Ikhtiar PSM Makassar Mereinkarnasi Ramang
Ramang adalah bukti Bumi Sulawesi memiliki bakat sepak bola besar. Melalui akademi, PSM ingin menghadirkan kembali ”Ramang” muda yang menyajikan prestasi untuk klub dan tim nasional Indonesia.
Sebuah patung berwarna perunggu menjadi salah satu tugu megah di kawasan anjungan Pantai Losari, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Patung itu berbentuk seseorang sedang menguasai bola di kakinya serta berdiri di atas bola dunia.
Itu adalah patung Ramang, legenda PSM Makassar sekaligus tim nasional Indonesia. Media internasional pada 1950-an mengenal sepak bola Indonesia melalui aksi Ramang di berbagai turnamen di luar negeri. Bahkan, FIFA mengakui Ramang sebagai legenda ”lapangan hijau” pertama asal Indonesia.
Bagi PSM, Ramang adalah jantung bagi generasi emas perdana pada periode 1957 hingga 1966. Dalam masa itu, PSM meraih empat trofi Kejuaraan Nasional PSSI.
Baca juga : ”Bajul Ijo” Menjaga Marwah Perserikatan
Prestasi dan kisah heroik Ramang bagi publik sepak bola Sulawesi Selatan kekal. Silih berganti pemain hebat yang diorbitkan PSM selama 50 tahun terakhir tetap tidak bisa menyaingi legenda asal Barru, wilayah yang berjarak sekitar 100 kilometer arah utara Makassar.
Meski begitu, ambisi PSM untuk mereinkarnasi pemain-pemain fenomenal seperti Ramang tidak pernah berhenti. Sejak kehadiran Elite Pro Academy, kompetisi usia dini untuk tim Liga 1, manajemen ”Juku Eja” juga menyambut dengan membentuk akademi klub.
Keterbatasan sarana sepak bola di Makassar tidak membuat PSM patah arang. Gagasan pembentukan akademi itu diinisiasi sejak 2017 melalui panduan pelatih saat itu, Robert Rene Alberts. Melalui kolaborasi berbagai pihak, PSM pun memutuskan akademi klub berpusat di Mamuju, Sulawesi Barat.
”Dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Mamuju membantu kami memiliki lapangan latihan. Akademi ini menegaskan, PSM adalah milik Sulawesi karena semua pihak bahu-membahu untuk membentuk tim yang kuat dan berprestasi,” kata Direktur Akademi PSM Febriyanto Wijaya, Senin (26/6/2023), di Makassar.
Akademi PSM berlatih di Stadion Manakarra di Mamuju. Tidak hanya berlatih, tahap akhir seleksi Akademi PSM untuk tiga level, yaitu U-14, U-16, dan U-18, juga berpusat di fasilitas sepak bola terbesar di Sulawesi Barat itu.
Baca juga : Mengembalikan Trah Kesatria Lokal PSIM Yogyakarta
Dalam rencana jangka menengah, Direktur Utama PSM Sadikin Aksa mengungkapkan, PSM sudah memiliki lahan seluas 6 hektar di wilayah Barombong, Kabupaten Gowa, yang disiapkan untuk fasilitas latihan tim. Tiga lapangan akan dibangun di kawasan itu.
Ia menargetkan PSM memiliki minimal 10 lapangan latihan yang tersebar di beberapa wilayah Sulawesi, mulai dari fasilitas tim utama, akademi, hingga tim putri.
Tak hanya itu, manajemen PSM juga telah melengkapi lokasi latihan tim di Stadion Kalegowa, Gowa, dengan fasilitas olahraga mumpuni, seperti pusat kebugaran dan sarana pemulihan fisik pemain.
PSM akan punya banyak tim, baik untuk liga maupun fokus di EPA. Di Gowa akan fokus untuk tim senior dan U-20, kemudian kami akan menyiapkan kota-kota lain di Sulawesi untuk melebarkan Akademi PSM.
”PSM akan punya banyak tim, baik untuk liga maupun fokus di EPA. Di Gowa akan fokus untuk tim senior dan U-20, kemudian kami akan menyiapkan kota-kota lain di Sulawesi untuk melebarkan Akademi PSM,” ujar Sadikin.
Berprestasi
Prestasi terbaik Akademi PSM ialah meraih trofi juara Elite Pro Academy (EPA) U-16 edisi 2021. Tak sekadar menyabet prestasi di level yunior, Akademi PSM juga telah menyumbangkan pemain-pemain penting untuk skuad Juku Eja senior.
