Banyak yang ”Manis” dan Sungguh Manis di Kota Chengdu
Kota Chengdu, Provinsi Sichuan, China, punya cara khusus memukau pengunjung. Yang ”manis-manis” banyak disuguhkan sejak dari arena olahraga hingga pusat oleh-oleh di Kuanzhai Alley.
Oleh
Insan Alfajri dari Chengdu, China
·4 menit baca
Dalam dua minggu terakhir, kota Chengdu, China, bikin kenduri akbar. Lewat pekan olahraga mahasiswa sedunia Universiade, mereka kedatangan peserta dari sekitar 100 negara dengan total 4.000 lebih atlet yang berkompetisi selama 28 Juli-8 Agustus 2023.
Berjarak sekitar 1.500 kilometer dari Beijing dan berada di sisi barat daya China, Chengdu sebagai tuan rumah tahu betul cara memanen decak kagum atlet mahasiswa dan ofisial dari banyak kampus di dunia. Momen penyerahan medali di arena olahraga jadi salah satu daya pikat mereka.
Tiga pembawa medali untuk pemenang di setiap cabang olahraga, misalnya, dapat mendistraksi fokus jurnalis yang sedang bertugas. Bagaimana tidak, keelokan wajah mereka seperti bintang iklan yang terpajang di mal-mal kota itu.
Jika kita mencoba menyapa ni hao, alias halo, senyum manis lantas bakal tersembur dari paras manis mereka yang nyaris tanpa cela. Memakai istilah warganet di Twitter, kecantikan mereka ”sudah gak ada obat”.
Kuanszhai Alley
Pukauan itu tidak saja ditampilkan di arena olahraga. Para wisatawan yang berbelanja oleh-oleh di Kuanzhai Alley bahkan bisa mencicip si manis dalam wujud lain, yakni aneka camilan yang dijajakan di sana.
Berstatus sebagai satu-satunya media ofisial bagi kontingen Indonesia di Chengdu, Kompas bersama ofisial lain berkunjung ke tempat ini, Selasa (8/8/2023) siang. Suasana Kuanzhai Alley mirip seperti Kota Tua, Jakarta, yang bermuatan budaya sekaligus kaya sejarah.
Hanya saja, karakteristik bangunan di Kuanzhai Alley mencerminkan hunian tradisional Dinasi Qing. Di sekeliling tempat itu, warga Chengdu menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman, pakaian, serta cendera mata.
Dari banyak gerai, toko Chui Tang Bang termasuk pintar menarik pengunjung. Toko ini banyak gimiknya. Baru masuk saja, pengunjung dibuat heran dengan tiga boneka yang identik seperti manusia di sisi kanan.
Boneka-boneka itu mengenakan pakaian tradisional China dan membungkuk otomatis setiap menit. Jangankan turis asing, wisatawan lokal saja ikut kaget melihat itu.
Di sini, para pedagang sangat ramah dalam meladeni wisatawan. Meski tidak semua bisa berbahasa Inggris, mereka tetap bisa berkomunikasi lewat bahasa isyarat.
Di dalam toko, berbagai jajanan manis olahan tepung beras mengisi etalase. Ada juga sajian beragam teh dari olahan daun bunga.
Anda tidak harus membeli supaya tahu rasanya. Sebab, untuk setiap kudapan dan jenis teh, tersedia sampel yang bisa dicoba. Kesempatan ini pun dimaksimalkan ofisial Indonesia.
Kami berpindah dari satu lemari ke lemari lain sambil mengudap sampel berbagai camilan. Bosan dengan makanan manis, kami bergeser sedikit ke meja teh.
Sampel teh dituangkan dalam seloki, lalu diteguk calon pembeli. Rasanya yang sejuk di tenggorokan seakan membayar lunas terik matahari musim panas di kota Chengdu.
Salah satu ofisial Indonesia tampak meminum sampel teh itu beberapa kali. Ketika ditanya karyawan toko ingin membeli teh yang mana, ofisial itu menjawab, ”ingin lihat-lihat dulu karena belum ada yang cocok sama rasanya.” Hmm, bisa aja, nih!
Di sini, para pedagang sangat ramah dalam meladeni wisatawan. Meski tidak semua bisa berbahasa Inggris, mereka tetap bisa berkomunikasi lewat bahasa isyarat.
Bahasa isyarat
Pengolah data kontingen Indonesia, Bazuri, tidak saja bisa ngobrol dengan pedagang. Dia bahkan mampu tawar-menawar dengan mereka hanya lewat gerakan tangan.
Siang itu, ia berhenti di sebuah toko mainan anak-anak. Mainan robot seharga 35 yuan (sekitar Rp 70.000) dia tawar menjadi 10 yuan. Si ibu penjual menggeleng karena penawaran Bazuri terlalu tajam.
Pedagang itu menawarkan mainan lain untuk harga 10 yuan. Bentuknya robot juga, tetapi tidak bisa joget otomatis seperti yang diinginkan Bazuri. Sayang sekali, negosiasi itu belum berhasil.
Buatan sendiri
Suguhan lain di Kuanzhai Alley adalah keberadaan sejumlah perajin yang membuat karya mereka di tempat. Mereka jelas bukan pedagang murni yang hanya mengejar margin keuntungan.
Tim ofisial Indonesia sempat tertegun di kios pedagang boneka yang merupakan penyandang disabilitas. Dalam kondisi invalid, dia tetap lincah mengolah bahan baku menjadi boneka dalam berbagai karakter.
Selain itu, ada pengukir yang khusyuk dengan martil dan palu di tangannya. Ia pun dikerubungi wisatawan yang penasaran dengan apa yang sedang dibuat seniman itu. Chengdu memang menawarkan banyak daya tarik, mulai dari orang-orangnya hingga pernak-pernik.