Swiatek Meniti Jejak Nadal
Iga Swiatek mempertahankan dominasinya di lapangan tanah liat Roland Garros, Paris, Perancis. Dia menjuarai Grand Slam Perancis Terbuka untuk ketiga kalinya dalam empat tahun terakhir.
PARIS, SABTU - Meski jumlah gelar juara Perancis Terbuka masih jauh dari rekor yang diciptakan Rafael Nadal, performa Iga Swiatek di lapangan tanah liat Roland Garros, Paris, layak disandingkan dengan “Raja Lapangan Tanah Liat” itu. Untuk ketiga kalinya dalam empat tahun terakhir, Swiatek menjuarai tunggal putri Perancis Terbuka.
Trofi Suzenne Lenglen, sebagai lambang juara tunggal putri, diterima Swiatek seperti pada 2020 dan 2022. Dalam final yang digelar di Lapangan Philippe Chatrier, sebagai lapangan utama di Roland Garros, pada Sabtu (10/6/2023), Swiatek mengalahkan Karolina Muchova dengan skor 6-2, 5-7, 6-4.
Kemenangan itu menjadi kemenangan keempat tanpa terkalahkan dari empat final Swiatek di Grand Slam. Selain menjuarai Perancis Terbuka, dia meraih gelar dari Amerika Serikat Terbuka 2022.
Memang terlalu awal untuk menyamakan Swiatek dengan Nadal yang tahun ini absen di Roland Garros karena cedera pinggul. Nadal 14 kali menjuarai tunggal putra Perancis Terbuka dari 18 penampilan. Empat diantaranya didapat secara beruntun sejak debut pada 2005.
“Apa yang dicapai Rafa sangat luar biasa. Saya tidak tahu apakah bisa bisa mencapai hal yang sama. Bisa saya katakan, itu jauh dari jangkauan saya,” komentar Swiatek tentang pendapat yang membandingkannya dengan Nadal.
Namun, perjalanan Swiatek di Roland Garros sejak pertama kali tampil pada 2019 tak tertanding petenis lain. Dia tampil paling konsisten di tengah persaingan tunggal putri yang begitu terbuka. Dari 30 pertandingan, Swiatek hanya kalah dua kali, yaitu pada babak keempat 2019 dan perempat final 2021.
Dengan menjadi juara pada 2023, petenis Polandia berusia 22 tahun itu menjadi tunggal putri pertama yang mempertahankan gelar juara Perancis Terbuka setelah hal itu terakhir kali dilakukan Justine Henin saat juara pada 2005-2007. Setelah Henin juara pada 2007, peraih trofi Suzanne Lenglen selalu berganti setiap tahunnya hingga 2022.
Laga Swiatek melawan Muchova, bahkan, menjadi final beruntun dalam lima tahun terakhir yang diikuti pendatang baru dalam final Grand Slam. Final dalam durasi dua jam 46 menit itu menjadi final Grand Slam pertama bagi Muchova yang sebelumnya tak pernah melewati babak ketiga Perancis Terbuka.
Baca juga : Misi Sulit untuk Menghentikan Swiatek
Apa yang dicapai Rafa sangat luar biasa. Saya tidak tahu apakah bisa bisa mencapai hal yang sama.
Selain Muchova, final Grand Slam pertama di Perancis Terbuka dicapai oleh Cori Gauff yang dikalahkan Swiatek pada 2022. Final 2019 dan 2021, bahkan, diikuti para petenis yang belum pernah mencapai laga puncak Grand Slam sebelumnya. Pada 2019, Ashlegh Barty mengalahkan Marketa Vondrousova, sementara Barbora Krejcikova menang atas Anastasia Pavlyuchekova pada final dua tahun berikutnya.
Swiatek, juga, menjadi bagian dari finalis Grand Slam pertama di Roland Garros, yaitu pada 2020 saat berusia 19 tahun. Dia langsung menjadi juara dengan mengalahkan Sofia Kenin yang menjuarai Australia Terbuka, lima bulan sebelumnya.
