misalnya. Sepatu bermerek seperti sudah menjadi atribut wajib. Belum lagi istilah-istilah dalam bahasa inggris yang terbilang rumit bagi orang awal, mulai dari rebound, jump ball, hingga and one.
Segala kerumitan dan batasan sosial itu tampak terurai di Lapangan Banteng, Jakarta, pada Sabtu (19/8/2023). Sore hari, puluhan orang dari berbagai profesi dan komunitas berkumpul untuk memainkan bola basket bersama. Di antaranya ada atlet voli nasional Yolla Yuliana, selebritis Asri Welas, dan pebasket profesional Valentino Wuwungan.
Hanya tawa dan keseruan yang terpancar di lapangan. Berkali-kali lemparan tidak terkena keranjang. Tidak sedikit juga umpan yang berujung keluar lapangan. Dengan teknik seadanya, mereka berlomba memamerkan atraksi masing-masing. Ratusan penonton umum yang mengelilingi lapangan pun sering ikut tergelitik. Istilah basket yang rumit berubah jadi kata-kata sederhana, seperti ”tembak” dan ”oper”.
Susah, ya, (main basket). Harus lari terus. Tidak ada berhentinya. Tidak seperti voli. Tetapi, senang bisa ikut meramaikan ini untuk mendukung Piala Dunia (FIBA 2023). Jarang-jarang kita bisa jadi tuan rumah.
”S
”
Kegiatan Sabtu sore tersebut merupakan acara Basketball Meet-up Volume 5, bagian dari promosi Piala Dunia yang akan berangsung pada 25 Agustus-3 September di Stadion Indonesia Arena, Jakarta. Panitia Lokal (LOC) Piala Dunia sudah menyelenggarakan acara itu lima minggu berturut-turut. Minggu ini adalah edisi terakhir.
Direktur Komunikasi LOC Piala Dunia Yudha Permana mengatakan, Basketball Mett-up membawa pesan sederhana. Bola basket bisa dimainkan dan ditonton semua orang tanpa batasan kelas sosial ataupun status. ”Karena itu, semua lapisan kami undang bermain, termasuk tim ibu-ibu (komunitas perempuan) Libamak (Liga Basket Emak-emak) dan media,” ujarnya.
Selain itu, tim LOC juga ingin terus meningkatkan penjualan tiket. Mereka memanfaatkan ajang ”senang-senang” itu dengan membuka loket penjualan tiket di Lapangan Banteng. Sejauh ini, beberapa hari jelang Piala Dunia, baru tiket laga pembuka antara Perancis versus Kanada yang terjual habis.
Piala Dunia berlangsung di Indonesia Arena yang berkapasitas sekitar 11.000 kursi untuk penonton umum. Tidak mudah menjual habis tiket hanya dari kelompok pencinta basket. Pada Piala Asia FIBA 2022 tahun lalu, contohnya, banyak kursi kosong. Padahal, laga berlangsung di Istora Senayan yang berkapasitas lebih sedikit.
Karena itu, dukungan dari penonton di luar pencinta basket sangat dibutuhkan. Kebetulan, kebutuhan dukungan itu seiring dengan imbalan yang ditawarkan. Para penonton bisa merasakan atmosfer Indonesia Arena, stadion baru yang akan menyelenggarakan ajang kompetitif internasional untuk pertama kali.
Level kompetisinya juga tidak tanggung, yaitu Piala Dunia. Kompetisi tertinggi bola basket yang diselenggarakan empat tahun sekali dan baru pertama kali di Tanah Air. Indonesia sangat beruntung karena akan kedatangan para bintang dunia, seperti Shai Gilgeous-Alexander (Kanada) dan Rudy Gobert (Perancis).
Valentino, pebasket dari klub Rans PIK, berharap lebih dari Piala Dunia. Jika bisa disaksikan kelompok masyarakat lebih luas, dia optimistis basket di Indonesia akan tumbuh subur. ”Akan ada generasi baru yang gila basket. Itu bisa menjadi awal untuk melahirkan pebasket-pebasket di masa depan,” katanya.
”Banyak yang bisa diambil dari para pemain dunia nanti. Saya sebagai pebasket saja sudah tidak sabar ingin nonton. Karena tidak ada (Victor) Wembanyama, saya ingin melihat Gobert. Tentu harapannya kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kedatangan mereka,” tambah Valentino.
Indonesia seolah memenangi lotre dengan kedatangan Piala Dunia. Sebab, untuk pertama kali sepanjang sejarah, terdapat tuan rumah bersama. Indonesia menjadi penyelenggara bersama Filipina dan Jepang. Karena itu pula, sulit melihat Indonesia berperan sebagai tuan rumah lagi dalam waktu dekat.
Pada hari dan waktu yang sama, acara Basketball Meet-up juga digelar LOC Piala Dunia di Bandung. Dihadiri para bintang Prawira Harum Bandung, antara lain Abraham Damar Grahita dan Fhirdan Guntara. Bukan hanya promosi, tetapi juga ingin menjadikan basket lebih merakyat.
Harapannya, setelah Piala Dunia berakhir, basket bisa dimainkan semua lapisan masyarakat, mulai dari gang sempit dengan menggunakan keranjang sampah yang dilubangi hingga sambil nyeker. Tidak lagi menjadi olahraga mahal yang sering kali dinilai terlalu eksklusif.