Pekan olahraga mahasiswa sedunia atau Universiade di Chengdu, China, dipersiapkan dengan serius oleh tuan rumah. Kenangannya akan membekas dalam benak peserta.
Oleh
Insan Alfajri dari Chengdu, China
·4 menit baca
Pekan olahraga mahasiswa sedunia atau Universiade di Chengdu, China, sudah bergulir kurang lebih satu minggu. Penyelenggara menyulap kompetisi multicabang dua tahunan ini menjadi pesta olahraga akbar yang membekas bagi peserta.
Atlet yang tadinya mengerutkan kening saat mendengar nama kejuaraan ini, kini takjub luar biasa. Mereka tak menyangka China sangat serius menggelar ajang ini.
Sebelum ke sini, aku merasa, ya, sudahlah ikut, tapi tidak punya ekspektasi tinggi. Tapi pas ikut, wah! Bergengsi juga.
”Sebelum ke sini, aku merasa, ya, sudahlah ikut, tapi tidak punya ekspektasi tinggi. Tapi pas ikut, wah! Bergengsi juga,” kata atlet wushu Nandhira Mauriskha, peraih dua medali emas di ajang dengan nama internasional Chengdu 2021 FISU World University ini, Minggu (30/7/2023).
Kesan Nandhira tidak berlebihan. Ini memang ajang besar dan spektakuler. Pengalaman Kompas bermukim di wisma atlet yang berada di Universitas Chengdu, misalnya. Tinggal di sini seperti sedang berada di sebuah kampung universal dengan ribuan penghuni dari berbagai belahan dunia yang hanya punya satu pekerjaan: menjadi insan olahraga. Sport! Sport! dan Sport! Hanya itu.
Bangun tidur, pemandangan dapur kamar asrama tempat Kompas menginap langsung menghadapi ke trek lari. Lapangan ini tidak pernah kosong. Pagi, siang, bahkan tengah malam sekalipun masih ada saja atlet yang latihan.
Kalau bosan melihat pemandangan itu terus, tinggal mengalihkan pandangan ke sisi kiri asrama. Di sana lapangan basket luar ruangan tak pernah sepi. Sekumpulan atlet berbadan tegap dan bertelanjang dada, Selasa (1/8/2023) sedang berpacu memasukkan bola ke keranjang.
Tak sedikit pula atlet yang memanfaatkan trotoar jalan untuk maraton. Mereka berlari-lari kecil di tepi jalan dengan berbagai macam tingkah. Para atlet dari Benua Afrika senang membawa pengeras suara mini yang diberi panitia, lalu memutar lagu rege. Kita dapat mendengar suara musiknya dari kejauhan.
Yang paling menarik perhatian adalah bentuk fisik dan barang bawaan mereka yang khas. Kalau badannya tegap dan melebar di bagian dada, kemungkinan itu atlet judo. Apabila ada helm tergantung di tasnya, bisa jadi dia taekwondoin.
Atlet dengan tubuh ramping dan sering mengenakan celana sangat pendek, kuat dugaan atlet atletik atau sprinter. Mereka yang tinggi menjulang dan sering berkaus tanpa lengan adalah pemain basket.
Terakhir, kalau ada yang berpakaian olahraga, tetapi perutnya gendut, kemungkinannya hanya ada dua. Kalau bukan ofisial, dia pasti pelatih.
Kembali ke aktivitas di asrama, tiap hari atlet yang bertanding berangkat ke arena olahraga masing-masing. Mereka naik bus yang disiapkan panitia. Atlet tinggal berjalan ke terminal bus yang juga masih di dalam Wisma Atlet lalu pilih bus sesuai tujuan.
Seragam atlet yang menawan
Selain sukarelawan, hanya ada atlet, pelatih, dan ofisial di Wisma Atlet. Tampilan mereka pun tambah ciamik saat mengenakan seragam olahraga dari negara masing-masing.
Kontingen Indonesia mempunyai kaus serta baju polo warna merah dan hitam. Garuda tersemat di dada kiri dan ada tulisan Indonesia di punggung.
Bahannya lembut dan jatuh di kulit saat dipakai sehingga meskipun bajunya longgar, ia akan tetap pas di badan dan membentuk lekuk tubuh. Seragam ini selalu membuat penggunanya waspada saat berjalan di depan kaca. Sebab perut yang terlalu maju akan jelas terekspose.
Baju merah dan baju hitam pun kian menyala karena dipadukan dengan celana training dan topi yang sama-sama berkelir merah. Untuk luaran, kontingen Indonesia mengenakan jaket putih, juga dengan hiasan lambang negara di sisi kiri.
Seragam kontingen Indonesia ini dipuji Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Ketika itu, Retno menemani Presiden Jokowi untuk bertemu kontingen Indonesia untuk Universiade, di Hotel Shangri-La, Chengdu, China. ”Bagus, ya seragamnya,” ujar Retno.
Pamer teknologi
Salah satu catatan dari gelaran ini adalah hasrat China untuk memamerkan sudah sejauh mana capaian mereka dalam teknologi. Bus yang mengangkut atlet secara sepintas interiornya mirip Transjakarta di Indonesia.
Namun, ada kelebihan lain. Bus ini bisa ”ngomong sendiri” jika sabuk pengaman tidak terpasang. Siang ini, Kompas menaiki bus dari tempat pertandingan atletik di Dong’an Lake Sports Park Aquatics ke Wisma Atlet.
Bus itu terus mengingatkan penumpang agar mengenakan sabuk pengaman. Atlet dari Jerman, Riedel, sampai menginspeksi satu-satu bangku penumpang untuk memeriksa sabuk pengaman siapa yang belum terpasang.
Dia kurang nyaman karena sumber suara berada persis di atas kepalanya. Setelah dia cek, ternyata semua sabuk sudah terpasang. Tetapi anehnya, bus itu tetap meminta penumpang mengenakan sabuk pengaman.
”Whats is going on,”ujar Riedel jengkel, dan berpindah ke kursi depan dekat sopir.
Kejutan China tentang teknologi mutakhirnya belum selesai. Di salah satu sudut di Wisma Atlet, ada toilet canggih. Ketika kita buka pintunya, toilet akan mengeluarkan suara welcome.
Pengguna toilet mungkin saja takjub dengan teknologi itu. Namun, boleh jadi muncul perasaan waswas karena merasa diawasi.