Carlos Alcaraz menjuarai Wimbledon setelah mengatasi tantangan berat, mengalahkan Novak Djokovic di final. Petenis berusia 20 tahun itu dinilai memiliki gabungan kemampuan dari Djokovic, Rafael Nadal, dan Roger Federer.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Carlos Alcaraz tak hanya menjadi unggulan teratas tunggal putra Wimbledon di luar “Big Four” dalam 20 tahun terakhir. Petenis berusia 20 tahun itu, juga, menjadi juara di luar empat nama besar petenis putra sejak 2002.
Alcaraz akhirnya menjadi nama baru yang diukir pada trofi dan ditempelkan dalam papan daftar juara di All England Club, London, Inggris setelah menjuarai Wimbledon. Dalam pertandingan di Lapangan Utama yang berlangsung Minggu (16/7/2023), dia mengatasi salah satu tantangan terbesar dalam persaingan tunggal putra, yaitu mengalahkan Novak Djokovic dalam final Grand Slam. Alcaraz menang dengan skor 1-6, 7-6 (6), 6-1, 3-6, 6-4.
Mimpi saya menjadi kenyataan. Ini adalah momen luar biasa. Dalam usia 20 tahun, saya bisa merasakan situasi seperti ini.
“Mimpi saya menjadi kenyataan. Ini adalah momen luar biasa. Dalam usia 20 tahun, saya bisa merasakan situasi seperti ini,” komentarnya.
Sepuluh bulan sebelum menjuarai Wimbledon, dia mendapat trofi pertama dari arena Grand Slam, yaitu Amerika Serikat Terbuka 2022. Gelar itu mengantarkan Alcaraz, yang lahir 5 Mei 2003, menjadi petenis nomor satu dunia termuda sejak sistem ranking komputerisasi dipakai pada 1973.
Di Wimbledon, dia menghentikan ambisi Djokovic untuk meraih gelar kedelapan demi menyamai prestasi Roger Federer dan menambah 23 gelar juara Grand Slam. Ini membuat Alcaraz menjadi juara di luar nama Federer, Djokovic, Rafael Nadal, dan Andy Murray, sebagai “Big Four”, sejak Lleyton Hewitt menjuarai Wimbledon 2002.
“Big Four” berubah menjadi “Big Three” ketika Murray tak dapat mengimbangi tiga kompetitornya. Saat Federer, Nadal, dan Djokovic bisa meraih 20-an gelar Grand Slam, Murray hanya tiga kali juara karena performanya terkendala cedera pinggul.
Dalam 19 penyelenggaraan setelah 2002, kecuali pada 2020, hanya empat nama tersebut yang terukir dalam trofi yang terbuat dari perak setinggi 45,72 cm. Pada 2020, Wimbledon tak diselenggarakan karena pandemi Covid-19.
Alcaraz, juga, menjadi tunggal putra ketiga dari Spanyol yang menjuarai Wimbledon. Ini menjadi spesial karena tak banyak petenis Spanyol yang menguasai lapangan rumput. Mereka lebih dikenal piawai bermain di lapangan tanah liat.
Alcaraz mengikuti jejak Nadal yang menjuarai Wimbledon 2008 dan 2010. Adapun petenis Spanyol pertama yang meraih gelar dari turnamen tenis tertua di dunia tersebut adalah Manuel Santana, yaitu pada 1966.
Dalam final selama empat jam 43 menit, Alcaraz membuktikan bahwa dia bisa tampil lebih baik dibandingkan ketika berhadapan dengan Djokovic pada semifinal Perancis Terbuka, sebulan lalu. Di lapangan tanah liat Roland Garros, Alcaraz hanya bisa memberi perlawanan ketat pada dua set pertama. Setelah itu, dia kesulitan bergerak karena kram di sekujur tubuhnya. Alcaraz kalah 4-6, 7-5, 1-6, 1-6.
Kram yang dialami bukan karena kondisi fisiknya menurun. Itu adalah bentuk respons tubuh pada tekanan besar yang dia rasakan.
Seperti dikatakan mantan petenis, Mats Wilander, Alcaraz meraih prestasi luar biasa dalam usia muda. “Tetapi, melawan Novak di final Grand Slam adalah tantangan berbeda. Tekanannya melebihi saat menghadapi tantangan lain,” kata Wilander dalam Eurosport.
