Saat Djokovic Mengontrol Ambisinya
Novak Djokovic mengukuhkan diri menjadi petenis tunggal putra dengan gelar Grand Slam terbanyak, melewati Rafael Nadal. Dia meraih gelar ke-23 dengan menjuarai Perancis Terbuka.
PARIS, MINGGU — Novak Djokovic, yang tak sungkan mengutarakan ambisinya menjadi petenis terbaik sepanjang sejarah, adalah petenis berbahaya. Djokovic, yang bisa mengontrol ambisi tersebut, adalah petenis yang lebih berbahaya.
Hal itu diperlihatkannya dalam perjalanan mewujudkan target tersebut, salah satunya dengan meraih gelar juara Grand Slam terbanyak. Djokovic meraih gelar Grand Slam ke-23 saat menjuarai Perancis Terbuka 2023. Pada laga final di Lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, Paris, Minggu (11/6/2023), Djokovic mengalahkan Casper Ruud (Norwegia) dengan skor 7-6 (7/1), 6-3, 7-5.
Adapun Ruud harus membuka peluang lain untuk meraih gelar pertama dari arena Grand Slam dengan kekalahan itu. Dia juga kalah pada final Perancis Terbuka 2022 dari Rafael Nadal dan dari Carlos Alcaraz di final Amerika Serikat Terbuka pada tahun yang sama.
Baca juga: Djokovic Rebut Gelar Grand Slam Ke-23
Permainan yang ditunjukkan melawan Djokovic membuka peluang itu. Ruud memiliki kesabaran dalam bermain reli, lalu membuka atau menunggu peluang memperoleh poin. Poin itu bisa didapat dari winner atau ketika memaksa Djokovic membuat kesalahan.
Bermain di lapangan tanah liat yang berkarakter lambat memang bukan perkara membuat banyak winner dengan pukulan keras, seperti saat bermain di lapangan keras atau rumput. Di tanah liat, petenis beradu kesabaran, daya tahan, dan taktik.
Namun, Djokovic yang punya keunggulan dalam pengalaman menjuarai ajang besar akhirnya menang karena dia solid pada momen penting, seperti setelah tertinggal 0-3 dan saat terjadi tiebreak pada set pertama. Sebaliknya, Ruud goyah dengan akurasi pukulan yang menurun. Setelah memenangi set pertama, Djokovic pun bermain kian nyaman.
Di saat Ruud masih harus bersabar untuk mendapat gelar Grand Slam, Djokovic menambah catatan dalam buku rekornya yang sudah begitu banyak. Dia melewati Nadal, yang absen di Roland Garros karena cedera pinggul, sebagai sesama petenis yang mempunyai 22 gelar Grand Slam sebelum Perancis Terbuka 2023. Djokovic mendapatkan gelar yang ke-22 ketika menjuarai Australia Terbuka, pada Januari.
Baca juga: Djokovic Menuju Gelar Grand Slam Terbanyak
”Saya menulis sejarah saya sendiri. Saya tak mau mengatakan sayalah yang terbesar. Biarlah hal itu didiskusikan orang lain,” kata Djokovic usai memastikan gelarnya.
Petenis Serbia berusia 36 tahun itu menjadi satu-satunya tunggal putra yang meraih minimal tiga gelar pada setiap Grand Slam. Prestasinya itu sama seperti tiga legenda tenis putri, yaitu Margaret Court, Steffi Graf, dan Serena Williams.
Kemenangan atas Ruud menambah gelar Djokovic dari Perancis Terbuka pada 2016 dan 2021. Gelar terbanyak didapatnya dari Australia Terbuka, yaitu sepuluh, ditambah tujuh dari Wimbledon dan tiga dari AS Terbuka.
Untuk menegaskan sebagai petenis tunggal putra terbaik, Djokovic akan kembali ke puncak peringkat dunia mulai awal pekan ini, menggeser Carlos Alcaraz yang dikalahkannya di semifinal. Total, Djokovic telah menempati puncak peringkat dunia selama 387 pekan dan menjadi yang terlama sepanjang sejarah Era Terbuka. Tahun lalu, dia telah melewati rekor Roger Federer yang menjadi petenis nomor satu dunia selama 310 pekan.
Baca juga: Swiatek Tak Ingin Terfokus pada Angka
Jumlah gelar juara Grand Slam Djokovic bukan tak mungkin bertambah lagi mengingat dia masih sulit dikalahkan petenis lain di arena Grand Slam. Untuk menjadi yang terbaik dalam persaingan level tertinggi panggung tenis profesional tersebut diperlukan konsistensi semua kemampuan yang harus dimiliki atlet.
