Aturan Tekanan Ban Mengubah Balapan MotoGP
Penerapan aturan tekanan ban minimum dalam balapan MotoGP mulai seri Inggris, akan mengubah potensi persaingan MotoGP. Resiko kecelakaan berpotensi meningkat, serta sangat sulit mendahului saat tekanan ban tinggi.
NORTHAMPTONSHIRE, JUMAT – Persaingan dalam balapan MotoGP berpotensi mengalami perubahan besar seiring penarapan aturan minimum tekanan ban minimum mulai seri Inggris, di Sirkuit Silverstone, akhir pekan ini. Para pebalap menilai, tekanan ban yang lebih tinggi akan meningkatkan resiko kecelakaan, serta membuat balapan membosankan karena akan sangat sulit mendahului. Dalam kondisi tekanan ban sangat tinggi, pebalap hanya memiliki dia pilihan, melambat atau tetap tancap gas dengan risiko besar kecelakaan.
Aturan tekanan ban minimum, awalnya akan diterapkan sejak permulaan musim ini. Namun, kemudian ditunda hingga paruh kedua musim 2023 karena masih perlu pengujian lanjutan alat pengukur tekanan ban yang akan dipasang seragam pada setiap motor MotoGP. Regulasi ini mewajibkan tekanan ban slick depan minimal 1,88 bar, dan tekanan ban slick belakang 1,68 bar, sesuai dengan rekomendasi produsen ban MotoGP, Michelin.
Para pebalap wajib memiliki tekanan ban di atas batas minimal itu, paling kurang 50 persen dari jarak balapan, untuk di Silverstone 10 putaran. Jika melanggar, akan ada empat tahapan sanksi. Pelanggaran pertama mendapat peringatan, pelanggaran kedua penalti tiga detik, pelanggaran ketiga penalti enam detik, dan pelanggaran keempat penalti 12 detik.
Selama ini, para pebalap mengawali balapan dengan tekanan ban di bawah itu karena saat balapan, tekanan ban akan meningkat, apalagi jika di belakang pebalap lain. Masalah terbesar adalah, jika tekanan ban depan mencapai 2,0 bar atau lebih, maka ban akan mengembang dan area kontak ban dengan aspal mengecil. Kondisi itu membuat motor sulit berhenti saat pengereman keras ketika memasuki tikungan, juga tidak bisa cepat saat keluar dari tikungan. Motor pun menjadi mudah goyang, atau tidak stabil.
Kondisi itu akan sangat dirasakan saat pebalap berada di tengah rombongan, atau di belakang pebalap lain. Situasi tersebut menyebabkan ban depan tidak mendapat udara segar sehingga ban menjadi sangat panas dan tekanan pun terus meningkat. Solusinya adalah melambat, untuk mendinginkan ban. Solusi itulah yang dikhawatirkan oleh para pebalap akan membuat balapan MotoGP menjadi membosankan.
Solusi lain untuk mengatasi kendala meningkatnya tekanan ban saat balapan adalah, dengan mendapat posisi start di depan. Jika memimpin balapan, pebalap akan mendapat angin segar untuk menjaga temperatur ban sehingga tekanan relatif stabil. Kondisi ini membuat sesi kualifikasi semakin krusial.
"Bagi saya, ini akan menjadi sesuatu yang mengubah cara kami menjalani balapan karena limit (tekanan ban) menjadi sedikit lebih tinggi. Jika anda di atas limit, akan mudah kecelakaan. Jika anda tidak ingin kecelakaan, anda harus dengan (tekanan ban) lebih rendah dan jika di bawah (batas terendah tekanan ban), anda akan dijatuhi penalti," ungkap pebalap tim pabrikan Ducati Francesco Bagnaia dalam konferensi pers di Silverstone, Kamis (3/8/2023) malam WIB.
"Ini sangat sulit. Namun, inilah aturannya. Kami sudah pasti akan mempelajari cara untuk menjadi lebih baik dan cara untuk bekerja secara baik dengan tekanan ban. Namun, ini sesuatu yang tidak bisa dikendalikan dari garasi, ini sesuatu yang hanya bisa anda kontrol dari motor. Jika anda start di depan dan memimpin, sudah pasti tekanan ada di bawah. Jika anda start di belakang maka tekanan akan tinggi, jadi mustahil untuk mendahului," jelas Bagnaia.
Ini sesuatu yang dibuat demi keselamatan, tetapi ini tidak aman.
Juara bertahan MotoGP itu menilai, aturan ini dibuat dengan alasan keselamatan, tetapi sebenarnya tidak aman. Risiko kecelakaan berpotensi meningkat karena motor menjadi lebih sulit dikendalikan dengan tekanan ban tinggi.
"Ini sesuatu yang dibuat demi keselamatan, tetapi ini tidak aman. Jadi, itu akan mengubah banyak. Dalam Komisi Keselamatan, kami menyampaikan sudut pandang kami, tetapi keputusannya adalah tetap pada aturan tekanan ini, jadi kami perlu beradaptasi," ungkap pebalap yang akrab disapa Pecco itu.