Dari 11 kekalahan Djokovic dalam 34 final Grand Slam sebelumnya, sebagian besar dialami dari sesama petenis senior, yaitu Federer, Nadal, Murray, dan Stan Wawrinka. Dari generasi yang tumbuh setelah mereka, baru Daniil Medvedev yang pernah mengalahkan Djokovic, yaitu pada final AS Terbuka 2021.
Kini Alcaraz menambah daftar petenis yang bisa mengalahkan Djokovic di final Grand Slam. Belajar dari kondisi yang dialaminya di Roland Garros, dia berdiskusi dengan psikolog, yang bergabung dalam tim pelatihnya sejak 2020, untuk mengatasi ketegangan.
Alcaraz juga berusaha melupakan statistik fantastis Djokovic di Wimbledon sebagai tujuh kali juara, termasuk dalam empat penyelenggaraan terakhir. Apalagi, Djokovic pun tak terkalahkan di Lapangan Utama dalam sepuluh tahun terakhir.
Pola pikir lain yang ditanamkan yaitu laga melawan Djokovic adalah salah satu pertandingan biasa, meski final Wimbledon disebut Alcaraz sebagai momen yang diimpikan sejak kecil. Bermain melawan legenda seperti di Djokovic menambah keistimewaan itu. Alcaraz melupakan semua status Djokovic untuk mengurangi beban mentalnya.
Kemenangan Alcaraz atas Djokovic dalam final Wimbledon 2023, dinilai Wilander, terjadi dalam momen yang tepat. Peraih tujuh gelar Grand Slam pada era 1980-an ini mengatakan, sudah saatnya Alcaraz mengalahkan Djokovic dalam final Grand Slam sebelum petenis berusia 36 tahun itu pensiun.
“Itu menjadi tanda bahwa tongkat estafet bintang tenis tunggal putra telah diterima oleh petenis yang tepat,” ujar Wilander.
Mantan petenis Swedia itu memujinya sebagai petenis yang memiliki gabungan kemampuan dari Federer, Nadal, dan Djokovic. “Dia memiliki kemampuan dalam memilih pukulan yang tepat (Federer). Daya juangnya yang tinggi sama seperti Rafa dan punya pergerakan seperti Novak,” katanya.
Djokovic pun membenarkan pendapat itu. “Carlos adalah petenis dengan kemampuan komplet yang memiliki beberapa elemen dari permainan Roger, Rafa, dan saya. Saya belum pernah berhadapan dengan petenis seperti Carlos,” katanya.
Alcaraz hanya tertawa saat dimintai pendapatnya tentang pernyataan itu dalam wawancara dengan Tennis Channel. Menurutnya, dia hanya bermain dengan gayanya sendiri yang agresif.
Setelah kehilangan set pertama melawan Djokovic, pelatihnya yang mantan petenis Spanyol, Juan Carlos Ferrero, mengingatkan Alcaraz untuk bermain sesuai karakter permainannya sendiri. Sejak set kedua, Alcaraz bergerak lebih cepat dengan melakukan sprint untuk menjangkau bola yang jauh dari posisinya. Pukulan kerasnya ke dekat baseline, juga, membuat Djokovic lebih sering berada dalam posisi tertekan.
Penampilan itu diasah di akademi olahraga milik Ferrero di Villena, Spanyol. Alcaraz, bahkan, sering tinggal di kota kecil yang hanya berjarak tempuh sekitar 1,5 jam, menggunakan mobil, dari kota kelahirannya, Murcia. “Itu adalah kota kecil, sehingga saya bisa fokus latihan karena jauh dari gangguan apapun,” katanya.
Gaya bermain agresif itu pernah dirasakan Federer yang menjadi idola Alcaraz, meski mereka tak pernah bertemu dalam pertandingan. Alcaraz mendapat kesempatan sebagai lawan Federer pada pemanasan menjelang perempat final Wimbledon 2019. Pada Federer, Ferrero mengatakan, “Pukul bola dengan keras, dia bisa mengatasinya”.
Empat tahun setelah itu, Alcaraz akhirnya bisa mengangkat trofi juara Wimbledon yang diberikan oleh Princess of Wales.
Juara Wimbledon 1981, 1983, dan 1984, John McEnroe, berpendapat, Alcaraz adalah petenis 20 tahun terbaik yang pernah dilihatnya.
“Dia memiliki kemampuan dan kepribadian yang luar biasa. Carlos adalah petenis yang lebih baik dibandingkan banyak petenis senior saat seusia dia,” kata McEnroe pada BBC. (AP/AFP/REUTERS)