Djokovic dan dua rivalnya dalam ”Big Three”, yaitu Nadal dan Federer, memiliki kapasitas itu. Mereka bisa mengatur kebugaran, menjaga motivasi dan fokus, menyeimbangkan permainan ”otak dan otot”, dan mengatasi tekanan dalam tujuh pertandingan best of five sets selama dua pekan.
”Selalu ada tekanan pada diri saya. Itu menjadi bagian dari hidup saya dan olahraga ini. Memiliki tekanan adalah keistimewaan dan itu juga sumber motivasi,” tutur Djokovic.
Saya menulis sejarah saya sendiri. Saya tak mau mengatakan sayalah yang terbesar. Biarlah hal itu didiskusikan orang lain.
Dengan usianya, Djokovic juga terbilang masih bugar dibandingkankan dengan Nadal yang hanya setahun lebih tua darinya. Nadal telah mengumumkan bahwa 2024 akan menjadi musim terakhirnya sebagai petenis profesional. Dia akan mengikuti jejak Federer yang pamit dari dunia tenis profesional sejak September 2022.
Maka, pesaing Djokovic untuk memperbanyak trofi Grand Slam dalam lemarinya adalah petenis yang pada umumnya termasuk dalam Gen Z. Ada Daniil Medvedev, petenis 27 tahun yang tertua di antara generasi setelah ”Big Three”.
Selain itu, ada Andrey Rublev (25), Stefanos Tsitsipas (24), hingga yang lebih muda Alcaraz dan Holger Rune (20). Namun, di antara mereka, hanya Medvedev yang pernah mengalahkan Djokovic di Grand Slam, yaitu pada final AS Terbuka 2021.
Alcaraz, yang difavoritkan juara Perancis Terbuka 2023 seperti halnya Djokovic, hanya bisa bertahan dua set saat menghadapi tekanan dari Djokovic pada semifinal. Dengan hanya mengandalkan permainan fisik, kondisinya menurun mulai set ketiga. Tekanan fisik dan mental membuatnya kalah 3-6, 7-5, 1-6, 1-6 setelah tubuhnya kram sejak set ketiga.
"Calendar Grand Slam"
Persaingan di Perancis dan Australia Terbuka tahun ini, yang juga dijuarai Djokovic, membuka kembali peluang yang belum diwujudkan, yaitu menciptakan ”Calendar Grand Slam”. Ini adalah istilah untuk menyebut prestasi menjuarai empat Grand Slam dalam setahun pada satu nomor.
Sementara itu, jika menjuarai empat Grand Slam beruntun dalam tahun berbeda disebut ”Non Calendar Year Grand Slam”. Djokovic menciptakan ini saat menjuarai Wimbledon dan AS Terbuka 2015, dilanjutkan Australia dan Perancis Terbuka 2016.
Dia hampir meraih ”Calendar Grand Slam” ketika pada 2021 menjuarai tiga Grand Slam pertama dan tinggal membutuhkan gelar dari AS Terbuka. Namun, targetnya berubah di tengah jalan.
Djokovic, sosok yang selalu terbuka berbicara dan bersikap apa adanya, saat itu berbicara tentang target lebih tinggi, yaitu menyandingkan empat gelar Grand Slam dengan medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Olimpiade edisi ke-32 itu digelar pada 2021 karena pandemi Covid-19. Namun, ambisi itu akhirnya menjadi bumerang karena dia gagal meraih medali di Tokyo 2020, lalu dikalahkan Medvedev di final AS Terbuka.
Maka, kali ini, Djokovic enggan berbicara terlalu jauh. Selama dua pekan di Roland Garros, dia selalu mengatakan hanya bersiap untuk pertandingan terdekat yang akan dijalani.
Dia berupaya mengelola ambisinya dengan mengatakan, ”Saya tidak berpikir tentang ’Calendar Grand Slam’. Yang saya pikirkan adalah menambah satu gelar Grand Slam dulu dan selama di sini, saya hanya fokus pada setiap pertandingan,” tuturnya.
Baca juga: Djokovic yang Merindukan Nadal
Djokovic juga berusaha menikmati setiap momen di Roland Garros, salah satunya ketika selalu didampingi anak pertamanya, Stefan, saat berlatih. Stefan, yang berusia delapan tahun dan telah bermain tenis, juga menemani ayahnya ketika melakukan pemanasan menjelang final.
”Mantra” dan cara Djokovic untuk tak menekan dirinya sendiri dengan beban berat itu menjadikannya sosok yang tetap berbahaya meski usianya telah senja. (AFP)