Mendapat pesaing tangguh pada 2023, perjalanan Iga Swiatek untuk mempertahankan gelar juara Grand Slam Perancis Terbuka tak akan mudah. Namun, dia antusias karena akan menghadapi tantangan baru.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
PARIS, SENIN — Iga Swiatek tiba di Roland Garros, Paris, Perancis, dan akhirnya menjuarai turnamen tenis Perancis Terbuka 2022 tanpa halangan berarti dari petenis lain. Situasi tersebut berbeda pada tahun ini karena tunggal putri nomor satu dunia itu akan menghadapi tantangan lebih berat.
Sama seperti tahun lalu, Swiatek berstatus sebagai unggulan teratas pada persaingan di lapangan tanah liat Roland Garros 2023. Namun, performanya sebelum Perancis Terbuka, 28 Mei-11 Juni, tak sedominan setahun lalu.
Gelar juara Perancis Terbuka menjadi gelar keenam Swiatek pada 2022 setelah dia menjuarai WTA 1000 Indian Wells, Miami, dan Roma serta WTA 500 Doha dan Stuttgart. Tahun ini, performa petenis Polandia itu sebenarnya tak terlalu buruk dengan statistik menang-kalah 28-6 sebelum Perancis Terbuka. Akan, tetapi dia mendapat tantangan lebih berat dari petenis lain dengan ”hanya” membawa dua gelar dari empat final.
Menjelang Perancis Terbuka, Swiatek mengalami cedera paha kanan hingga tak dapat menyelesaikan perempat final WTA 1000 Roma, dua pekan lalu. Namun, cedera itu tak mengkhawatirkan dan dia antusias menghadapi laga pertama melawan petenis Spanyol, Cristina Bucsa, Selasa (30/5/2023).
Dari enam kekalahan Swiatek tahun ini, tiga di antaranya dialami dari Elena Rybakina, yaitu pada babak keempat Australia Terbuka, semifinal Indian Wells, dan perempat final WTA 1000 Roma. Berada pada paruh yang sama dalam undian, yaitu paruh atas, petenis peringkat keempat dunia itu berpotensi menjadi lawan Swiatek pada semifinal.
Petenis lain yang bisa menjadi penghalang Swiatek untuk mempertahankan gelar di Roland Garros adalah Aryna Sabalenka. Petenis peringkat kedua itu, bahkan, bisa menggeser posisi Swiatek di puncak peringkat jika juara.
Bekal Sabalenka untuk mendapatkan posisi itu adalah rasa semakin nyamannya dia bermain di lapangan tanah liat yang berkarakter lambat. Padahal, gaya bermainnya yang mengandalkan konsistensi pukulan keras lebih cocok diterapkan di lapangan keras yang memantulkan bola dengan cepat. Sabalenka, bahkan, mengalahkan Swiatek pada final turnamen tanah liat WTA 1000 Madrid.
Sabalenka pun bermain solid untuk memenangi babak pertama Perancis Terbuka, Minggu. Dia mengalahkan petenis Ukraina, Maria Kostyuk, dengan skor 6-3, 6-2, dan akan berhadapan dengan petenis yang lolos dari babak kualifikasi, Iryna Shymanovich, pada babak kedua.
Persaingan Swiatek-Sabalenka-Rybakina yang ketat pada babak-babak akhir turnamen pada tahun ini memunculkan sebutan persaingan ”Big Three” meski levelnya tak seperti ”Big Three” yang sebenarnya, yaitu antara Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic.
Kompetisi antara Swiatek, Sabalenka, dan Rybakina juga ditambah dengan reputasi bahwa mereka adalah juara Grand Slam. Swiatek adalah juara Perancis Terbuka 2020 dan 2022 serta Amerika Serikat Terbuka 2022. Sabalenka meraih gelar pertama Grand Slam dari Australia Terbuka 2023, sementara Rybakina adalah juara Wimbledon 2022.
Ketiganya mengumpulkan tujuh gelar juara pada tahun ini, masing-masing dua untuk Swiatek dan Rybakina serta tiga gelar bagi Sabalenka. Mereka juga tampil pada enam final lainnya dan dinilai petenis lain sebagai petenis terbaik pada tahun ini. ”Mereka adalah petenis terbaik saat ini,” kata Jessica Pegula yang berperingkat ketiga dunia.
Swiatek pun menilai bahwa situasi pada tahun ini menjadi tantangan berbeda baginya. ”Persaingan itu menjadi tambahan motivasi bagi saya. Kami sering berhadapan dan saling mengetahui taktik masing-masing,” kata Swiatek dalam laman resmi WTA.
Namun, lanjut petenis yang akan berusia 22 tahun pada 31 Mei itu, tantangan saat menghadapi Sabalenka dan Rybakina terkadang berbeda. Ini karena setiap orang berusaha mengembangkan kemampuan masing-masing meski berupa hal kecil, untuk menjadi lebih baik dari yang lain.
Kami pada akhirnya harus selalu mencari solusi yang berbeda. Ini sangat menarik karena saya belajar hal baru. Saya kira, inilah yang dilakukan ’Big Three’ (Federer, Nadal, Djokovic) hingga mereka bisa bersaing di level elite untuk waktu lama.
”Kami pada akhirnya harus selalu mencari solusi yang berbeda. Ini sangat menarik karena saya belajar hal baru. Saya kira, inilah yang dilakukan ’Big Three’ (Federer, Nadal, Djokovic) hingga mereka bisa bersaing di level elite untuk waktu lama,” tutur Swiatek.
Sebelum bisa berhadapan dengan dua rivalnya itu, Swiatek harus melewati lawan yang bisa menjadi hambatannya. Lawan berat pertama kemungkinan akan ditemui pada babak keempat, yaitu juara Perancis Terbuka 2021, Barbora Krejcikova. Petenis Ceko itu mengalahkannya dalam final WTA 1000 Dubai, pada Februari.
Setelah itu, berdasarkan daftar unggulan, Swiatek bisa bertemu petenis yang dikalahkannya pada final 2022, yaitu Cori Gauff. Petenis AS ini ditempatkan sebagai unggulan keenam.
Sementara itu, dua rekan senegara Gauff, yaitu Madison Keys dan Sloane Stephens, mendapatkan tiket babak kedua terlebih dulu setelah memenangi babak pertama yang berlangsung Senin. Stephens mengalahkan Karolina Pliskova dengan skor 6-0, 6-4, sementara Keys menang atas Kaia Kanepi 6-1, 3-6, 6-1.
Dua tunggal putra yang difavoritkan juara, Novak Djokovic dan Carlos Alcaraz, juga memulai penampilan pada Senin. Dalam laga Senin malam hingga Selasa dini hari waktu Indonesia, Djokovic berhadapan dengan petenis AS, Aleksandar Kovasevic, sementara Alcaraz melawan petenis yang lolos dari babak kualifikasi, Flavio Cobolli. (AFP/AP)