Di tengah beberapa keterbatasan, Indonesia Arena bergelora. Masyarakat yang hadir terpukau. Hal ini menandai awal perjalanan infrastruktur yang memantik asa akan kemajuan olahraga.
Oleh
REBIYYAH SALASAH, KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Stadion Indonesia Arena bergelora dengan cara sederhana. Saat pertama kali digunakan untuk ajang resmi, fasilitas stadion dan duel skuad ”Garuda” di lapangan memukau penonton di tengah beberapa keterbatasan. Hal ini menandai akhir penantian kehadiran infrastruktur olahraga berstandar internasional sekaligus awal perjalanan dari warisan yang bisa dirasakan dan dinikmati masyarakat Indonesia.
Mata Andre Rinaldi (40) langsung berbinar ketika memasuki tribune penonton Stadion Indonesia Arena di kompleks olahraga Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (2/8/2023) petang. Pandangannya tertuju pada jumbotron, layar LED raksasa empat sudut yang tergantung di langit-langit arena.
Jumbotron itu merupakan yang pertama di Indonesia. Wajar jika layar raksasa dengan luas 6 meter x 3,5 meter dan berat 7 ton itu menjadi salah satu daya tarik Indonesia Arena. ”Wah, kayak di NBA (Liga Bola Basket Amerika), ya,” kata Andre, yang datang dari Kota Tangerang, Banten, untuk menyaksikan laga Invitasi Bola Basket Internasional Indonesia (IIBI) antara timnas bola basket Indonesia melawan Indonesia Patriots.
Andre tak hanya mengabadikan pengalamannya itu lewat mata. Selain jumbotron, deretan tribune tiga tingkat dan para pemain yang sedang pemanasan di lapangan tak lepas dari bidikan kamera ponsel Andre. Ia juga meminta anaknya, Karsten (6), untuk berfoto membelakangi lapangan agar semua elemen yang memukaunya itu terabadikan.
Setiap penonton yang baru memasuki tribune nyaris melakukan hal serupa. Setelah takjub dengan bagian dalam Indonesia Arena, mereka merekam atau memotretnya. Baru setelah itu menanyakan kepada sukarelawan soal posisi tempat duduk sesuai kategori yang dipilih.
”Ini, kan, momen pertama Indonesia Arena dibuka buat masyarakat sehingga saya sengaja ambil kenang-kenangan sebanyak mungkin. Soalnya keren banget. Biasanya cuma merasakan nonton di Kelapa Gading (BritAma Arena) sewaktu IBL. Bangga Indonesia punya stadion yang megah seperti ini,” kata Fitri Hartini (45), penonton yang datang dari Jakarta Barat ini.
Tak cuma penonton, kekaguman juga dirasakan oleh Pelatih Indonesia Patriots Youbel Sondakh. Sebelumnya, tempat terbesar yang dirasakannya adalah BritAma Arena, kandang klub Satria Muda Pertamina Jakarta tempatnya bermain, lalu menjadi pelatih. Arena di Jakarta Utara itu berkapasitas sekitar 5.000 penonton atau 30 persen dari Indonesia Arena.
”Saat masuk dari latihan kemarin, seperti ’wah...’ akhirnya Indonesia punya lapangan bola basket berstandar internasional seperti ini. Biasa kan kita cuma bisa lihat di Filipina. Sekarang kita punya sendiri. Semoga saja bisa terisi penuh nantinya. Sudah terbayang betapa kerennya,” kata Youbel.
Indonesia Arena bisa diakses perdana oleh masyarakat luas dalam rangka IIBI, yang menjadi ajang uji coba untuk Piala Dunia FIBA 2023. Pembangunan arena yang dimulai pada Desember 2021 ini tak lepas dari penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah turnamen tersebut. Lantaran tidak ada arena tertutup yang memenuhi syarat FIBA, yakni minimal berkapasitas 8.000 penonton, Presiden Joko Widodo lantas menginstruksikan pembangunan Indonesia Arena.