"Saya tidak tahu apakah saya bisa berbicara tentang mengapa mereka menerapkan aturan ini. Namun, ini sesuatu untuk keselamatan, namun saya tidak berpikir ini lebih aman, karena kami tidak pernah bermasalah dengan tekanan ban," tegas Bagnaia.
Dampak tekanan ban tinggi ini dijelaskan oleh Pecco dari pengalamannya saat menjalani balapan di Jerez. Saat itu, aturan tekanan ban belum diterapkan, dan dia sudah sangat kesulitan mendahului. Dengan penerapan aturan tekanan ban, usaha untuk mendahului akan lebih sulit dan beresiko.
Baca juga : Tonggak Sejarah Menanti Alex Rins di Yamaha MotoGP
"Jika tekanan ban menjadi lebih tinggi dari limit, ban belakang tidak akan masalah. Namun, jika anda lebih tinggi dari 2,0–dan sangat mudah untuk lebih tinggi dari 2,0– akan mulai sulit menghentikan motor, sulit menutup ruang. Jika anda ingin kencang, anda harus mengambil risiko dan anda akan kecelakaan, atau anda melambat," jelas pebalap asal Italia itu.
Menurut Bagnaia, jika berada di belakang pebalap lain, pebalap bisa melihat itu dengan jelas. " Di Jerez, saya membiarkan itu satu, dua putaran, untuk menurunkan tekanan ban, supaya kemudian bisa berusaha mendahului kembali," ungkap Pecco.
"Untuk ban belakang, jika tekanan di bawah limit, itu akan menjadi keuntungan, dalam hal performa, daya cengkeram. Namun, ban depan, tekanan di bawah dan di atas (limit) sesuatu yang berbeda. Tekanan 1,9 atau 1,8 adalah tekanan terbaik yang mungkin dipakai, dan jika di bawah, maka motor akan mulai goyang, dan jika lebih tinggi, motor juga mulai goyang. Jadi, bagi saya itu sesuatu yang tidak aman, tetapi mereka telah memutuskan," tegas Bagnaia.
"Dan untuk balapan, anda perlu dalam 50 persen jarak balapan di atas limit–di Silverstone ini 10 putaran–dan jika anda terlalu banyak putaran di belakang pebalap lain, mungkin tekanan ban akan semakin tinggi, tinggi, tinggi, dan tinggi, dan anda akan mulai kehilangan (daya cengkeram)," jelas Pecco.
Baca juga : Hari Terbaik dalam Hidup Bagnaia
"Anda tidak bisa tancap gas dengan sama. Kami harus terbiasa, dan memahami bagaimana gaya berkendara saat tekanan ban mulai tinggi, memahami itu bersama tim di garasi untuk mengetahui apakah kami bisa memprogram hal seperti itu," ujar Pecco.
Aturan tekanan ban ini, dinilai oleh sejumlah pebalap akan sangat memengaruhi Ducati, karena Desmosedici GP cenderung memiliki performa terbaik dengan tekanan ban rendah. Mantan pebalap Ducati, Jack Miller, yang kini membela KTM menilai, situasi yang dihadapi oleh Ducati dengan tekanan ban akan lebih kritis. Sedangkan KTM, justru cenderung memiliki performa baik dengan tekanan ban sedikit lebih tinggi.
Terkait dengan potensi aturan itu merugikan Ducati, Pecco menilai, selalu ada dua sisi mata uang di setiap situasi. "Selalu ada yang menguntungkan anda dan merugikan anda, seperti pada semua hal. Tetapi, kami harus berusaha lebih baik untuk mengendalikan itu," jelas Pecco.
Pebalap tim Prima Pramac Racing Jorge Martin yang juga memacu motor Ducati, menilai, aturan tekanan ban bukan masalah besar bagi dirinya. "Saya menang di Sachsenring dengan tekanan ban yang sesuai, jadi menurut saya itu tidak akan menjadi masalah besar (bagi Ducati)," tegas dia.
Baca juga : Quartararo Alami Kondisi Tersulit Bersama Yamaha
Sedangkan pebalap Mooney VR46 Marco Bezzecchi menilai, dampak aturan tekanan ban itu tidak terkait pada pabrikan motor, tetapi lebih pada di mana posisi saat balapan. Jika posisi di depan, maka dampak aturan tekanan ban akan minimal. Oleh karena itu, kualifikasi menjadi sangat penting.
"Itu bukan masalah pabrikan, itu masalah di mana anda berada dalam kualifikasi, jika ada di posisi depan akan berbeda dengan saat anda di tengah rombongan," ungkap Bezzecchi.
"Begitu tekanan ban meninggi, itu menjadi berbahaya. Namun, menurut saya, tim kami akan bisa mengatasi itu sebaik mungkin," tegas Bezzecchi.