Caicedo Dulu Tak Punya Sepatu, Kini Termahal di Liga Inggris
Kisah pemain baru Chelsea, Moises Caicedo, bak dongeng Cinderella. Anak buruh cuci di Ekuador yang dulu hidup dalam jerat kemiskinan itu kini menjelma pemain termahal di Liga Inggris dan nomor tiga sejagat.
Oleh
YULVIANUS HARJONO
·5 menit baca
Klub sepak bola Inggris, Chelsea, resmi mengumumkan merekrut pemain terbarunya, Moises Caicedo (21), Selasa (15/8/2023) waktu Indonesia. Pengumuman itu seolah menegaskan kemenangan klub berjuluk “Si Biru” itu dalam perburuan Caicedo, pemain yang sebelumnya diincar banyak klub top Eropa, seperti Liverpool, Manchester United, Arsenal, dan AC Milan.
Namun, kemenangan dari transfer menghebohkan itu sejatinya adalah milik Caicedo dan keluarga. Berkat transfer itu, ia menjadi buah bibir publik sepak bola sejagat. Chelsea sampai harus menebus dia dari Brighton & Hove Albion senilai 115 juta pound sterling atau Rp 2,2 triliun, termasuk bonus penampilan. Nilai transfer itu adalah rekor baru di Liga Inggris, melampaui Enzo Fernandez yang dibeli Chelsea senilai 107 juta pound pada Januari lalu.
Sepanjang sejarah sepak bola dunia, nilai transfer Caicedo itu hanyalah kalah dari Neymar Jr dan Kylian Mbappe yang dulu dibeli Paris Saint-Germain, masing-masing, senilai 192 juta dan 155 juta pound. Uniknya, Caicedo satu-satunya pemain bertipe defensif yang masuk dalam jajaran delapan besar pemain termahal sepanjang sejarah.
Tidak kalah unik pula cara perkenalannya sebagai pemain baru Chelsea ke publik. Tidak lazimnya megabintang baru, ia mengajak ibunya, Carmen, dalam video perkenalannya sebagai pemain baru Si Biru. Sambil duduk di bagasi sebuah mobil yang terparkir di Cobham, markas latihan Chelsea, Carmen menyapa anak bungsunya dari sepuluh bersaudara itu setelah selesai bertemu rekan-rekan barunya.
“Hari ini adalah harinya, nak. Mimpi semua orang, mimpi setiap keluarga,” ujar Carmen memeluk hangat Caicedo yang mengenakan jersei biru khas Chelsea dalam video rekaman yang dilansir klub asal London itu.
“Itu (mimpi membela Chelsea) akhirnya terwujud. Mimpi kita kini sungguh menjadi kenyataan,” ujar Caicedo, yang sejak kecil mengidolakan Chelsea, menimpali ibunya.
Bukan tanpa alasan Caicedo membawa ibunya dalam video perkenalan itu. Ibunya sepenuh hati mendukung bakat sepak bola anaknya itu sejak kecil, meskipun mereka berasal dari kalangan tidak mampu di Santo Domingo, Ekuador. Carmen kerap bekerja sebagai buruh cuci untuk menambah penghasilan keluarganya.
Kami tidak punya tiang gawang. Maka, kami menaruh batu (pengganti tiang gawang). Terkadang, mereka bermain tanpa sepatu. Namun, saya bisa melihat talenta besarnya (Caicedo)
Penghasilan suaminya dari jasa becak sulit untuk mencukupi kebutuhan sepuluh anaknya. “Keluarga adalah hal terpenting dalam hidup saya. Mereka segalanya untuk saya. Luar biasa bisa berbagi momen indah ini bersama ibu dan orang-orang terdekat,” ujar Caicedo di laman resmi Chelsea.
Jerat kemiskinan
Menurut laporan surat kabar Inggris, The Sun, sepak bola adalah jalan keluar Caicedo dan keluarganya dari jerat kemiskinan di Santo Domingo. Wilayah itu, dulu, lebih dikenal dengan kenakalan geng, kekerasan, dan berbagai macam tindak kriminal remaja. Fasilitas sepak bola di sana pun memprihatinkan. Lapangan Sekolah Sepak Bola Mujer Trabajadora, yang dipakai Caicedo waktu kecil, berupa tanah yang becek saat hujan, nyaris gundul tanpa rumput.
“Kami tidak punya tiang gawang. Maka, kami menaruh batu (pengganti tiang gawang). Terkadang, mereka bermain tanpa sepatu. Namun, saya bisa melihat talenta besarnya,” ujar Ivan Guerro, mentor Caicedo ketika kecil.