Di atas lahan seluas 31.826 meter persegi, stadion berlantai lima itu dibangun dan akhirnya berdiri. Stadion ini dilengkapi sebuah lapangan utama, dua lapangan latihan, ruang ganti pemain, kolam jacuzzi, kamar bilas, toilet penonton, tribune VVIP berbentuk royal box, ruang kerja media dan konferensi pers, lift, dan eskalator. Meskipun bisa digunakan untuk berbagai kegiatan, gedung itu dibuat dengan standar FIBA, menyerupai arena NBA, dengan daya tampung hingga 16.088 penonton.
Kali pertama Indonesia Arena jadi tempat untuk pertandingan resmi, sebanyak 1.237 penonton datang. Mereka, yang sebagian besar datang bersama keluarga, terkonsentrasi pada tribune tier satu dan dua. Ketika pemain mencetak poin, terutama melalui lemparan tiga angka, penonton bertepuk tangan. Tak ada riuh rendah dukungan karena pertandingan menampilkan sesama skuad Indonesia.
Ini, kan, momen pertama Indonesia Arena dibuka buat masyarakat sehingga saya sengaja ambil kenang-kenangan sebanyak mungkin. Soalnya keren banget.
Sebagian besar penonton pun baru datang ketika laga sudah mulai. Hingga kuarter kedua pertandingan, masih ada penonton yang masuk tribune. Selain karena laga dimulai ketika kebanyakan masyarakat baru selesai bekerja, yakni pada pukul 16.45, mereka juga tidak terlalu antusias dengan pertandingan karena perubahan jadwal yang dilakukan Persatuan Nola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) sebagai penyelenggara.
Dua jam sebelum laga, Perbasi mengumumkan timnas Indonesia yang awalnya dijadwalkan menghadapi Suriah pada pukul 16.45 beralih menghadapi Indonesia Patriots. Panitia mengubah jadwal karena keterlambatan penerbangan yang dialami tim Suriah sehingga baru tiba di Jakarta pagi Selasa pagi. Padahal, penonton seperti Andre dan Fitri berniat melihat Indonesia Arena sekaligus menonton laga timnas melawan Suriah. Hanya karena telanjur mengambil cuti, mereka tetap berangkat menuju stadion.
Maka, dengan kapasitas yang besar, stadion yang megah itu terasa senyap. Ketiadaan musik latar yang biasanya mengiringi pertandingan bola basket dan menciptakan keriuhan menggenapi kesenyapan. Praktis, suara-suara yang terdengar hanya dari pantulan bola di lapangan, teriakan para pemain, dan tepuk tangan penonton.
Selain euforia yang belum maksimal, celah perbaikan juga ada pada infrastruktur stadion. Forward andalan timnas, Derrick Michael Xzavierro, misalnya, memberikan beberapa catatan. ”Mungkin karena masih baru ya. Lapangan masih belum 100 persen. Kalau dribel kurang mantul. Keranjang sepertinya juga belum seperti standar internasional,” ujar pemain NCAA Divisi 1 asal tim Grand Canyon University itu.
Terlepas dari itu, Indonesia Arena menjadi warisan terpenting Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia FIBA 2023. Seperti yang pernah disampaikan Ketua PP Perbasi Danny Kosasih, dengan Indonesia Arena, tak dimungkiri akan ada ajang internasional bola basket lagi yang digelar di Indonesia.
Tak hanya bola basket, kehadiran Indonesia Arena ini turut memantik optimisme kemajuan cabang olahraga lain. Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo pernah mengutarakan harapan menggelar kompetisi bola voli di Indonesia Arena. Indonesia Terbuka, turnamen bulu tangkis berlevel Super 1000, juga direncanakan akan digelar di Indonesia Arena untuk menggantikan Istora Gelora Bung Karno pada tahun depan.
Pada akhirnya, kehadiran Indonesia Arena menjadi titik awal dari pembangunan fasilitas olahraga yang tak hanya megah, tetapi bertaraf internasional di Indonesia. Ini juga menjadi secercah asa akan kemajuan olahraga Tanah Air pada masa depan.