Baca juga : Pijakan Mula Mencetak ”Sambernyawa Muda”
Empat pemain angkatan kelahiran 2003-2004 Akademi PSM, yaitu Ananda Raehan, Dzaky Asraf, Victor Dethan, dan Ricky Pratama, menjadi pemain penting dalam perjalanan skuad asuhan pelatih Bernardo Taveres meraih trofi Liga 1 2022-2023. Selain mereka, Edgar Amping dan Adi Nur juga telah mendapatkan promosi dari tim EPA.
Di musim 2023-2024, anggota skuad juara EPA U-16 2021 pun sudah dipercaya Tavares untuk menjadi bagian skuad utama. Mereka adalah Sulthan Zaky Razak (bek tengah) dan Mufli Hidayat (penyerang).
Selain pemain-pemain dari tim EPA, PSM juga melahirkan pemain-pemain muda yang telah dipercaya memperkuat timnas Indonesia, yaitu Asnawi Mangkualam yang mengemban peran sebagai kapten skuad ”Garuda” serta kiper M Reza Pratama.
Febriyanto mengungkapkan, pencarian pemain untuk tim Akademi PSM berasal dari pemantauan langsung turnamen tingkat kabupaten/kota dan provinsi di Pulau Sulawesi hingga seleksi terbuka yang dilaksanakan di beberapa kota, seperti Makassar, Parepare (Sulsel), dan Palu (Sulawesi Tengah). Pencarian pemain pun sampai ke Jawa, seperti Ricky dan Dethan yang berasal dari Jawa Timur.
”Kami mencari pemain sesuai dengan filosofi ewako yang terwujud dengan kekuatan mental yang bagus dan tak kenal takut. Setiap tahun, tim pemandu bakat rutin melakukan pemetaan pemain yang akan kami rekrut,” kata Febriyanto yang pernah membela PSM pada 2008-2009.
Baca juga : Kreativitas Persis Solo Menyelami Kultur Pop
Sadikin mengatakan, PSM memiliki ambisi untuk menjadi tim yang memiliki sistem akademi melahirkan pemain-pemain terbaik. ”Tim-tim profesional memiliki berbagai model bisnis, salah satunya bisnis menciptakan pemain melalui sistem akademi klub. PSM ingin menjadi salah satu tim yang menciptakan pemain atau artis lapangan hijau untuk PSM dan timnas,” katanya.
Berbeda
Pola Akademi PSM memang sudah jauh berbeda dibandingkan kehadiran Ramang pada awal dekade 1950-an yang diawali bergabung dengan klub internal PSM, Persis atau Persatuan Sepak Bola Indonesia Sulawesi. Persis bersama MOS dan Minaesa menjadi perwakilan klub bumiputra yang disegani di kompetisi internal Makassaarche Voetbal Bond (MVB), cikal bakal PSM. Mereka bersaing dengan tim Belanda, seperti Vios dan Prosit, serta tim Tionghoa, seperti Excelsior dan Nam Hwa.
Kompetisi internal PSM sudah tidak lagi berjalan dalam 30 tahun terakhir, terutama setelah Perserikatan tidak lagi bergulir pada 1994. Alhasil, tim-tim itu menghilang sehingga hanya menyisakan Persis yang masih eksis.
Persis pun masih menjaga tradisi dengan berlatih di Lapangan Karebosi, Makassar. Lapangan yang pernah menjadi markas PSM sebelum Stadion Mattoanging diresmikan pada 1957 itu pun sudah tidak terurus. Permukaan lapangan sudah didominasi tanah berpasir, bukan lagi rumput.
Baca juga : Gerilya Bisnis PSIM Yogyakarta Menembus UMR Rendah
Pemain-pemain muda Persis yang berlatih pada Minggu (25/6/2023) lalu telah terbiasa ”bersaing” dengan angin berdebu ketika mengejar pemain lawan yang tengah mendribel bola.
Hamid Ahmad, pelatih sekaligus pengelola Persis, mengakui, ketiadaan kompetisi internal PSM membuat pemain-pemain Persis sulit mendapat perhatian Akademi PSM.
”Orang-orang membicarakan Ramang, tetapi klub yang melahirkan Ramang dilupakan. Semoga PSM memberikan perhatian kepada eks klub anggota yang pernah punya andil untuk klub,” ucap Hamid.