Maka, selain faktor teknik, Swiatek memiliki keunggulan pengalaman ketika berhadapan dengan Muchova. Swiatek memiliki pengalaman mengatasi tekanan saat pertama kali tampil dalam laga puncak Grand Slam, juga, saat menjadi favorit juara pada 2022 dan 2023.
Dia memiliki keunggulan yang tak dimiliki sebagian besar petenis muda, yaitu ketangguhan mental. Di lapangan, hal itu terlihat dengan kemampuannya menjaga fokus dan bermain dengan tenang meski dalam tekanan. Dalam tujuh pertandingan sebelum final, Swiatek 20 kali menggagalkan break point lawan dari 28 kesempatan.
Baca juga : Antusiasme Swiatek Hadapi Tantangan Baru
“Semua petenis yang berhadapan dengan Iga harus memiliki mentalitas yang kuat. Mereka harus berani dan bermain agresif. Jika tidak, dia akan terus menekan. Kekuatan mental Iga berada di atas petenis lain,” tutur petenis Brasil, Beatriz Haddad Maia, yang dikalahkan Swiatek pada semifinal.
Kekuatan mental menjadi faktor yang diperhatikan Swiatek sejak bersaing di arena yunior. Dia didampingi psikolog olahraga, Daria Abramowicz, sejak berusia 17 tahun. Psikolog yang pernah menjadi atlet layar itu mendampingi Swiatek agar dia bisa mengenal dirinya sendiri. Dengan demikian, Swiatek pun tahu apa yang menjadi kebutuhannya untuk menghadapi berbagai momen dalam kariernya.
Beberapa saat sebelum berhadapan dengan Gauff pada perempat final misalnya, dia menenangkan diri di ruang ganti pemain dengan telentang sambil memejamkan mata. Sementara, Gauff sibuk dengan latihan pemanasan. Dia membawa ketenangan itu ke lapangan dan memperlihatkannya saat perburuan poin berjalan ketat.
Sesaat sebelum menjalani final, Swiatek membuka buku catatannya, begitu pula saat toilet break antara set pertama dan kedua. Petenis yang hobi membaca buku itu sangat memperhatikan detail penampilannya. Dia mencatat sendiri kekurangan dan yang harus dilakukan dalam pertandingan.
Swiatek unggul pada set pertama meski Muchova selalu menekannya dari depan net dan melalui drop shot. Petenis Ceko peringkat ke-43 dunia itu memang dikenal memiliki permainan variatif.
Baca juga : Rybakina Mundur, “Big Three” Tunggal Putri Berkurang
Mantan petenis nomor satu dunia, Martina Navratilova, menilai, Muchova adalah petenis yang tidak memiliki senjata khusus, tetapi dia punya variasi pukulan yang bisa mempersulit lawan. “Dia adalah petenis old school. Dia punya slice yang bagus, bahkan, lebih baik dari sebagian besar petenis. Dia juga sering melancarkan drop shot. Lawan sering sulit menebak, apakah dia akan melancarkan groundstroke keras atau drop shot,” tutur Navratilova.
Sejak kecil, Muchova memang memiliki variasi itu karena pada dasarnya dia adalah pribadi yang menyukai hal berbeda dibandingkan orang lain. Dia memiliki video yang memperlihatkan ketika bertanding pada masa remaja. “Saya banyak melakukan drop shot dan menyerang dari depan net,” katanya.
Meski bisa membuat Swiatek kesulitan dengan gaya mainnya itu, Muchova banyak membuat unforced error yang begitu fatal. Berkali-kali, bola pukulannya, termasuk dari voli di dekat net jatuh jauh di luar lapangan.
Baru pada set kedua dia bisa beradaptasi lebih baik dengan permainan Swiatek dan atmosfer final ajang besar. Muchova merebut set tersebut meski tertinggal lebih dulu 0-3. Meski demikian, Muchova baru mendapat kemenangannya pada gim ke-12 meski mendapat kesempatan serving for the set pada gim ke-10 saat unggul 5-4.