Guerro adalah pahlawan dalam perjalanan karier fantastis Caicedo. Sang pencari bakat memberinya berbagai kebutuhan, termasuk sepatu dan ongkos bus, sehingga Caicedo bisa mendapat latihan yang lebih baik di akademi Independiente del Valle (IDV), klub sepak bola di pinggiran Quito, ibu kota Ekuador.
“Keluarganya (Caicedo) sangat miskin. Dia sama sekali tidak punya sepatu. Terkadang, temannya meminjamkannya atau saya yang mencarikannya (sepatu). Makanya, saya mengetuk pintu rumah dia dan berkata, 'ayo berangkat'. Saya tanggung biayanya, ongkos bus,” ujar Guerro mengenang kisah perjuangannya bersama Caicedo.
Meskipun tergolong yang paling miskin dibandingkan teman-teman sebayanya di IDV, Caicedo adalah yang paling serius dan ngotot saat berlatih atau bermain. Dia kerap menonton kompilasi video permainan Claude Makelele, gelandang legendaris Chelsea, dan mempelajari penempatan posisi dan cara merebut bola.
Titisan Makelele
Tak heran, Caicedo kini bak titisan Makelele. Di Brighton, ia menjadi mesin tim dalam permainan “oktan tinggi” ala manajer Roberto De Zerbi. Pemain yang juga mengidolakan N'Golo Kante, eks gelandang Chelsea, itu piawai memotong dan merebut bola, menekel lawan, serta memiliki daya jelajah tinggi di sepertiga akhir pertahanan timnya.
“Makelele dan Kante adalah inspirasi untuk saya. Kami punya kualitas yang sama, namun mereka lebih baik. Namun, sekarang, saya akan memberikan segalanya untuk klub ini (Chelsea) karena mereka telah memberikan segalanya,” ujar Caicedo kemudian.
Permainannya yang energik, teknik melewati lawan, dan operan akurat, membuatnya jadi momok klub-klub besar yang dihadapinya, seperti MU dan Arsenal. Musim lalu, kedua klub itu dipecundangi Brighton dan Caicedo. Tak hanya merusak permainan lawan, ia juga bisa memecah kebuntuan timnya saat Brighton memukul MU, 4-0, Mei 2022 lalu.
Di Liga Inggris musim lalu, ia masuk jajaran dua besar pemain dengan jumlah tekel dan intersepsi bola terbanyak. Ia juga fleksibel bermain di berbagai posisi, termasuk bek sayap, selain gelandang bertahan yang menjadi favoritnya.
“Dia mau bermain di posisi mana saja. Kanan, kiri, di tengah. Saat tim kami tertinggal, dia bahkan berkata, 'pasang saja saya di depan gawang!' Dia selalu ingin berperan,” kata Guerro kemudian.
Sejarah pun berkata, era-era kejayaan Chelsea selalu dibangun dari belakang, yaitu lini pertahanan solid dengan “jenderal” lini tengah yang tangguh, seperti Makelele, Kante, dan kini Caicedo.
Tak heran, berkat kualitas dan etos kerjanya itu, nilai jualnya melonjak tajam. Caicedo didatangkan Brighton dengan harga hanya 4,5 juta pound dari IDV pada Agustus 2021. Dalam waktu hanya dua tahun, nilai jualnya naik hingga 25 kali lipat. Nilai jualnya bahkan melampaui sejumlah nama besar yang tugas utamanya memburu gol, seperti Joao Felix, Antoine Griezmann, dan Jack Grealish.
“Moises adalah pemain muda dengan potensi sangat besar. Tidak ada keraguan ia bakal menjadi pemain top dunia,” ujar Graham Potter, mantan pelatihnya di Brighton.
Maka, tidak diragukan, Caicedo bakal menjadi tumpuan dari upaya Chelsea membangun ulang kembali kejayaan setelah hancur lebur musim lalu. Karakter bermainannya sangat cocok dengan permainan ofensif dan sepak bola menekan tinggi ala manajer baru Chelsea, Mauricio Pochettino.
Sejarah pun berkata, era-era kejayaan Chelsea selalu dibangun dari belakang, yaitu lini pertahanan solid dengan “jenderal” lini tengah yang tangguh, seperti Makelele dan Kante. Masa depan Chelsea pun cerah, seperti halnya Caicedo yang telah mengubah nasibnya 180 derajat bak Cinderella..