Set ketiga berlangsung dengan momentum yang berubah. tertinggal 0-2 setelah servisnya pada gim pertama dipatahkan Muchova. Setelah itu, Swiatek berbalik unggul dengan merebut tiga gim beruntun. Kedua petenis saling mematahkan servis lawan pada hampir setiap gim yang membuat penonton di stadion riuh meneriakkan nama kedua pemain. Swiatek akhirnya menangis setelah memenangi poin terakhir ketika Muchova membuat double fault.
Baca juga : Persaingan Puncak di Semifinal Perancis Terbuka
Beda Misi Satu Tekad
Final tunggal putra, pada Minggu, akan menjadi persaingan antara Novak Djokovic yang berambisi menjadi petenis terbaik sepanjang sejarah dan Casper Ruud yang berburu gelar pertama dari arena Grand Slam. Dengan misi berbeda, keduanya memiliki tekad yang sama, mendorong batas kemampuan masing-masing untuk memanfaatkan peluang.
Final itu bukanlah yang pertama di arena Grand Slam bagi kedua petenis. Ruud lolos ke tahap yang sama di Roland Garros dalam dua tahun beruntun, juga tampil pada final Grand Slam Amerika Serikat Terbuka 2022.
Djokovic akan menjalani final ke-34 di panggung persaingan tertinggi tenis profesional. Dia memiliki target menjadi petenis terbaik yang salah satunya ditandai dengan gelar Grand Slam terbanyak. Saat ini, Djokovic memiliki 22 gelar, sama seperti Nadal yang absen karena cedera pinggul. Mereka unggul atas Roger Federer yang memiliki 20 gelar, rival lainnya dalam Big Three yang pensiun pada September 2022.
Jika bisa mengalahkan Ruud, seperti pada empat pertemuan lain, Djokovic akan menjadi tunggal putra pertama dalam Era Terbuka yang memiliki minimal tiga gelar pada masing-masing Grand Slam. Gelar terbanyak didapat dari Australia Terbuka, yaitu sepuluh, lalu Wimbledon (7), AS Terbuka (3), dan Perancis Terbuka (2).
“Sangat luar biasa dan bangga bisa kembali ke final. Namun, pertandingan belum selesai. Saya harap bisa tampil dalam level terbaik pada Minggu nanti,” ujar Djokovic.
Petenis berusia 36 tahun itu menjadi salah satu favorit juara tahun ini dengan absennya Nadal. Peluangnya makin terbuka setelah dia mengalahkan favorit lainnya, Carlos Alcaraz, pada semifinal.
Dalam persaingan yang menguras tenaga, terutama pada dua set pertama, Djokovic menang dengan skor 6-3, 5-7, 6-1, 6-1. Daya tahan Alcaraz menurun sejak set ketiga karena tubuhnya mengalami kram. Dia mengatakan, itu terjadi sebagai akibat tekanan yang sangat intens pada dua set pertama, baik secara fisik maupun mental.
“Petenis yang menjadi lawan saya adalah Novak. Saya tak pernah merasakan tekanan sebesar itu,” kata Alcaraz.
Di sisi lain, lolosnya Ruud ke final merupakan momen yang tak terduga. Dia tiba di Roland Garros dengan 16 kali menang dan 11 kali kalah pada tahun ini.
“Saya tak pernah berpikir menjadi yang favorit untuk tampil di final. Kita lihat, apa yang akan terjadi selanjutnya karena tantangannya akan sulit. Setelah melawan Rafa tahun lalu, kali ini Novak. Mereka adalah petenis terbaik dalam sejarah,” tutur Ruud.
Tanpa ekspektasi apapun, Ruud mencoba fokus dan menikmati setiap pertandingan.
Petenis Norwegia peringkat keempat dunia itu tampil solid saat mengalahkan Holger Rune pada perempat final dan Alexander Zverev di semifinal. Penampilannya, bahkan, tak dapat diimbangi Zverev hingga Ruud menang dengan skor 6-3, 6-4, 6-0.
Dia pun berharap, final ketiga Grand Slam yang akan dijalaninya membuahkan hasil yang lebih baik. “Novak mengejar (gelar) ke-23, saya yang pertama. Perbedaannya sangat besar, tetapi kami akan memberikan segalanya di lapangan,” kata Ruud. (AFP/Reuters)